Sejatinya, bagaimana manusia memaknai bahagia di dalam hidup itu berbeda-beda. Sebagian insan mungkin boleh bahagia karena punya banyak harta dan kekayaan. Menghabiskan waktu untuk berfoya-foya di berbagai tempat melepaskan penat. Menandaskan uang untuk berkeliling dunia, sampai-sampai tidak ada lagi tempat di bumi yang belum pernah dikunjungi.
Sebagian yang lain, memaknai bahagia sebagai suatu rasa yang sebenarnya tidak perlu dirayakan terlalu hebat. Karena sifatnya sementara, mereka tidak mau begitu larut di dalamnya. Senang seperlunya dan sedih secukupnya.
Terkadang yang sering terlupakan, di tengah-tengah tipe insan yang sedang dibicarakan saat ini, ada satu tempat yang terlihat teduh dan tak terjamah. Tempatnya manusia, yang memaknai bahagia sebagai setiap peristiwa kecil yang dapat disyukuri.
Tidak muluk-muluk, mereka hanya ingin menjalani hidup sebagai diri sendiri. Menikmati setiap momen yang menghiasi peliknya hidup tanpa harus merasa terbebani dengan orang lain. Persetan dengan uang, mereka hanya ingin hidup berlimpah damai.
Bagi seorang Gianina Smith, dirinya tidak masuk kedalam tiga tipe insan memaknai bahagia seperti di atas. Rasanya, kata itu sudah terkubur mati. Hilang bersamaan dengan jati dirinya yang sampai saat ini tidak ingin ia cari. Bahagia terdengar begitu asing di telinga Gia. Kata sederhana yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ia jumpai lagi.
Bahkan bagaimana rasanya pun, Gianina sudah tidak ingat.
Terakhir kali Gia berada dalam bahagia yang sesungguhnya adalah ketika kelulusan sekolah menengah pertama. Gadis belia ini mendapatkan peringkat pertama untuk ujian nasional matematika satu Kabupaten. Betapa senang dan gembira hati Gia, ketika tahu kedua orangtuanya terlihat bangga. Duduk, menyaksikan sang anak menerima piala yang menjulang tinggi dengan warna keemasan di atas panggung.
Gia dengan kebaya batik berwarna cokelatnya, tidak pernah tahu bahwa bahagia kali itu akan menjadi yang terakhir.
Setahun setelahnya, ketika Gia sudah cukup dewasa dan duduk di bangku SMA, dirinya menjadi mati rasa. Semua yang dicintai seakan menghilang ditelan bumi. Bagaikan seputih kertas yang sudah diremas berulang kali, Gia terlihat hancur.
Tidak ada lagi alasan untuk hidup, apalagi hanya untuk sekadar berbahagia.
Sampai bertahun-tahun lamanya, sepi dan sunyi menjadi sahabat karib Gia. Bercerita dibawah langit-langit kamar dengan diri sendiri atau berkeluh kesah dengan langit, membiarkan semesta mendengarkan semua kegelisahannya. Gianina Smith terbiasa dengan itu.
Dan pada akhirnya, Gia menemukan Mahesvara. Laki-laki setengah putus asa, yang sempat tidak tahu kemanakah hidupnya akan berlayar. Laki-laki dengan baju biru dongker dan celana jeans hitam bermodel sobek-sobek di bagian lutut, yang mengalihkan atensi Gia ketika dirinya menumpang untuk pipis di toilet Starbucks Petamburan enam bulan lalu.
Kali itu, Gia merasakan sesuatu yang berbeda ketika matanya bertemu dengan mata Mahes. Ia tidak pernah lupa, bagaimana baiknya Mahes menyapa dan memberikan senyuman ramah pada Gia. Wajah teduh dan senyuman tulus milik Mahes, menjadi sesuatu yang Gia cari selama ini.
Entahlah, hanya dengan memandangi Mahes, Gia sudah cukup bahagia.
"Bengong mulu. Mikirin apa, sih?" Mahes menyadarkan lamunan Gia dengan melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu. Membuat Gia sedikit mengerjap karena terkejut.
Gia tersenyum kecil, sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Eng--enggak, Mahes."
Kembali lagi pada rutinitas yang seharusnya terjadi. Mahes dan Starbucks Petamburan memang begitu lekat. Ia menghabiskan sisa harinya di sini, bersama dengan kerlap-kerlip malam milik Jakarta. Tak ketinggalan, Gianina ikut meramaikan penghujung hari Mahes. Menghampiri laki-laki tersebut tanpa kenal rasa bosan.
![](https://img.wattpad.com/cover/264025753-288-k761754.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit [Revisi]
Teen Fiction"Gue pernah baca qoutes dari penyanyi terkenal di Korea." Di atas atap rumah keluarga Smith, Gianina dan Mahesvara duduk berdampingan. Memandangi ribuan bintang yang malam ini menghiasi angkasa milik Jakarta. Gianina mencondongkan tubuhnya ke arah M...