Sanksi Part 4

7 2 2
                                    

"Kalau begitu kami pamit dulu, Pak." ucap Aterra.

"Ah sebelum itu. Terima kasih, Pak. Untuk baju pelindungnya kemarin. Nyawa saya tertolong berkat itu." kataku, sebelum pergi keluar kantornya.

"Oh iya? Bagus lah kalau berguna." respon Pak Afan.

"Iya Pak. Membantu banget kemarin." lanjutku.

"Iya. Mana?" Pak Afan menyodorkan tangannya.

"Apa?"

"Baju pelindungnya. Kan dipinjami."

"..." Aku melihat Aterra. "Kita ada urusan lagi 'kan abis ini?" tanyaku ke perempuan itu.

Aterra mengangguk mantap.

"Kalau begitu mari, Pak." Aku mengucapkan kalimat perpisahan terakhir dan pergi keluar kantor.

"Hei! Mana bajunya- Walah gak sopan anak ini." ucap Pak Afan sedikit lantang, terdengar dari luar kantornya.

Memang tidak sopan, tapi mau gimana lagi. Baju pelindungnya hilang entah kemana setelah kami bertarung dengan gaung kemarin.

Aku dan Aterra keluar dari Sektor Besi lebih cekatan dari saat kami masuk. Melewati para pengrajin, aku melihat Kulana, asisten Pak Afan yang dimarahi habis-habisan tadi. Wajahnya penuh gundah sembari mengotak-atik perkakas di meja kerjanya. Kami hanya melewatinya sambil saling balas senyum.

"Sekarang ngapain?" tanyaku ke Aterra sambil berjalan di balkon Sektor Besi.

"Sekarang kita ke Sektor Pantau. Daun Kampung Apung. Ketemu Pasak Daun di sana." jawab Aterra.

"Pasak Daun. Sektor Pantau. Daun Kampung." gumamku.

"Kenapa?"

"Gapapa. Aneh aja nama-namanya."

Aku dan Aterra kemudian membicarakan kampung tempat tinggalnya. Juga membandingkan dengan desa tempatku berasal. Aterra menjelaskan sistem Kampung Apung serta struktur desa ini yang begitu rumit.

Sektor yang kami tuju tidak begitu jauh dari Sektor Besi Pak Afan. Sektor Pantau namanya, dipimpin oleh Pak Jit, sang Pasak Daun. Di sana adalah tempat tinggalnya prajurit Apung berikat kepala hijau. Ikat kepala yang sama dengan yang Alvi si Bajingan kenakan. Mereka bertugas untuk memantau wilayah luar desa, serta menyediakan pangan untuk kampung.

Setiap sektor kampung dipimpin oleh satu petinggi desa yang kutemui di awal hari ini, yang diberi julukan Pasak. Masing-masing memiliki perannya terhadap Kampung Apung yang khas. Seperti Bu Ayu, Pasak Bunga yang menjaga kesehatan Apung. Pak Afan, si paru-paru bolong, beliau adalah Pasak Besi, sektornya tempat tinggal pengrajin dan pembangun desa. Pak Jit, sang Pasak Pantau mengurus perburuan dan pemetaan wilayah di luar kampung. Dan terakhir Bu Sri, si galak Pasak Duri. Sektornya menjaga keamanan desa. Penduduk Sektor Duri adalah manusia-manusia ahli tempur. Aterra dan Bima termasuk salah satu darinya.

Keempat sektor ini menggantung di atas pohon dan mengitari kantor Pak Teguh. Kediaman sang pemimpin kampung merupakan pusat desa, yang dibangun di atas balai desa, tempat para warga melaksanakan acara-acara penting kampung. Posisinya menggantung lebih tinggi ketimbang sektor-sektor yang lain.

Aku membawa pembicaraan ke karakter para Pasak, dari Pak Afan yang candu rokok, Pak Teguh pasak inti yang jahil, sampai Bu Sri yang galaknya tidak terkira-kira.

"Kok lu bisa ngira gua anaknya Bu Sri—Pasak Duri?" tanya Aterra.

"Mmmm... Galaknya mirip." jawabku.

"Hah?" Alis Aterra bertemu.

"Seriusan dia bukan ibulu?" tanyaku lagi, memastikan.

"I-iya! Ngapain juga gua bo'ong."

ArranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang