♡ Rahasia ♡

109 37 4
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang terlihat buruk belum tentu buruk, apa yang terlihat baik belum tentu sebaik itu. Seringkali, bunglon menyembunyikan warna aslinya, tidak seperti anjing yang memamerkan lidahnya."

•••

     "Semua orang ngelakuin sesuatu bukan tanpa alasan. Sekalipun dia salah, pasti ada duduk perkaranya."

    "Tumben bijak, Jen?"

    "Kesambet. Kemarin habis ngintrogasi cowok-cowok pas nongkrong."

   "Ngintrogasi?"

   "Iyaa. Aku nanya ke mereka. Kenapa banyak cowok suka chat sana-sini, jalan sama A habis itu sama B. Kalian tahu survei membuktikan apa? 99 persen jawabannya sama. Mereka bilang itu cara mereka buat nyari yang pas di hati, di kantung, dan yaa nyaman gitulah, sefrekuensi juga. Kalau ditelaah lagi, sih, mereka nggak salah. Bener juga jalan pikirnya. Kita kalau mau beli baju kan juga harus milih-milih dulu, nyobain dulu. Cumaaa, ya, gimana, ya. Cewek yang nggak kepilih kena imbasnya. Ketika si cewek udah baper, ngerasa si cowok minta lebih dari sekedar temen, cowoknya langsung minggat kayak jelangkung. Karena nggak cocoklah, nggak sepemikiranlah. Ganti target jalan ninjanya."

   "Dua-duanya nggak bisa disalahin. Meski biang masalahnya ya yang pertama kali punya akal bulus mau PDKT dan yang pertama kali pergi tanpa pamit. Udah nge-ghosting, tahu-tahu gandeng cewek lain."

   Armanda menyumpal telinga dengan earphone. Baginya, dilihat dari sisi manapun, tipe cowok yang sedang Jeni bicarakan adalah playboy. Lelaki yang tidak akan pernah dia puji, dibilang baik, dan yang terpenting dibenarkan kelakuannya. Mereka sama saja. Datang dan pergi seenak udel, baperin anak orang nggak pernah mau tanggung jawab. Meskipun punya alasan yang bisa ditolerir, playboy tetaplah playboy.

Cowok kayak mereka itu harus dibasmi. Cuma nyampah di muka bumi. Tapi sayangnya banyak cewek yang milih tutup mata. Dan akhirnya tanpa sadar buka hati.

   "Bener, sih. Makanya akhir-akhir ini aku juga berusaha jadi orang yang berpikiran terbuka. Semua hal itu punya banyak sisi. Tinggal kitanya aja yang milih mau lihat dari sisi mana dan berpikiran kayak apa. Kalau emang nggak suka ya gimana kitanya aja jaga diri."

    Armanda hendak mengencangkan volume musik yang tengah dia setel, tetapi mengurungkan niat ketika bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Selamatlah dia dari pembicaraan random antara Mawar, Jeni, dan Vani.

    Gadis itu langsung memberesi barangnya, tergesa-gesa. Kemudian, bersama anak kelas berhamburan ke parkiran.

   "Duluan, Van."

   "Eh, iya, Nda. Hati-hati!"

   Armanda berjalan santai menuju parkiran, melepas earphone di telinga, lalu memasukkannya ke dalam saku seragam. Sebuah tangan menarik tasnya, membuat langkah gadis itu berhenti. Spontan, Armanda menoleh ke belakang.

Sweet Promise (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang