Kampung Apung Part 1

13 3 0
                                    

Dibuang!? Sialan! 

Aku meronta sebisaku. Tetapi mereka sangat pandai mengikat tubuh orang. Mulutku dibungkam dengan kain, sebuah tali tebal membalut lengan atasku ke badan, pergelangan tangan dan kakiku juga diikat dengan sangat kencang. Ketiga penculik ini tak bereaksi sedikit pun melihat diriku yang berusaha melepaskan ikatan. Seakan mereka percaya diri kalau aku tak akan berhasil. Tapi memang geliutku bahkan tidak menggoyangkan perahu kecil ini. Tentu mereka tidak khawatir melihat perlawanan kecilku.

Lelaki berambut klimis yang menodong pisau di depanku melirik Kak Mia, yang masih tak sadarkan diri di samping. Ia berdiri dan bergerak ke arahnya. "Yang cewek dulu kali ya. Mumpung belom bangun." ucapnya.

Darahku terasa mengumpul di benak. Kurang ajar! Perlawananku semakin kencang. Seluruh tenaga kucurahkan untuk lepas dari ikatan ini.

"Kenapa sih? Pacarlu ya ini?" kata lelaki itu, melihatku menggeliat di lantai perahu.

Kain yang menutup mulutku melemas dan merosot ke leher. "KAKAK GUA ITU BANGSAT! JANGAN MACEM-MACEM LU!!" teriakku dengan seluruh tenaga dari tubuh.

Alis lelaki tersebut melancip. "Kasar juga tuh mulut! Emang pengen gua lempar lu ya!"

"Alvi!" Perempuan bergolok panjang akhirnya membuka mulut. Ia menatap laki-laki kurus dengan tajam.

Lelaki tersebut bungkam. Ia hanya menatapku dengan pedas dan kembali ke posisinya tadi sebelum menodongku dengan pisau. "Cih" celetuk mulutnya. Ia duduk di samping perempuan berambut pendek seleher, paras mereka mirip.

Perempuan galak itu lanjut mendayung. "Iva bener, bukan keputusan kita. Harus kita bawa ke Pak Teguh."

Laki-laki kurus itu tertawa tipis. "Yaelah. Kalo yang ngelakuin elu pasti dimaklum-maklumin aja kali Ra!"

"Aterra juga gak bisa asal kali Vi." Balas perempuan berambut pendek. Suaranya lebih lembut dibanding dua orang lainnya.

"Gak bisa bego gitu Vi. Mau gak mau harus kita bawa ke Kampung." lanjut si perempuan galak.

"Bawa kemana!?" ujarku setelah mendengar rencana mereka. "Gua gak tau lu siapa, tapi gua sama Kakak harus pulang sekarang! Ibu sama ade kita sendirian di rumah!" Aku tak bisa kabur dengan paksa dari sini. Mungkin mereka akan mendengarkan kalau kujelaskan dengan baik.

Mereka melihat satu sama lain.

"Va. Tutup lagi mulutnya." perintah si perempuan bergolok.

Si perempuan berambut pendek menghampiriku. Ia mengambil kain di leherku dan hendak membungkamku lagi.

"At-tera!" sahutku, sebelum ikatan mulutku dikencangkan. Ketiga orang tersebut diam. Ternyata benar, itu nama perempuan galak tersebut. "Lu tadi nyelamatin gua sama kakak gua! Gua juga nyelamatin lu dari macan tadi! Tolong, kita gak bisa makin jauh dari rumah!"

"Va buruan tutup mulutnya." jawab perempuan itu, tak menghiraukan perkataanku.

"Maaf..." ucap perempuan di depanku sambil mengikat mulutku dengan kencang.

"Udah sohib lu sama dia Ra?" ucap laki-laki kurus sambil tertawa. Yang kemudian hanya dibalas dengan tatapan jengkel dari Aterra.

Aterra menatapku sinis. "Lu gak nyelamatin gua dari apa-apa. Yang ada lu malah hampir ngebunuh Malam." Ia menengok ke gumpalan hitam yang berada di salah satu ujung perahu.

Begitu melihatnya, bulu kudukku kembali berdiri. Gumpalan hitam itu tidak lain adalah seekor macan hitam yang tertidur. Macan hitam sama yang sebelumnya bertarung denganku di dalam gua setelah beruang besar itu mati. Kenapa macan itu ada di sini!?

ArranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang