♡ Kesempatan Emas ♡

183 50 33
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau ada kesempatan, kenapa tidak dimanfaatkan?"

•••

    Dulu, tepatnya sejak dua setengah tahun yang lalu, Ananta adalah orang yang begitu Armanda percayai. Lelaki yang memiliki senyum semanis gulali dan kulit langsat itu selalu menjadi semangatnya dalam bermusik.

   Ananta adalah lelaki yang baik, selalu ramah pada orang lain baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Dan yang terpenting, Ananta sangatlah penyayang. Karenanya Armanda jatuh hati. Kebetulan, Ananta yang merupakan tetangga kelasnya pun menyukai Armanda. Lelaki itu memulai hubungan yang lebih serius dengannya setelah tiga bulan berlalu sebagai partner bermusik di ekskul musik dan band sekolah.

   Siapa sangka? Di bulan ke-enam, keduanya merubah status yang awalnya hanya sebatas teman menjadi jadian.

    Ananta yang saat itu baru saja pulang dari Balie, menyatakan perasaannya pada Armanda di acara ulang tahunnya, di hadapan teman-teman Ananta dan Armanda, minus orang tua Ananta yang membiarkan anak tunggalnya merayakan hari ulang tahun di taman belakang rumah sampai larut malam.

   Armanda begitu menyayangi Ananta. Lelaki itu sangat peduli padanya, bahkan melebihi rasa peduli Abangnya—Pras—saat itu. Terkadang, dia sampai berpikir, apakah dia benar adik Pras atau bukan? Entah karena Pras yang terlalu cuek, memperhatikannya jika kepepet saja, atau karena Ananta yang begitu peduli.

    Sayang, semua berubah. Hari itu, Armanda menarik segala pujiannya terhadap Ananta. Hari itu, Armanda mengubur dalam-dalam perasaannya pada Ananta. Hari itu, Armanda tahu, segala ekspektasinya tentang hubungan langgeng, tidak akan pernah didapatkan.

    Ananta tidak pantas mendapatkan rasa sukanya. Ananta tidak pantas menjadi kekasihnya. Tidak pantas. Lelaki itu terlalu berengsek. Jangankan Armanda, gadis di luar sana saja, Armanda yakin tidak akan ada yang mau dengannya.

   "Tumben bengong mulu?"

   "Hah?" Armanda mengangkat alisnya tinggi ketika sang Abang mendaratkan pantatnya di sofa seberang—di ruang tamu.

   Pras, lelaki berambut gondrong yang mengikat rambutnya menjadi satu itu menunjuk wajah sang adik dengan dagu. "Muka lo muka orang bingung. Kenapa? Ada masalah tadi di sekolah?"

   Armanda menimbang. Berpikir, apakah dia harus mengatakan jika sekelas dengan orang yang mirip dengan Ananta atau tidak? Namun, pada akhirnya Armanda memilih tidak. Dia menggeleng. Pras tidak boleh tahu. "Enggak. Cuma lagi mikirin kegiatan apa gitu yang bisa ngisi waktu luang. Masa iya seharian cuma sibuk sekolah doang."

   Pras menatap Armanda ragu. Adiknya seperti menyembunyikan sesuatu.

   Armanda nyengir. Dia hanya tidak ingin membuat Pras khawatir dan memunculkan keprotektifannya. Sudah cukup di Djakarta dia tidak bisa ke mana-mana. Jangan ditambah di Djogjakara. "Serius. Apa gue nge-band lagi aja, ya? Tadi wali kelas gue bilang ada ekskul musik di SMA Kartini."

Sweet Promise (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang