Selamat datang di keping kelima!
Sebelum mulai kepoin Mahes dan Gia, klik dulu yuk tombol bintang di pojok kiri. Bantuin Mahes dan Gia supaya bisa cepetan happy ending nih.Selamat berfantasi!
-Celeng Vocado-
Jalanan Jakarta memang dasarnya tidak pernah mati. Semakin malam, maraknya semakin besar. Memenuhi setiap ruang yang kosong dengan kebisingan. Tidak membiarkan satu tempat pun dihantui sepi. Jakarta, dengan berbagai macam bentuk kendaraan dan manusianya, akan selalu ramai walaupun hari sudah hampir terlelap.
Ketika lalu lalang kendaraan memenuhi jalanan, Mahes disibukan dengan mesin-mesin kopi dan pesanan dari pelanggan. Dengan celemek berwarna hijau yang sangat khas, Mahes terlihat begitu telaten dalam melakukan setiap pekerjaannya. Menaruh kopi di dalam mesin, membungkus beberapa pesanan take away, dan membersihkan meja.
Semua dilakukan Mahes dengan penuh kesabaran dan ketekunan.
Di tengah kegiatan Mahes membersihkan salah satu meja, jam tangan bergambar buah apel yang melingkat manis di tangan kanannya berbunyi. Mahes melirik jamnya sekilas, lalu berdecak penuh kekesalan.
Waktu menunjukan pukul delapan malam. Pas. Tidak kurang, bahkan tidak lebih. Dalam hati, Mahes merapalkan seribu satu doa supaya gadis itu tidak datang, setidaknya untuk hari ini. Sembari mengelap meja, Mahes memejamkan mata berdoa berulang kali.
Semenjak kejadian enam bulan lalu, dimana Mahes menolak untuk menerima lukisan dari Gianina dan sempat meminta maaf untuk hal itu, hubungan pertemanan mereka semakin abstrak.
Mahes perlahan- lahan memang luluh, tetapi sikap galak dan acuh nyatanya masih melekat dalam diri laki-laki itu. Sedangkan Gianina, memutuskan untuk melanjutkan aksinya tanpa ragu. Melihat sikap Mahes yang cenderung labil, membuat Gia semakin bergerak lebih jauh.
Terkadang, Mahes memang merindukan sosok bertubuh mungil yang menyebalkan itu. Merasa sedikit penuh ketika melihat kehadiran Gia, tepat pukul delapan malam, di tempat bekerja paruh waktunya. Namun terkadang pula, ia merasa muak minta ampun dengan sikap Gia. Merasa membutuhkan waktu istirahat. Mengumpulkan stok sabar lebih banyak untuk Gianina Smith.
Waktu istirahat yang Mahesvara maksud adalah hari ini. Kamis malam, di mana Mahes ingin bekerja dengan damai tanpa celotehan beruntun dari gadis bermarga Smith itu. Cukup sudah enam bulan dihantui oleh Anabelle jadi-jadian seperti Gianina. Mahes rasanya ingin pensiun.
Namun sepertinya, Dewi Fortuna tidak sedang berpihak pada Mahes. Dua puluh detik setelah alarm pada jam tangannya berbunyi, ada seorang perempuan muda yang masuk ke dalam Starbucks dengan wajah ceria.
Bohong kalau Mahes tidak lihat. Sedaritadi, laki-laki itu selalu mengarahkan pandangannya pada pintu masuk. Berjaga- jaga jika gadis itu datang sewaktu-waktu. Dan ketika hal itu terjadi, Mahes akan melakukan hal seperti sekarang ini. Menundukan wajahnya dan berpura- pura sibuk membersihkan meja.
Mulutnya berkali-kali mengucap doa agar gadis itu tidak menemukannya. Ayolah, Mahes ingin tenang sekali saja dalam menjalani pekerjaannya sebagai seorang barista.
Dengan balutan kaus putih polos sepanjang dengkul dan sendal bulu-bulu hitam, Gia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut Starbucks. Ia gelisah, ketika melihat bukan Mahes yang berjaga di kasir pada hari ini. Sejak datang, Gia hanya berdiri di dekat pintu masuk dan berusaha mencari keberadaan Mahes.
Walaupun ragu, Gia berusaha untuk bertanya pada salah satu teman kerja Mahes yang sedang menyapu lantai. Wajahnya baru terlihat sekitar dua minggu yang lalu, cukup asing di mata Gia. Sepertinya, perempuan berambut hitam pekat ini baru saja memulai karirnya menjadi seorang barista di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit [Revisi]
Novela Juvenil"Gue pernah baca qoutes dari penyanyi terkenal di Korea." Di atas atap rumah keluarga Smith, Gianina dan Mahesvara duduk berdampingan. Memandangi ribuan bintang yang malam ini menghiasi angkasa milik Jakarta. Gianina mencondongkan tubuhnya ke arah M...