♡ Bukan Kesalahan Garda ♡

86 33 1
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Banyak orang berpikir, kalau kenyamanan diri adalah yang nomor satu. Sampai mereka lupa bahwa di bumi, mereka tidaklah seorang diri."

•••

    "Karena aku mau, kamu tahu aku nggak sepicik yang kamu pikir."

   "Aku nggak pernah mikirin apa yang orang lain pikir tentang aku, entah baik atau buruk. Kalau apa yang kulakuin kurasa bener, aku selalu tutup telinga ketika ada orang komentar panas."

   "Tapi entah kenapa, ketika komentar itu keluar dari mulut kamu, aku nggak tahan, Nda. Aku selalu mau buktiin ke kamu, kalau aku bukan mereka. Dan kupikir itu aja nggak cukup, karena emang kamu harus tahu rahasia ini."

    Gadis yang mengenakan tank top hitam dan rok selutut bermotif macan tutul itu menggeleng pelan, mencoba mengenyahkan perkataan Bilal dengan nada rendah yang terus mengusik dirinya. Gadis itu—Armanda—menilik layar ponsel yang menunjukkan pukul delapan pagi. Dia menghela napas berat, khawatir jika Kartaja melupakannya.

     Rencananya, dua orang itu akan bertamu ke sebuah rumah di daerah Jhetis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Rencananya, dua orang itu akan bertamu ke sebuah rumah di daerah Jhetis. Ketika perjalanan pulang dari warung wedang ronde dua hari lalu, keduanya sempat terlibat pembicaraan tentang Garda.

    Kartaja bercerita banyak, tentang permasalahan orang tua Garda, bahkan mental Garda sekarang seperti apa. Lelaki itu bercerita, menggambarkan sosok Garda yang enggan dengan siapa pun ketika pertama kali dititipkan di Rumah Harapan. Lantas, beralih pada perubahan pribadinya yang terbuka dan ceria karena merasakan keharmonisan antara Amalia dan Ibrahim. Akan tetapi, semua itu tidak bertahan lama, karena setelah kepergian Ibrahim, anak itu kembali seperti sedia kala—pemurung, selalu memberontak, menyendiri, dan tidak betah di rumah. Maka dari itu Kartaja ingin membuat Garda tersenyum lagi, menjadi sosoknya yang ceria kembali.

    Kartaja pikir, dengan membuka jalan pikiran orang tua Garda, anak berusia dua belas tahun itu bisa mendapatkan haknya lagi sebagai anak. Maka, ketika Kartaja bercerita sedang mencoba menghubungi orang tua Garda dan membujuk mereka untuk menemui Garda, berbicara dengan anak itu karena sekarang Garda benar-benar tertutup dengan semua orang—Armanda memutuskan ikut. Siapa tahu dia bisa membantu Kartaja.

Sweet Promise (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang