Tatapan dalam ke mata tak bernyawa makhluk buas ini membangkitkan ingatan. Aku terjatuh dari tebing, diserang seekor harimau. Ia melompat menerkam tanpa melihat aku berdiri di ujung tebing. Sepertinya kami jatuh berdua, berguling bersama sampai dasar jurang. Tidak ada alasan yang lebih masuk akal dari itu. Karena hewan ini sekarang menindih badanku yang terlentang tanpa rasa.
Harimau yang menibanku terasa lebih berat dari berat bumi. Ditambah rasa sakit yang menghantam dengan kuat, macan ini serasa meremukkan. Aku tak bisa menggerakkan apapun karena beban di atasku ini, tangan dan kaki terus menolak perintah. Namun, aku tak bisa diam di bawah hewan ini. Melihat warnanya saja membuat kaki lemas. Entah karena lorengnya, atau karena darah yang tanpa henti mengucur dari tubuhku.
Seluruh tenaga yang dapat kukumpulkan kukerahkan. Di setiap gerakan dan usaha untuk melepaskan diri dari tindihan, secercah teriakan kulempar. Mungkin karena darah dan keringat yang melapisi kaki dan tanganku, tapi entah mengapa aku berhasil melepaskan diri dari tindihan hewan ini. Tentunya tidak tanpa rasa sakit yang menyertai.
Kalau tidak karena pedih di seluruh badan, aku pasti sudah melarikan diri dari mayat harimau ini. Tapi aku terpaku ke tanah, oleh rasa sakit. Tangan dan kaki kanan tak bisa kurasakan. Kepalaku seakan terbelah dua. Dunia berputar tanpa henti. Aku masih terbaring di tanah, kali ini mengambil napas dengan benar dengan hilangnya beban ratusan kilo dari badan.
Aku tak tahu apa yang kulakukan hari ini sampai alam semesta menyelamatkanku dari ajal. Kenapa aku selamat? Bagaimana harimau ini mati? Tak mungkin badanku lebih kuat menahan jatuh daripada gumpalan otot yang berbaring di kolam darah ini.
"Darah?" Aku memindai badanku. Tubuhku penuh luka. Dari kepala yang bocor, luka sayatan, cakaran macan di punggung, dan kaki tangan kanan yang sakit sampai tak berasa, sepertinya satu-satunya alasan aku masih hidup hanyalah doa Ibu. Lukaku yang terdalam ada di punggung, tapi tidak ada yang mengalirkan darah sampai bisa menggenang. Darah yang membalut di badanku pun sama, bukan milikku.
Dengan kepala yang masih penuh ngilu, aku melihat jasad harimau di depanku. Ternyata penyebab kematiannya lebih jelas daripada matahari di langit. Golokku menancap dalam di tubuhnya.
Aku tak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya senjataku menikam harimau itu sebelum kami jatuh. Ditambah dengan perjalanan dari atas ke bawah yang terjal, sekarang aku mengerti kenapa ia tidak lagi bergerak. Tak kusangka aku selamat hanya dengan keberuntungan bodoh seperti ini.
Kupikir dengan memastikan kematian pemburuku aku bisa lega. Merayakan kemenanganku melawan raja hutan, walau keluar dengan babak belur. Tapi dengan cedera yang kualami, agak sulit melihat ini seperti kemenangan. Mungkin juga lebih sulit lagi untuk menyeret tubuhku ke rumah. Namun, dengan segala rasa sakit yang ada, kengerian sebenarnya baru mulai terasa ketika aku benar-benar melihat langit di atas. Melihat langit tanpa matahari yang terbingkai.
Aku menelan ludah. Kukira langit di atas berwarna merah karena darahku di mata. Namun, setelah kuusap beberapa kali, mata ini bisa melihat warna langit dengan benar. Jingga, gelap. Matahari sudah jauh di ufuk barat. Beberapa saat lagi bulatnya akan menyentuh cakrawala. Ditambah langit yang tertutupi pepohonan tinggi, gelapnya hutan datang lebih cepat daripada gelapnya langit. Cepat atau lambat aku akan mati di sini.
Sepertinya apa yang mereka katakan benar, rasa takut bisa jadi motivasi terkuat seseorang. Entah apa yang merasukiku, tapi badanku seakan bergerak dengan sendirinya. Bukan berarti nyeri di badanku hilang, lebih tepatnya aku tak peduli sekarang.
Terpincang-pincang, aku mencabut belati yang tertancap di badan harimau. Dibandingkan apa yang akan datang, harimau di depanku terlihat seperti kelinci yang biasa kuburu. Aku harus lari dari tempat ini, kalau aku masih mau bertemu keluargaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arran
AdventureArran tinggal bersama keluarganya di dalam gua. Setiap hari ia harus berburu demi memberi makan keluarganya. Arran, Kak Mia, Saka dan Ibu telah tinggal di gua dalam hutan tersebut selama bertahun-tahun. Namun, rutinitasnya terganggu ketika Arran dan...