10) sepuluh

482 84 19
                                    

"Juna ih jangan digituin kasian!" suara teh Mikha menyentaknya dari kejauhan. Membuat mereka semua menengok lalu tertawa.

"Jangan deket-deket anjrit ih serem," Tiway ikut mendorong lelaki itu supaya menjauh. Ia paling tidak bisa kalau melihat yang horor-horor, apalagi penampilan Juna sekarang.

Mereka sedang mempersiapkan beberapa keperluan untuk jurit malam setengah jam lagi, tepatnya pukul dua belas dengan suasana yang terlampau sepi. Kegiatan jurit malam akan dilaksanakan sampai pukul dua yang langsung disambung dengan acara api unggun.

"Jangan berisik, nanti pada bangun." timpal Arrayan yang sedang membuka kemasan lilin.

Hanya ada mereka-- para panitia yang berkumpul ditengah lapangan dan beberapa bergantian untuk mengawasi waktu tidur Maba.

"Yang jaga post terakhir siapa aja sih?"

"Mikha sama bang John biar tambah tegang," jawab Dimas ke arah Juna.

"Gak rame anying ah, harusnya ke kuburan kaya angkatan kita tahun kemarin!"

"Hulu sia hayang di getok?" Dubu ikut menjawab karna sudah kepalang kesal oleh Juna. Pokoknya apapun yang Juna bicarakan selalu berhasil memancing emosi yang mendengar.

Memang dasarnya saja sih dua orang ini tidak pernah akur.

"Bener ih, di kampus gini mah ngapain coba? Keliling keliling doang? Engga ada uji mental,"

"Sekalipun sampe lantai lima?" tanya bang Tama.

Semua yang ada disana menengok, beberapa agak kaget mendengar apa yang lelaki itu ucapkan. "Siapa anjir yang ngide sampe lantai lima? Bukannya perjanjian lantai tiga?!" Teh Naya tak kalah terkejut.

Bayangkan saja tengah malam mereka berjalan sampai ke lantai lima, bisa sekalian uji nyali untuk panitia-panitianya juga inimah.

"Berisik Naya, lo takut?" Dimas balik bertanya.

"Wah kebiasaan banget lo Dim ngeremehin gue,"

"Udah-udah, intinya... inimah sekalian kejutan juga buat panitia." kata bang John menengahi.

"Kejutan mah kejutan, tapi gimana kalo ada tukang bakso terbang kaya waktu itu?" kali ini bang Atuy yang membuka suara. Sudah mirip mbah dukun dengan sejuta cerita mistis dibaliknya.

"Terbang gimana?"

"Eh maneh gak tau ya Tiway? Waktu itu gue sama bang Tama balik ke kelas habis isya, eh ada yang nawarin bakso di jendela lantai lima. Kebayang gak tukang bakso mana yang hebat bisa ke lantai lima?"

"Anjir serius?!" pekik Juna heboh.

Yang lain ikut mendekat, lebih merapatkan duduk mereka. Anaraya walaupun dibilang berani juga bakal ciut nyalinya kalau ada yang cerita seperti ini tengah malam. Apalagi nanti ia harus bolak balik ke setiap post untuk memotret panitia tanpa rekan kerja.

Bang Atuy mengangguk, lalu melanjutkan ceritanya. "Apalagi waktu bareng si Johnny, pas ngambil charger yang ketinggalan di loker atas. Inget gak waktu itu kita lagi kumpul di kost? Tah itu. Di kelas ada si mbak tukang seret,"

"Tukang seret apa tuy? Kalo ngomong teh yang jelas," ujar Jihan.

"Engga berwujud,"

"Anying," pekikan Juna bertambah nyaring. Ia melepas kain putih yang sedari tadi ia gunakan untuk menakuti Tiway.

Hawa-hawanya tidak enak memang kalau membiarkan bang Atuy bercerita.

"Jangan cerita-cerita yang kaya gini dulu deh sekarang, takut nanti malah pada gak fokus karna parno sendiri." ujar Salsa menghentikan sesi cerita horor mereka.

AplombTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang