Kenalan Lama Part 2

35 4 0
                                    

Aku dengan enggannya berdiri di depan bukaan hutan, menunggu Saka yang bersiap dengan semangat untuk memasuki hutan belukar bersamaku. Ini pertama kalinya Saka akan berburu, bahkan pertama kalinya dia akan masuk ke pepohonan-pepohonan ini. Aneh juga Ibu menyuruh Saka berburu denganku, ia masih terlalu muda dibandingkan saat aku pertama kali dulu.

"Woi buruann keburu malem!" Aku menyahut ke arah rumah, yang dibalas dengan Saka mulai berlari dengan giginya terpampang lebar.

Melihat Saka yang sudah mendekat aku berbalik badan dan mulai berjalan ke dalam hutan, adikku menyusul dan berjalan di sampingku seketika. "Kenapa lu senyum-senyum?" kataku ke Saka yang masih tersenyum lebar.

"Ehe... Gapapa." jawabnya, kegirangan Saka memancari dedaunan sekitar.

Kami berjalan semakin dalam ke hutan rimba. Masih perlu beberapa ratus meter lagi ke dalam sampai kami bisa menemukan hewan liar apapun. Sementara itu aku dan Saka terus berjalan di jalur yang secara alami terbentuk, dari bertahun-tahun kerjaanku berburu.

"Sak dengerin ya," kataku sambil menunduk menghindari badan pohon yang tumbang menghalangi jalur. "Hari ini abang cuman bakal ngajarin yang gampang-gampang aja ya. Jadi kamu dengerin yang bener, dan perhatiin abang ngapain, dan jangan ngalangin."

"Tapi nanti kalo ada rusa Saka yang manah 'kan?"

"Enak aja. Ga ada. Abang bilang 'kan tonton aja. Kayak bakal kuat aja kamu narik busur Abang."

Saka melihat busur dan kemudian ke arahku dengan pandangan kecewa. "Yaelah gaseru dong."

Aku membalas pandangannya dengan tatapan jengkel. "Weh, yaudah sana pulang aja. Tinggal jalan ikutin jalur, mumpung belom jauh."

"Ehehehe. Iya, iya ampun." Mata Saka tersenyum.

Semakin dalam kami berjalan, bayangan dedaunan dari atas juga semakin tebal. Begitu pula dengan semak-semak belukar yang mulai menutupi jalan kami. Aku menarik keluar golokku dari sarungnya yang terikat di pinggang, dan mulai menebas rerumputan gajah di hadapan kami.

"Saka, ini Abang ngomong serius. Abang tau kamu semangat, tapi jangan terlalu seneng terus main-main ya. Ini alam liar, bukan halaman depan rumah. Kalo kamu kenapa-napa nanti Abang yang disepak Ibu." Aku kini berbicara serius, sambil membersihkan jalan dari ilalang dan semak belukar.

Saka mengiyakan omonganku, tidak seperti sebelumnya ia sekarang membalas kalimatku dengan serius. Saka memang kadang berlagak seperti anak kecil yang menyebalkan pada umumnya, tapi harus kuakui dia sangat mahir memahami situasi. Ia paham betul ketika aku, Kakak atau Ibu menceramahinya dengan segala keseriusan. Mungkin pada aspek itu, Saka lebih dewasa daripada yang aku kira.

"Bang ini udah sampe belom sih?"

Mungkin juga engga.

~~

Kami telah sampai di kedalaman hutan, area tempat aku biasa mencari mangsa. Berbeda dengan area sekitar tempat tinggal kami, hewan-hewan di sini berlimpah dari rusa, kelinci, kancil, burung gemak, dan terkadang babi hutan. Begitu pula dengan pepohonan yang bisa diambil buah-buahannya. Selagi mencari jejak-jejak makan malam kami, aku mendikte satu persatu dedaunan, jamur, buah dan berbagai macam tetumbuhan sampai serangga yang bisa kita ambil dan yang tidak ke Saka. Ia memperhatikan dengan serius, berusaha keras mengingat semua nama-nama makanan yang selama ini ia kudap tanpa pikir panjang. Ada untungnya juga Ibu menyuruhku membawa Saka, aku jadi ada kaki tangan untuk memanjat-manjat pohon. Kebetulan Saka doyan dan mahir memanjat pohon, tak ada salahnya juga 'kan tenaga semangat muda bocah ini aku manfaatkan? Hahaha.

Selagi Saka turun dari pohon dengan buah-buah kepayang di tangannya, aku menemukan jatuhan limbah kelinci. Aku menoleh ke Saka yang sedang menaruh bebuahan tangkapannya ke tasku yang kini ia topang. Aku mengacungkan telunjukku di depan bibir, mengisyaratkan Saka untuk tidak menghasilkan suara apapun.

ArranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang