Perpisahan Part 2

9 2 2
                                    

Tepat waktu, Malam yang tak kalah ganas, melompat ke arah monster tersebut. Kak Mia terselamat dari cakar siluman Gaung. Sang monster kini bertarung dengan sang kucing besar.

Kak Mia menembak dua anak panah ke monster kedua yang mendekat, memberikannya ruang untuk menghindar dari cabikan.

Para monster yang lain juga mulai melompat, ke setiap orang yang ada di ruangan. Juna dan Bima masing-masing bertarung dengan satu ekor. Satu siluman Gaung juga melompat ke arahku.

Aku berguling ke samping, tipis terhindar dari sergapannya. Dengan cepat aku berdiri kuat, memasang golok di depanku. Keputusan yang tepat, karena sang monster tidak buang waktu. Dari serangannya yang meleset, siluman Gaung itu langsung melompat kembali mengayun-ayunkan cakarnya yang panjang. Aku menghindar sekuat tenaga, membalas dengan ayunan golok yang tidak mendarat karena gerakannya yang begitu lincah. Sang siluman melompat ke belakang, mondar-mandir mengukur gerakanku kembali.

Di sudut mata, bujukan Aterra untuk membangunkan temannya tidak didengar. Nita berteriak keras, kemudian menendang Aterra dengan kuat ke dinding. Serangan itu namun tidak cukup untuk menjatuhkan Aterra yang tangguh. Cakar Nita memotong udara, yang Aterra hindari sambil terus memanggil namanya. Beberapa kali terdengar dentingan nyaring cakar Nita yang tajam dengan golok Aterra.

Kak Mia dan Malam di samping bertarung bersama. Malam di depan, menjaga monster tidak terlalu dekat dengan Kakak. Dari belakangnya, Kak Mia memanah Gaung yang beberapa kali dihindari.

Siluman di depanku kembali menyerang. Ia berlari dengan empat kaki dengan cepat. Usahaku mundur untuk menjaga jarak percuma. Aku menabrak dinding di belakang. Tak ada jalan keluar. Sedikit lengah, sang monster di depan menghunuskan tangan bercakarnya di depan wajahku.

Terlambat sepersekian detik, cakarnya yang tajam menggoresku di pipi kiri. Aku melompat ke kanan, menjauh, dan mengelap darah yang mengalir dari goresan di pipi.

Sang siluman menyeringai lebar, dari telinga ke telinga. Ia merenggangkan jemarinya yang panjang. Bersiap untuk menyerang lagi.

"AAAAAARGH!!!" Dari belakang terdengar teriakan perih Juna. Goloknya terjatuh di lantai. Monster yang menyerangnya telah menanam cakarnya yang panjang ke bahu dan dada kiri Juna, menahannya di lantai gua. Juna mencengkram tangan kiri monster tersebut, menghentikan tikaman untuk yang kedua kali.

"JUNA!" teriak Bima. Ia menunduk dengan cepat, menghindari ayunan cakar siluman. Matanya kembali fokus ke musuh di hadapan. Bima berputar, menghindari serangan kedua. Ia bergerak dengan cepat ke belakang monster dan mengayunkan belati ke punggung musuh yang lengah.

Sabetan Bima sangat dalam. Siluman Gaung terjatuh tak bergerak, tubuhnya terbelah dua. Darah birunya berceceran ke tembok dan lantai.

Bima tidak buang waktu. Ia melesat ke arah temannya yang tertahan di tanah. Ia mengayunkan belatinya lagi, kali ini memenggal leher monster yang menindih Juna. Tangan kuat Bima merobek kulit siluman Gaung dengan mudah. Badan siluman yang kini tak berkepala menimpa Juna yang kesakitan.

Jelmaan Gaung di depanku kembali menyerang. Aku terus menghindar dan menjauhi cakarannya. Semakin lama teriakannya semakin keras, kesal karena tidak juga berhasil membunuhku.

Aku melihat bukaan. Sang monster melompat ke arahku, menjulurkan cakar kirinya ke depan. Aku menjatuhkan diri ke kanan, dan mengayunkan golokku sekuat tenaga. Berat, kulitnya keras. Namun, berkat momentum yang kubuat, belatiku membelah lengannya. Sang siluman berteriak kesakitan, darah birunya menciprat. Aku memberi serangan kedua, menebas badannya. Si monster tak bergerak lagi setelah itu.

Di saat yang sama, Aterra di samping memukul Nita di wajah. "NITA! SADAR!" Ia masih berusaha keras menyadarkan teman baiknya yang berubah menjadi makhluk buas.

ArranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang