The Moon (Chapter 19: Miyeon's Secret)

31 5 20
                                    

Cho Miyeon menutup pintu apartemennya lalu membalikkan tubuhnya. Gadis itu masih belum beranjak dari posisinya, malahan tubuh gadis itu merosok ke bawah dan duduk bersandar pada pintu di belakang punggungnya. Dia menggigit bibir bawahnya, pikirannya melayang pada kejadian sore tadi. Kenapa? Kenapa setiap kali dia merasakan sakit selalu saja di depan Seongwoo.

Gadis itu memegangi dada kirinya, meremas kemejanya dengan putus asa. Memang seharusnya dari awal Miyeon harus fokus pada dirinya sendiri. Seharusnya dia tidak boleh menyukai orang lain disaat keadaannya saja tidak jelas bagaimana. Cho Miyeon membuka tas kecilnya lalu mengeluarkan botol obatnya. Dipandanginya dua butir obat berwarna putih di dalam botol kecil di tangannya itu. Obat pereda nyerinya sudah hampir habis, dia harus segera beli lagi. Seharusnya Miyeon memeriksakan keadaannya terlebih dahulu sebelum membeli obat pereda nyeri. Tapi mau bagaimana lagi, biaya pemeriksaan cukup besar, belum lagi untuk menebus obatnya, Miyeon tidak sanggup. Dia hanya bisa memberi pereda nyeri saja selama ini.

Lagi-lagi hidup terasa berat bagi Miyeon. Sebelumnya Miyeon sempat berpikir kalau dunia tidak sepenuhnya kejam, tapi di titik ini, Miyeon merasakan itu lagi. Dunia tidak pernah berpihak padanya.

*The Moon*

Sejak kejadian kemarin, Ong Seongwoo masih belum menghubunginya. Percakapan terakhir mereka adalah ketika Seongwoo mendesak Miyeon tentang apa sakit apa yang Miyeon derita. Namun Miyeon tak menjawabnya. Setelah itu Seongwoo tak bersuara sama sekali, hanya nyanyian Lee Hi dari pemutar musik Seongwoo yang terdengar. Suasana menjadi canggung dan dingin. Begitu sampai di depan apartemen Miyeon pun Seongwoo tak berkata apa-apa lagi. Tak ada ucapan sampai jumpa atau gombalan-gombalan lain yang membuat Miyeon kesal.

Bahkan pria itu juga tidak mengiriminya pesan. Miyeon tahu kalau Seongwoo marah, tapi dia masih tidak ingin mengatakan apa yang dia derita. Miyeon tidak ingin Seongwoo menatapnya dengan tatapan sedih atau kasihan, Miyeon tidak mau dikasihani. Dia juga tidak mau merepotkan Seongwoo, karena Miyeon sendiri yakin, jika Seongwoo tahu apa yang Miyeon derita pasti pria itu akan repot sendiri dengan membatasi aktivitas Miyeon dengan alasan agar Miyeon tak mudah lelah. Dan lagi-lagi, Miyeon tidak mau diperlakukan seperti itu, Miyeon ingin seperti manusia lainnya yang normal.

Hari ini Miyeon libur kerja. Rencananya hari ini dia ingin pergi ke rumah abu. Rumah abu merupakan sebuah bangunan yang menyimpan abu-abu hasil kremasi jenazah yang kemudian disimpan di dalam lemari-lemari kecil. Dan sisa abu jenazah Ibu Miyeon berada disana. Miyeon ingin datang  dan bercerita sedikit tentang apa yang dialaminya. Dia rindu Ibu. Biasanya jika Miyeon lelah, Miyeon akan bermanja-manja pada Ibunya. Misalkan saja tiduran di paha Ibunya selagi Ibunya menyulam, lalu mereka akan mengobrol banyak hal hingga lelah itu hilang dengan sendirinya. Sekarang ini ketika Ibunya tidak ada, Miyeon jadi tidak punya tempat untuk mencurahkan apa yang dia rasakan.

Bunga lili sudah di tangan dan Miyeon pun kini sudah berdiri di depan lemari tempat abu Ibunya berada. Miyeon terdiam di tempatnya. Dipandangi figura kecil berisi foto dirinya bersama dengan Ibu. Keduanya tersenyum lebar seolah menjadi sebuah keluarga kecil yang paling bahagia di dunia. Miyeon tersenyum tipis. Dia sedih, tapi entah kenapa dia tidak bisa menangis.

“Ibu, aku datang,” ucap Miyeon pelan. Dia membuka lemari penyimpanan abu itu kemudian menaruh bunga lili yang ia bawa, menggantikan bunga mawar putih yang sudah kering sejak terakhir kali Miyeon menaruhnya. Dia diam sejenak, berdoa di dalam hati agar Ibunya bisa bahagia di surga, selain itu dia juga memohon agar Ibunya bisa datang ke dalam mimpinya sesekali.

Miyeon sebenarnya ingin mengadu kalau dia sedang tidak baik-baik saja, namun dia merasa ragu, sehingga akhirnya dia berkata, “aku baik-baik saja, Ibu,”

Senyum Cho Miyeon terbentuk, “aku makan dengan baik dan aku juga hidup dengan baik. Ibu tidak perlu mengkhawatirkanku,”

Semua beban yang sudah berada di ujung lidahnya, akhirnya dia telan kembali. Dia tidak ingin membuat Ibunya khawatir. Dia tidak bisa bilang kalau dia sedang kesulitan. Dia tidak bisa bilang kalau dia sedang sakit. Dia tidak bisa.

2. The Moon (Wannaone Universe - Ong Seongwoo) (UNCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang