Keping Ketiga belas: Pagi Dari Petamburan

42 14 14
                                    

Seperti biasa, yuk mewarnai duluuuu. Bintangnya diwarnain, baru lanjut baca ya!

Selamat berfantasi!


Angkasa milik Petamburan terlihat begitu cerah pagi ini. Terang benderang tak kenal ampun, menyengat kulit manusia-manusia yang sedang berbaur dengan alam untuk menjalankan kewajiban mereka masing-masing. Berlalu lalang dan terlihat padat, memenuhi jalanan yang masih terlihat bersih dari kemacetan.

Kamis pagi di Petamburan, ramai dengan aktivitas manusia yang beragam bentuknya.

Semua memang terlihat sibuk, tetapi tidak dengan Mahesvara. Laki-laki ini masih menggulung dirinya di dalam selimut, membiarkan dirinya dikuasai oleh kantuk, menutup mata rapat-rapat seakan melihat merupakan hal yang sedang tidak ingin ia lakukan saat ini. Mahes tenggelam dalam mimpi, enggan untuk bangkit dan beraktivitas karena memang tidak ada yang begitu penting hari ini.

Entah apa yang terjadi, dosen hukum Internasionalnya pagi ini membatalkan kelas secara tiba-tiba. Kalau menurut penjelasan beliau, ada kendala yang terjadi di tempat tinggalnya sehingga ia tidak bisa pergi ke kampus. Namun, menurut Mahes, alasan yang diberikan oleh sang dosen tidak lebih baik dari bualan. Saking seringnya sang dosen membolos untuk mengajar, Mahes akhirnya memberikan sebuah julukan untuk beliau.

Jaka sembung bawa golok.

"Pak Jaka Pak Jaka. Udah tua tapi masih suka bohong. Kuburannya sempit tau rasa," cibir Mahes ketika membaca grup jurusannya tadi pagi. Setelah itu, ia melempar ponsel asal ke atas tempat tidur dan kembali mengurung diri di dalam selimut. Melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda.

Kosongnya kelas pagi ini membuat Mahes memutuskan untuk rebahan sampai siang. Enggan mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, walaupun sekadar untuk mengambil minum ataupun mandi. Persetan dengan orang-orang yang mengatakan bahwa bangun pagi itu pangkal rajin, Mahes hanya mau menikmati indahnya pulau kapuk hari ini.

Saat pikirannya asik berimajinasi dengan adegan-adegan laga di dalam mimpi, Mahes dikejutkan dengan suara ketukan pada pintu kos. Tubuhnya sampai terkejut karena ketukan yang datang secara tiba-tiba itu. 

Mahes mengusap wajahnya dan menyugar rambut ke belakang. Ia mengernyit dengan batin yang sibuk bertanya, siapakah makhluk gila yang berani mengganggu paginya kali ini.

Dengan langkah malas, Mahes berjalan tak semangat menuju pintu kos. Ketika mendengar suara ketukan untuk kesekian kali, Mahes memutar matanya malas sembari berucap, "Sabar, anjrit! Gue jalan pake kaki bukan pake skuter."

Masih dengan gerakan malas, Mahes membuka pintu kosnya pelan. Bersiap untuk mengumpat pada siapapun yang datang menghampirinya saat ini. Mahes harus memberi pelajaran pada makhluk kurang ajar itu karena sudah mengganggu tidur berkualitas yang jarang sekali bisa ia dapatkan.

Namun, semuanya seakan sirna di telan realita, ketika Mahes menemukan Gianina Smith tersenyum lebar di hadapannya saat ini. Dengan balutan baju berwarna putih yang cantik dan celana jeans hitam, Gianina melambaikan tangannya dengan ceria di depan Mahes yang masih sangat mengantuk.

"Pagi, Mahes!" sapanya kelewat gembira.

Mahes menghembuskan napasnya sedikit keras. Menyugar rambutnya lagi dan menatap Gia dengan pandangan jengkel. "Gi. Liat jam dulu coba sekarang."

Gia mengernyit heran. Tangannya merogoh tote bag, berusaha untuk mencari ponsel. Menuruti ucapan Mahes untuk melihat pukul berapakah saat ini. Saat berhasil menemukannya, senyum Gia kembali terbit. "Jam sebelas lewat tiga puluh, Mahes."

Merakit [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang