18

233 36 7
                                    

Hallo guys

Semoga kabar baik ya. Sehat semua. Yang masih berjuang semoga dimudahkan. Pengen curhat banyak meluapkan keluh kesah tapi belum ada orang yang bisa nampung itu karna setiap orang pasti punya problem sendiri hhehe. Masa iya mau egois sendiri kan nggak lucu. Ya kan jadi curhat haha

Oh iya Buat yang udah baca cerita ini I'm so thank u  buat kalian semua yang mau baca cerita gajelas dari aku wkwk. Apalagi yang udah kasih bintangnya ih baik banget si kalian. Udah ah ya kita lanjut ke ceritanya. Bye.....

Typo bertebaran mohon dimaklumi.

****

Tubuhnya mengulet sedangkan tanganya menutupi sinar yang menyilaukan matanya yang belum sempurna terbuka. Jieun tersentak kaget melihat dirinya sudah berada di kamarnya dan tidak mengingat apapun setelah dirinya terlelap di mobil Jk kemarin.

"Argggg." Jieun menggeram frustasi, "Semoga aku tidak menggumamkan hal aneh, jika itu terjadi mau ditaruh mana mukaku ini."

Jieun beranjak dari tempat tidurnya menuju ke lantai bawah untuk mengisi perutnya yang lapar minta di isi. Sambil merenggangkan otot-ototnya Jieun berjalan menuruni anak tangga dan mendengar sedikit percakapan yang kian jelas di telinga Jieun.

"Jieun?"

Suara berat milik ayahnya membuat Jieun membalikan badanya dan melihat sosok Jk yang ternyata tadi sedang berbicara dengan Ayahnya. "Kemarilah! Apa kau akan membiarkan calon tunanganmu ini menunggumu terlalu lama?"

Jieun berjalan malas menuju ruang tamu dimana Ayah dan Jk berada, "Untuk apa kau datang sepagi ini? Memang tidak ada kerjaan?" Jieun tidak peduli betapa kasar ucapanya ini.

"Jieun jaga ucapanmu itu." Tae Ran tiba-tiba muncul dari arah dapur sambil membawa nampan berisi minuman.

"Om dan Tante, aku meminta ijin untuk mengajak Jieun keluar hari ini."

"Tentu saja aku tidak keberatan bawalah gadis ini biar dia tidak mendekam terus di kamarnya." Ucap Lee Jin. Jieun memprotes ucapan ayahnya dengan mengerucutkan bibirnya dan memutar bola mata karena kesal.

"Cepatlah bersiap kasian dia sedari tadi menunggumu bangun." Tae Ran mengelus putrinya dengan lembut. Jieun menuruti perintah ibunya dan lekas bersiap.

***

Di dalam mobil Jieun dan Jk sama sekali tidak bersuara. Jieun lebih memilih mengindahkan pandanganya menatap ke luar kaca mobil. Tampaklah suasana ramai kota seoul. Weekend memang waktu yang sangat pas untuk merefres otak dengan jalan-jalan.

"Apa kau tidak bertanya kita akan pergi kemana?"

Jieun beralih menatap Jk dan menggeleng, "Aku tau kau tidak akan membawaku ke tempat mengerikan lalu membunuhku." Ujar Jieun.

Jk terkekeh sedangkan satu tanganya mengelus pucak kepala Jieun. Gemas. Jk sungguh gemas dengan Jieun dengan tingkahnya yang seakan menjutekinya tapi dia mengerti jika Jieun mempunyai sisi lain dari dirinya itu.

"Terimakasih." Tambah Jieun.

"Untuk?"

"Aku merepotkanmu malam kemarin."

Jk tampak berfikir sejenak kemudian mencetak senyum khasnya, "Tidak masalah, kau calon tunanganku sepertinya itu hal yang seharusnya aku lakukan."

Jieun merasakan pipinya bersemu merah entah mengapa kata tunangan yang keluar dari bibir Jk membuat jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya. Jieun takut jika hatinya sudah jatuh ke dalam pesona pria yang berada di sampingnya.

Setelah menembus keramaian kota seoul mobil Jk kini berhenti di sebuah deretan bangunan yang mewah. Jieun tidak henti-hentinya mengatur detak jantungnya setelah melihat tanganya di genggam erat oleh Jk.

"Bisakah kau melepaskan tanganku." Ujar Jieun menghentikan langkah dia sendiri dan juga Jk.

"Kenapa?"

"Aku merasa tidak nyaman." Jawab Jieun sambil menarik tanganya dari genggaman Jk. Sambil menghembuskan nafas lega karena tanpa ada protes yang keluar dari bibir Jk. "Jangan tersinggung, aku hanya tidak terbiasa dengan suasana sekarang."

Jk mengangkat tanganya yang masih menggengam tangan Jieun lalu berkata "Kau akan terbiasa mulai sekarang."

Jieun merasakan kehangatan dari pria di depanya. Jk seakan membuat Jieun meragukan perasaanya. Jk memang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruangan bernuansa elegan yang tidak lain adalah sebuah restoran cepat saji. Menuju ke sebuah meja yang nampak wanita berkacamata dengan pakaian formalnya. Wanita tersebut menunduk memberikan hormat kepada Jk dan Jieun.

"Apakah kau membawa apa yang aku butuhkan?"

"Sudah, pak. Silahkan dilihat dahulu." Jawab Wanita yang terkesan memberikan pelayanan yang berkualitas.

Seolah tau Jk akan memberikan kepadanya Jieun langsung bersuara, "Aku tidak pandai memilih kau saja yang menentukan." Ujar Jieun menolah halus. Ah sebenarnya dia memang tidak mengerti apapun berkaitan dengan acara pertunangan ataupun pernikahan.

"Baiklah kau bisa pergi. Nanti akan aku hubungi segera." Ujar Jk di sertai anggukan wanita itu. Saat ini tinggal mereka berdua di tempat itu, selain pengunjung lainnya yang tampak jauh dari tempat mereka duduk.

"Bawalah, kau bisa memilihnya nanti dirumah. Apapun yang kau pilih aku menyukainya." Ujar Jk. Haruskah Jieun menolak, tentu saja tidak. Dibawalah buku berbentuk persegi itu di dekapannya. Jk mengetuk meja sekali karena pandangan Jieun entah kemana, "Kau bisa meletakanya dulu di meja kita akan makan siang disini."

Jieun langsung meletakannya di bangku sebelahnya yang kosong, "Aku masih kenyang. Aku akan menunggumu makan siang."

"Kau suka apa? Mau cake atau yang lain aku akan memesankannya untukmu." Tawar Jk pada Jieun.

Jieun menggelengkan kepala, "Aku masih kenyang sungguh."

Refleks Jk langsung berdiri sambil menarik Jieun, "Ayo."

"Bukanya kau mau makan? Aku kan sudah bilang akan menunggumu." Ucap Jieun menahan Jk yang hendak menariknya keluar. Jieun hanya tidak enak hati. Bagaimana jika memang dia belum sarapan sejak pagi. Bukankah terlalu kejam jika hanya karena dirinya menolak untuk makan sehingga Jk memilih pergi.

"Sudah kenyang." Ucap Jk tanpa melihat wajah Jieun. Jieun hanya menurut seperti anjing peliharaan yang di gandeng saat ini.

***

Because I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang