Keping Keduapuluh Dua: Bisakah Kita Tetap Membasuh?

43 10 3
                                    

RANDOM BANGET SOUNDNYA HAHAHA. Tapi serius, aku pas nulis keping ini beneran dengerin ini terus. Nggak tau kenapa moodnya dapet banget

 Anyway, selamat berfantasi!





Ada sebuah pepatah indah yang mengatakan bahwa dibalik pengelakan, ada cinta yang tersembunyi. Ketika pepatah tersebut berlalu-lalang dalam benak Mahes saat ini, ia sepenuhnya setuju tanpa banyak alasan lagi.

Kala mobilnya terpaksa berhenti di lampu merah, pepatah yang bilang kalau penyesalan selalu datang terakhir karena kalau di awal namanya pendaftaran, kembali Mahes akui. Ia berulang kali mengumpat pada diri sendiri, merutuki kebodohan yang ia lakukan tiga hari lalu.

Di tengah lampu merah milik Menteng, Mahes mengetukkan jari telunjuknya dengan gerakan beruntun pada kemudi. Tidak sabar menunggu warna merah berubah menjadi hijau. Tidak sabar untuk bertemu dengan Gianina Smith dan memperbaiki patahan yang sempat ia ciptakan.

Lampu yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Warna hijau terlihat cerah, menggantikan merah dalam hitungan 40 detik. Sembari sedikit emosi, Mahes mengomel pada mobil di depannya yang berjalan terlalu pelan karena menghambatnya untuk melaju. "Gece bisa nggak, sih? Woi! Avanza merah maroon!"

Panik, tidak sabar, takut, dan sedikit semangat memenuhi batin Mahesvara dengan penuh. Laki-laki dengan kulit sawo matang ini terlihat terburu-buru mengemudikan Hyundai Tucsonnya. Menulikan telinga dari klakson mobil ataupun kendaraan lain yang terganggu dengan kecepatan lajunya. Persetan dengan itu, Mahes hanya mau cepat-cepat sampai ke sana.

Ke tempat temannya.

Fokus Mahes memang pada jalanan, tetapi benaknya tidak pernah bisa lepas dari Gia. Gadis aneh yang menyebalkan di matanya itu, nyatanya begitu ia rindukan saat ini. Bagaimana cara Gia tersenyum, tertawa, bahkan merengek, Mahes merindukannya.

Andai waktu bisa terulang, Mahes ingin sekali menarik kata-kata kelewat jahatnya tiga hari lalu. Perihal ketulusan pura-pura yang ia tunjukan di awal, perihal lelah karena selalu dijadikan tempat bersandar oleh Gia, perihal apapun yang ia ucapkan saat itu, Mahes benar-benar menyesalinya.

Sejak awal, Mahes tidak pernah menaruh ekspektasi apapun ketika mengiyakan permintaan Gia untuk menjalin tali pertemanan. Tidak ada benci ataupun terpaksa. Tidak ada perasaan yang begitu signifikan, Mahes hanya turut serta ke dalam semua ajakan gadis lugu itu.

Sampai pada satu titik, tepatnya ketika Gia berkunjung ke kos miliknya untuk pertama kali dan berakhir dengan makan nasi goreng bersama, Mahes punya rasa yang baru. Rasa yang dulunya terkubur mati dan tidak pernah dijumpai lagi.

Hangat. 

Rasanya tidak pernah berubah sampai detik ini. Bahkan, lama pertemanan yang mereka jalani membuat hangat dalam hati Mahes kian tumbuh dan membesar.

Setelah menempuh perjalanan yang tidak cukup lama, mobil Mahes akhirnya sampai di depan rumah megah milik keluarga Smith. Saking terlalu seringnya Mahes mengantar ataupun menjemput Gia, Pak Ucup sampai hafal betul mobil kepunyaan Mahes. Oleh karena itu, Pak Ucup langsung membukakan pagar rumah untuk Mahes tanpa perlu diminta lagi. Mempersilakan Mahes untuk masuk lebih jauh ke dalam rumah majikannya.

Hyundai Tucson Mahes berhasil terparkir dengan sempurna di pekarangan rumah Gia. Dengan terburu-buru, ia turun dan berjalan cepat ke arah pintu rumah Gia. Tepat di belakangnya, Pak Ucup mengikuti. Pria dengan pentungan di ketiaknya itu terus merapalkan kata-kata yang semakin membuat batin Mahes buncah tak keruan.

Merakit [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang