MEWARNAI MEWARNAI MEWARNAI! POJOK KIRI BAWAH HAYO!
Selamat berfantasi!Dengan terburu-buru, Mahes melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah. Tempat yang selalu memberikan hangat dan semangat ini seketika berubah. Bukannya hangat yang hari ini terlukis di sana, melainkan marah dan kecewa.
Selama menjadi seorang kakak, Mahes tidak pernah merasa gagal seperti ini. Walaupun perannya tidak cukup besar, tetapi Mahes berusaha untuk menjadi contoh terbaik bagi adik-adiknya. Menjalankan perannya dengan sempurna supaya Harsa dan Rani tidak salah jalan. Mahes mau menjadi kakak yang hebat. Menjadi sulung yang berhasil untuk keluarganya.
Namun, hari ini, Mahes seakan tidak bisa membanggakan posisinya sebagai anak tertua lagi. Merasa gagal karena membiarkan Harsa tersesat. Terlalu memaklumi apapun yang adiknya itu lakukan, sampai-sampai terlambat untuk mengambil langkah lebih jauh.
Terlambat menarik Harsa untuk kembali menghangat seperti dulu, sebelum Akpol dan kesuksesan berhasil ada dalam genggamannya.
Ketika kedua tungkai Mahes sampai di ruang tamu, matanya mendadak memerah. Melihat bagaimana Harsa mondar-mandir masuk dan keluar dari kamar, sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, dan mengabaikan panggilan dari Ayu, membuat darah Mahes mendidih luar biasa.
Dengan kedua tangan yang terkepal sempurna, Mahes melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah Harsa.
"Mau kemana?" Satu pertanyaan singkat dari Mahes, sama sekali tidak didengar oleh Harsa. Laki-laki berbadan kekar dan tinggi itu masih sibuk mengemas baju-bajunya ke dalam tas. Melihat hal itu, Mahes memutar matanya jengkel.
Kala Harsa ingin kembali untuk masuk ke dalam kamar, Mahes menahan pundaknya cukup keras. Ia bertanya dengan penuh penekanan. Membiarkan amarahnya meluap satu demi satu. "Mau kemana, Madaharsa? Punya mulut, kan, lo? Jawab gue."
Harsa menghela napas, lalu menatap manik sang kakak dengan santai. "Gue mau ke Jogja. Liburan sekaligus reuni sama temen-temen SMA."
"Terus? Buat apa balik ke sini? Mau bikin Mama makin sedih sama kelakuan nggak jelas lo?"
Perkataan Mahes tadi sedikit menimbulkan pertanyaan dan terasa mengganjal dalam benak Harsa. Ia mengerutkan dahinya dan kembali berucap, "Mas, apaan, sih? Gue balik buat ngambil seragam sama baju-baju lain. Jangan bikin mood gue ancur bisa, kan?"
Tepat di dekat mereka, Ayu dan Rani memperhatikan dengan perasaan gusar. Terlebih lagi Ayu. Wanita ringkih itu terlihat khawatir melihat kedua putranya saat ini. Membuat Rani tergerak untuk memeluk pundak Ayu dengan tangan kanannya untuk menenangkan sang ibu.
Daksa Harsa kembali bergerak untuk masuk ke dalam kamar, tetapi Mahes menarik kerah baju adiknya itu dengan kasar.
"Astaga, Mas! Mas, udah, Mas! Mama mohon jangan kasar sama adiknya!"
Mahes menghiraukan teguran Ayu. Ia menatap lekat netra milik Harsa dengan tajam. Menyiratkan rasa marah pada adik laki-lakinya ini tanpa bisa ditahan lagi. "Kemana aja lo selama ini? Hampir dua tahun nggak pernah inget balik! Sekalinya balik, langsung mau kabur dan liburan sama temen-temen lo yang nggak bener itu! Mikir, Harsa! Mikir! Papa biayain lo tes dan sekolah bukan buat jauh sama keluarga!"
"Gue cuman mau liburan, Mas! Lagian kenapa nungguin gue, sih?! Gue balik pun nggak ada pengaruhnya juga buat lo! Nggak usah repot, lah!"
Amarah Mahes sampai pada puncaknya. Tanpa ragu, ia melayangkan satu tonjokan keras pada rahang Harsa. Membiarkan adiknya itu tersungkur ke lantai dan mengaduh dalam diam. Tidak ada belas kasihan lagi saat ini, kesabaran Mahes sudah sampai pada kesudahannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit [Revisi]
Teen Fiction"Gue pernah baca qoutes dari penyanyi terkenal di Korea." Di atas atap rumah keluarga Smith, Gianina dan Mahesvara duduk berdampingan. Memandangi ribuan bintang yang malam ini menghiasi angkasa milik Jakarta. Gianina mencondongkan tubuhnya ke arah M...