♡ Menutup Hati ♡

98 36 11
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Perihal hati siapa yang tahu? Si pemilik rasa saja kadang salah arti."

•••

    Percuma Armanda menghindari Bilal, karena mereka berada di circle pertemanan dan lingkungan yang bersisihan. Armanda mengutuk dirinya sendiri yang melupakan fakta bahwa Bilal adalah gitaris Band Barista. Dan yang paling parah, Bilal akan menjadi partner duetnya di pekan seni.

    Setelah Kartaja mengantarnya pulang tadi—sampai gerbang saja tentunya—karena Armanda belum mau ambil risiko sampai Hita melihat sosok Kartaja yang begitu mirip dengan Ananta, Armanda segera membersihkan diri. Beberapa menit setelah selesai dan ganti baju, gadis yang mengenakan kaus oblong serta celana sebatas paha itu mendapat pesan dari Keenan agar segera ke studio.

    Armanda tidak bisa membayangkan bagaimana nanti interaksinya dengan Bilal karena apa yang Bilal akui kemarin membuat Armanda ingin sekali mengubur dirinya sedalam parit. Dia malu sekaligus kaget. Meski jujur, ada segumpal rasa tidak percaya dalam dirinya mendengar tutur kata Bilal. Namun, melihat kilas balik anak Panti Rumah Harapan, bukan tidak mungkin pemiliknya juga memiliki masa lalu yang kelam.

    Perkataan Bilal masih terngiang, menghantui sampai rasanya Armanda bingung sendiri.

    "Dulu, Ayah selalu bilang, jadilah bermanfaat untuk orang lain, Bi."

    "Beliau bilang, jangan dengerin orang lain yang berspekulasi buruk. Asal apa yang kamu lakuin baik, bukan perkara yang bisa buat Tuhan benci sama kamu, kamu nggak perlu khawatir."

    Armanda menggeleng cepat. Keheningan mobil membuat pikirannya mulai ke mana-mana. Gadis yang telah berganti pakaian menjadi celana jeans belel dan kaus merah marun itu menyalakan radio, pas di saluran yang menyetel salah satu musik Band Milenial kesayangannya.

    Namun, semua usahanya percuma. Karena pada detik di mana sebuah motor matic hitam berkecepatan tinggi menyalip, semua yang Bilal katakan kemarin tersetel ulang. Lengkap dengan bayang tatapan lelaki itu yang menerawang, mengingat sosok Ibrahim.

    "Aku nggak pernah pacaran, sekali aja nggak pernah. El yang bilang aku pacaran sejak SD itu bercanda. Dan soal Dea dan serentet nama cewek yang dulu kusebutin di depan kamu, itu cuma temenku. Aku juga nggak pernah bilang 'kan, nggak pernah ngeiyain atau ngerespon ketika anak kelas nanya gimana hubunganku sama mereka? Karena ya emang mau dijawab apa? Orang nggak ada hubungan apa pun selain temen."

    "Dan asal kamu tahu, Nda. Semua cewek itu klienku dan Bunda. Mereka itu cewek-cewek yang tenggelam di dunia kelam, butuh uluran tangan dan bimbingan. Kamu tahu sendiri, meski Djogjakara terkenal sebagai kota yang indah dan pusatnya pendidikan, tapi Djogjakara juga tempatnya prostitusi. Makanya, ditunjang apa yang sering Ayah tanemin di pikiranku, ditunjang masa lalu Bunda dan keberadaanku, aku dan Bunda merasa punya misi; memperbaiki apa yang harus diperbaiki, memperindah mereka sebelum terlambat."

Sweet Promise (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang