Bagian 14

119 22 1
                                    

"Diluar sedang hujan."

Tidak diberitahu pun aku bisa melihat dengan jelas dari jendela kaca besar di ruang tamu.

"Sensei kan punya mobil, jadi antarkan saja aku pulang." Ucapku dengan penuh harap.

Pria yang kini menarik sebatang rokok dan menyalakannya dengan sebuah korek dihadapanku menyaut. "Kau tidak lihat, aniki pergi? Dia membawa kunci mobil milikku. Satu-satunya mobil yang ku punya." Menghisap rokok dengan santai dan mengepulkan asapnya ke udara.

Detik itu juga aku menutup hidung dengan tangan kanan. "Aku memiliki gangguan pernapasan dan alergi dengan asap rokok."

"Ah..." Tobirama-sensei langsung mematikan puntung rokok dan mengipasi asap yang tersisa agar menjauh dariku.

Dengan cepat ia mengambil pengharum ruangan dan menyemprotkannya banyak-banyak.

"Bagaimana kalau nanti kita menikah, [ name ]? Aku tidak bisa merokok dengan bebas didepanmu..." Ucap sensei dengan cemas.

"Maka dari itu, jangan menikah denganku." Membalas dengan intonasi datar.

Sensei lalu duduk disampingku. Merentangkan tangan kirinya diatas sandaran sofa yang kami duduki.

"Apa selama ini kau hidup dengan melihat bayang-bayang Seira-san dalam diriku?" Aku menoleh ke samping kanan dimana sensei berada.

Dia menyandarkan punggung dan menengadahkan kepala menatap langit-langit ruangan. "Kau dan Seira bagai langit dan bumi." Ia menjeda.
"Bisa dibilang, aku tidak memerlukan usaha apapun untuk membuatnya tersenyum. Tapi kau..." Ia menoleh ke arahku.
"Harus ku kerahkan usaha dulu baru kau bisa tersenyum."

Akupun langsung berceletuk, "Senyumku mahal."

Pria disampingku terkekeh. "Karena itu, nilai dirimu sangat tinggi seperti langit."
Tobirama-sensei kembali menatap ke atas.
"Seira dengan senang hati melakukan apapun yang ku mau tanpa diminta. Tapi kau.... entah sampai kapan aku harus menunggu." Dia tersenyum tipis.

Aku menautkan tanganku sendiri. "Ini terlalu mendadak untukku, sensei. Bahkan rasanya seperti petir dilangit yang terik."
Aku menjeda, sedang berusaha mengumpulkan keberanian untuk berucap pada pria yang usianya 10 tahun lebih tua dariku.

"Apa kau takut padaku?"

Aku mendongak dan menggeleng. "Tidak. Hanya saja rasanya sangat canggung. Laki-laki yang ku kenal hanya Jiraiya. Aku sangat mengenal kepribadiannya seperti apa. Saat itu, aku memutuskan untuk bersabar dan tidak ingin tertarik dalam permainannya." Aku mengatupkan bibir dan menarik nafas dalam.

"Aku tidak memiliki pengalaman apapun, bercinta atau berciuman." Wajahku pasti merona hebat.
Aku menunduk, sedikit menyesal dengan yang baru saja ku katakan. Bukan ingin di ajari, hanya saja aku belum memiliki nyali untuk malakukannya.

"Aku khawatir, sensei tidak akan tahan padaku dan memilih wanita lain sebagai pelampiasan seperti Jiraiya." Lanjutku yang diakhiri dengan mengatupkan bibir.

Pria yang semula menyandarkan punggung itu menghadap ke arahku sepenuhnya.
"Apa aku boleh memelukmu?"

Dengan ragu ku anggukan kepala secara pelan.

"Baiklah." Ia menangkup kedua pipiku dan membuat wajah kami berhadapan.
"Saat aku memeluk, sudah bisa dipastikan aku ingin berciuman denganmu. Lalu saat ciuman yang kita lakukan terasa menggairahkan, itu akan membuatku menginginkan hal lebih yang mungkin berakhir panas diatas ranjang. Karena itu..."
Ia menjeda. Menatap dengan serius kedalam bola mataku yang juga sedang menatapnya.
"Jangan izinkan aku memelukmu, oke."

Kali ini tatapanku sedikit iba. Bisakah hubungan tanpa kontak fisik seperti itu berjalan? Apa sepanjang hari kita akan bergandengan tangan?

Ku keluarkan nafas secara perlahan dan dalam. "Apa sensei bisa melakukannya?"

"Itu tergantung darimu. Aku tidak sekuat itu bisa menahan diri. Tapi kalau kau tindak ingin melakukannya, aku juga tidak akan memaksa." Ucapnya dengan penuh keteguhan.

Bibirku bergoyang, berbagai pertimbangan muncul dikepala. "Kau tidak akan berselingkuh, kan?"

"Tidak. Aku tidak pernah berfikir melakukan hal melelahkan seperti itu. Kau kira selingkuh tidak memakan energi? Selain pikiran dan tenaga, waktuku juga akan terkuras untuk hal merepotkan seperti itu." Ujarnya.

"Baiklah. Ayo kita lakukan."

Tobirama-sensei mengerjapkan mata secara periodik.

Tunggu.

Sensei sedang tidak salah paham denganku, kan?!!!!!

***

[ name ] : "Sensei

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ name ] : "Sensei... apa yang kau lakukan dengan air suci itu?"

Tobirama : Diamlah [ name ], atau aku benar-benar akan memakanmu malam ini!"





AN: episode ini khusus buat kak user36023495
Terima kasih moodboosternya.
Insyaaallah ga akan menghilang lagi 🤭
#kl ga khilaf

HEALERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang