Keping Kedelapan: Nasi Goreng Surabaya

58 22 10
                                    

KAGET TIBA-TIBA TEMBUS 100 VOTE UWAAAAA! TERIMA KASIH UDAH MAU IKUTIN CERITANYA MAHES SAMA GIA! ILY! 

Sebagai hadiah, nih aku kasih yang manis-manis biar Minggunya seruu hahahah. Selamat berfantasi!


Nasi goreng surabaya. Lebih lengkapnya, nasi goreng surabaya bang Rudi. Nasi goreng keramat yang selalu ramai dikunjungi kapanpun. Apalagi jika malam semakin semarak, nasi goreng milik bang Rudi akan dikerebungi banyak pembeli seperti halnya semut mengerubungi gula.

Berawal dari ajakan Vincent, Mahes menjadi jatuh cinta pada nasi goreng surabaya ini. Kalau dijabarkan secara gamblang, hampir setiap minggu, Mahes akan menyempatkan waktu untuk datang ke sana dan memesan dua porsi nasi goreng serta telur mata sapi di atasnya.

Sampai hari ini, Mahes bahkan selalu penasaran, resep rahasia apa yang dipakai oleh bang Rudi sampai-sampai nasi gorengnya terasa begitu nikmat. Saking penasarannya, Mahes sering mendekat ke arah gerobak bang Rudi, ketika laki- laki berumur tiga puluh tahun itu memasak nasi goreng pesanannya. Terkadang sedikit bertanya juga, bahan apa yang sedang dimasukkan.

"Itu apaan, Bang?" tanya Mahes sembari menunggu di dekat gerobak. Setelah mengunci Gia di dalam mobil--Untuk keamanan, Mahes bukan predator--Mahes keluar untuk memesan dua porsi nasi goreng surabaya. Sengaja mengajak Gianina untuk makan di mobil saja karena keadaan di sana sedang tidak kondusif.

Pelanggannya ramai. Bahkan duduknya pun saling dempet tak kenal jarak. Mahes memang sudah biasa dengan hal itu, tetapi tidak dengan Gia. Laki-laki itu yakin seratus persen, Gia tidak pernah makan di tempat seperti ini. Entah karena tidak suka, ataupun tidak bisa.

"Kecap enggres," jawab bang Rudi seadanya, sembari membasuh keringat di sekitar dahi dengan handuk merah yang sejak sore bertengger di lehernya.

"Inggris, Bang."

"Iya, kecap enggres."

"Yaudah, Bang. Enggres." Mahes memutuskan untuk mengalah. Walaupun masih tertawa kecil karena percakapan tidak penting tadi, Mahes tetap memperhatikan bagaimana proses memasak nasi goreng yang enaknya tiada tara ini.

"Kalau yang itu apa, tuh?"

Bang Rudi menatap Mahes dengan ekspresi datar, lalu mengangkat piring plastik berwarna merah mudanya ke depan wajah Mahes. "Yang bener aja lu enggak tau. Nasi, Bos. Nasi."

"Ya, kan, siapa tau situ lupa. Main asal masuk-masukin aja, tapi nggak inget namanya."

Percakapan seperti itu masih terus berlanjut, sampai akhirnya bang Rudi berhasil menyajikan dua porsi nasi goreng untuk Mahes dan Gia. Nasi goreng yang sedikit pedas milik Mahes, sedangkan yang tidak milik Gia.

"Lain kali lu di mobil aja, dah, Bos. Gua yang anterin ke sana. Bawel bener nanya mulu. Mau bantuin gua jualan lu?"

Mahes tertawa cukup keras, setelah itu merogoh dompet untuk mengambil uang lima puluh ribu untuk bang Rudi. "Nih, nggak usah kembali. Anggap aja bayar jasa jawab pertanyaan saya selama Abang masak."

Ia berjalan menuju ke mobil dengan dua piring nasi goreng di tangan. Meninggalkan bang Rudi yang tersenyum lebar sembari berteriak sedikit keras. "Lain kali kalau mau nanya, sok nanya aja, ya, Bos! Kagak usah sungkan ama gua!"

***

Gia sedikit tersentak, ketika Mahes tiba-tiba mengetuk kaca jendela mobil. Dengan cepat, ia membuka kaca jendela tersebut dan mengambil alih dua piring nasi goreng dari tangan Mahes.

"Ngelamunin apa, sih? Piringnya sampe gue taruh di atas kap mobil dulu, lho," dumel Mahes setelah masuk ke dalam mobil. Ia sedikit berkaca. Membenarkan rambut kecoklatannya yang berantakan dengan tangan kanan. Selanjutnya, Mahes sedikit menurunkan suhu pendingin udara di mobilnya karena malam ini ternyata cukup dingin.

Merakit [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang