♡ Apes ♡

140 42 26
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Takdir selalu tahu tempatnya. Dia akan datang di saat yang tepat, pada orang yang tepat. Tidak akan salah sasaran, seperti busur panah yang melesat."

•••

     Kalau dipikir-pikir, ada bagusnya Hita melarang Armanda bergabung dengan Band Barista karena ada Bilal di sana. Akan tetapi, kembali ke awal, Armanda sudah tanda tangan kontrak, mana mungkin bisa memutuskan segalanya dalam sepihak? Apalagi, Keenan bilang belum ada orang lain selain Armanda yang tertarik bergabung dengan mereka.

   "Bisa-bisanya! Nggak di sini, nggak di sekolah, itu cowok nongol mulu kayak jelangkung!"

   "Entah Dewi Fortuna lagi ngilang ke mana, kenapa gue bisa sesial ini?" Armanda menyugar rambut, berulang kali berdecak, menyesali keputusannya untuk bergabung dengan Band Barista.

    "Gimana bisa gue konsentrasi kalau ada dia? Yang ada bawaannya emosi terus kalau inget sifat playboy-nya bukan main!" Gigi Armanda bergemeletuk. Dia selalu tidak menyukai lelaki seperti Bilal. Lelaki yang selalu umbar janji dan kata-kata manis, mencoba membuat para gadis klepek-klepek, sedangkan dirinya telah memiliki kekasih.

   "Cih." Armanda berdecih. Tampang Bilal memang tidak bisa diragukan kegantengannya. Namun, kalau tabiatnya kurang ajar seperti itu apanya yang mau dibanggakan? Armanda masih waras untuk tidak berurusan dengan Bilal. Akan tetapi, ada dalam satu band dengan Bilal sama saja membuka jalannya takdir yang tidak dia inginkan itu. Beruntungnya, Armanda belum mendaftarkan diri ke ekskul musik di sekolah. Dia yakin seratus persen Bilal ada di ekskul itu.

   Rasanya Armanda ingin menangis saja. Apalagi, ketika sekelebat bayangan yang telah berkali-kali dia kubur di dalam ingatannya kembali muncul, membuat Armanda ngeri dengan Bilal.

Cittt!

   Suara letusan ban mobil membuat Armanda mengerem Coco mendadak. Gadis itu syok, menepikan Coco di pinggir jalan sebelum memutuskan mematikan mesin dan keluar dari mobilnya.

   Armanda berjongkok, menilik keempat ban milik Coco. Berhenti di ban belakang bagian kanan, Armanda mengutuk harinya yang apes melihat bannya kempes tak berangin. "Sial, bannya meletus!"

   Sekarang, kadar kekesalannya meningkat. Di mana ada tukang tambal ban di tempat sepi seperti ini? Jalan Suripto yang ramai telah berubah menjadi persawahan dengan banyak bukit dan pohon pinus. Jauh di depannya, sekitar satu kilometer, barulah ada kehidupan manusia, sebuah home stay, puskesmas, minimarket, dan banyak rumah warga. Tidak mungkin Armanda mendorong mobilnya sampai sana. Percuma, tukang tambal ban letaknya masih jauh. Dan di jam segini, biasanya sudah tutup.

Abang!

   Orang itu terlintas di pikiran. Ya, Pras! Dengan sederet doa yang dilafalkan dalam hati, Armanda mencoba menghubungi Pras, tetapi Abangnya itu tidak bisa dihubungi. Tak menyerah, Armanda mencoba menghubungi Hita, Bayu, dan Paras. Akan tetapi, hasilnya sama saja.

Sweet Promise (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang