Bagian 13

112 18 0
                                    

Julukan sebagai wanita penolak pria sempat melekat, setidaknya sampai 5 tahun lalu sebelum Jiraiya berhasil menyatakan perasaannya padaku.

Dan kali ini, aku sedang melakukannya pada Tobirama-sensei.

Beberapa detik yang lalu, tepatnya dia baru saja mengutarakan keinginan untuk menjadikanku calon istri, meneruskan mendiang Seira-san yang sekarang sudah tenang di alam sana.

"Menikahlah denganku." Begitulah yang diucapkan sensei sambil meletakan sepiring pasta.

"Maaf sensei, aku masih muda dan jarak umur kita terpaut lumayan jauh. 10 tahun." Aku menjeda.
"Kau akan menjadi kakek-kakek tua saat aku memantapkan hati untuk menikah."

PFFTT!!!

Pria bersurai hitam panjang yang duduk di samping  Tobirama-sensei menahan kegelian tawanya hingga makanan yang berada dimulut  hampir menyembur ke luar.

"Aaaniiikiiii..." Tobirama-sensei melirik ke samping dengan suara rendahnya.

"Maaf-maaf... aku tidak sedang mentertawakanmu. Aku hanya tiba-tiba teringat hal lucu saat berbincang dengan Madara." Ucap pria yang sebelumnya dikenalkan sebagai kakak dari Tobirama-sensei. Namanya Hashirama-san.

Mungkin bermakna sebagai penjembatan yang akan menjembatani kawula tua dan kawula muda ini hingga mendapatkan solusi terbaik untuk masalah yang muncul seperti saat ini.

"Pergilah, aniki! Makan saja di ruang tamu. Biasanya juga kau makan dimana saja seperti kucing." Tobirama-sensei terlihat begitu sangar didepan kakaknya.

Namun Hashirama-san seolah tak peduli dengan hal tersebut dan tetap melanjutkan kegiatan makannya yang sempat tertunda.

"Kau tidak perlu menjawabnya, anak muda." Kali ini Tobirama-sensei bersikap sok tua kepadaku. Yah, pada akhirnya aku ini dianggap anak bawang kemarin sore yang tidak tau apa-apa tentang dunia orang dewasa. Baiklah...

"Memangnya cukup hanya dengan pasta? Kau harus melamarnya dengan cincin berlian, Tobi." Ucapan Hashirama-san membuatku tersedak hingga terbatuk.

" [ name ] ! Kau baik-baik saja?!" Kepanikan yang sangat ketara dari wajah sensei.

Aku mengangkat tangan dan berharap dia tidak terlalu mempedulikanku. Ah- tidak! Aku butuh air!

"Ini, minumlah." Sensei memberikanku segelas air mineral dan mengusap punggungku dengan pelan.
"Makan dengan tenang dan jangan terburu. Aku bisa memasakanmu lagi jika kau masih kurang."

Aku menoleh dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata.

"Kau sampai terharu, ya." Ucapan sensei ku jawab gelengan.

"Aku tidak ingin cincin berlian. Aku hanya ingin lulus dengan nilai sempurna dan bekerja diperusahaan yang ku inginkan..." Mataku yang merah juga bukan karena haru, tapi karena tersedak pasta. Tolong digaris bawahi. Tersedak pasta.

"Aku sudah selesai. Terima kasih makanannya." Hashirama-san beranjak dari duduknya.
"Sebaiknya kalian berbincang dari hati ke hati." Ia menjeda.
"Tobi, [ name ] juga butuh waktu untuk berfikir. Harusnya kau membicarakan hal sensitif ini sebelum kau menyatakannya didepan (makam) Seira." Lagi, dia menjeda.
" [ name ] -chan, adikku ini memang agak keras sifatnya. Kalau kau tidak terlalu menyukai tipe keras kepala seperti Tobi, bagaimana kalau menikah saja denganku." Hashirama-san tersenyum lebar.

PLETAK!

Sensei memukul kakaknya dengan celemek. Membuat pria bersurai hitam kembali melanjutkan langkah sambil mengusap kepala.

"Kau mau kemana dengan tas besar itu?" Sensei menatap curiga pada kakaknya.

Berjalan meraih tas besar yang sudah ia siapkan sebelumnya. "Aku menginap dengan Madara di puncak." Hashirama-san tersenyum lebar.
"Kebetulan, aku juga tidak ingin mengganggu kalian." Melambai pergi meninggalkan diriku dan Tobirama-sensei.

Aku menghela nafas pelan. 'Benarkan... pasti akan jadi seperti ini... betapa canggungnya...'

***

Hashirama: "Menikah denganku saja, [ name ]"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hashirama: "Menikah denganku saja, [ name ]"

Tobirama: "Enak saja!"

HEALERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang