PART 12

11.6K 207 10
                                    

*YOGA POV*

Siang harinya aku mengajak Dava untuk makan di restauran ayam bakar kampung. Disini aku mengajak Mas Yogi, namun ia tidak mau. Karena dia ingin mengumpulkan tenaga untuk mengikuti pertandingan.

Aku dan Dava memesan menu spesial ayam bakar dan minuman jus melon dan jus mangga serta minuman cokelat. Serta beberapa cemilan khas dsri restauran itu. "pah makasih yaa udah ajak Dava jalan2" seru Dava.

"harusnya papa yang makasih. Kamu membiarkan papa bisa tinggal ssma kamu. Kamu juga bisa jadi anak kebanggaan papa berkat nilai2mu yang bagus" seruku. "loh kok anak" seru Dava kecewa.

"Dava gak mau sebagai anak pah, Dava mau sebagai pasangan papa" seru Dava dengan wajah cemberut. "iya iyaa Dava pasangan papa. Udah dong jangan cemberut gitu" seruku pada Dava.

Davapun tersenyum. Kamipun mulai saling menggoda. Untung kami memesan makan ditempat yang tidak begitu ramai karena tempat tersebut dipojok dan tidak begitu ramai. Karena Dava suka sekali mengusapkan tangannya di area selangkanganku.

Saat sedang menikmati makan aku dan mencoba meminta Dava menceritakan tentang ayahnya. Aku baru mengetahui bahwa Gina ternyata meninggal 2 tahun yang lalu ketika Dava masih kelas 2 SMP.

Dava diusia yang begitu muda ternyata berusaha survive bahkan melanjutkan usaha ayahnya. Hingga aku berkomitmen untuk menjaga anak ini hingga dia benar benar bisa mandiri ketika Dava dewasa.

"Dava mau nambah lagi" tanyaku. "enggak pah Dava mau minum aja" seru Dava. Aku memesan beberapa cemilan lagi seperti nugget dan sosis serta mendoan tempe khas restaurant itu dan 2 minuman.

Lagi asiknya ngobrol mingce datang menghampiri kami. "siang Mas Yoga. Hai Dava kalian makan sini juga" seru Mingce. "eh iyaa mingce" seruku pada Mingce. Sedangkan Dava hanya bisa cemberut.

"oh iya mas Yoga nanti Mas Yoga ikutkan, Dava kalo mau ikut juga gak pa2" seru mingce. "hmm iyaa nanti aku ikut tenang aja" seruku. "yeay makasih Mas Yoga udah mau datang" seru mingce.

"boleh aku gabung sama kalian disini" seru mingce. "hmm mingce maaf saat ini saya mau quality time sama Dava, jadi kami tidak ingin diganggu" seruku pada Mingce dengan bahasa yang sopan.

"iyaa gak pa2 aku kan juga mau dekat dengan kalian" seru mingce. "nanti malam aja yaa mingce. Saya ingin berdua dengan Dava" tolakku halus dan Dava sepertinya gembira menyaksikan aku menolak mingce.

Akhirnya Mingcepun pergi dari hadapan kami. Namun bukannya meninggalkan kami ia justru malah duduk di samping bangku yang lain, yang membuat kami risih. Akupun berusaha untuk tidak terlalu menggubrisnya.

Selama nongkrong aku dan Dava banyak bermain. Salah satu game favorite Dava adalah Ml. Akupun memulai permaianan Dava. Ternyata dia sangat mahir dalam bermain games.

"wuah hebat kamu Dav, cepet naik level bisa ngekill sampai 16 lagi" pujiku. "iya dong pah jadilah orang profesional dalam hal yang kita lakukan" seru Dava. Sekilas aku melihat ada raut emosi dari wajah mingce.

Namun aku tidak peduli. Setelah selesai bermain dan ngemil, kulihat mingce masih belum kelar makan. Aku segera bergegas pergi untuk membayar makanan. "mingce kami duluan yaa" seruku.

"mas tunggu ini bentar lagi makanannya kelar kok" seru mingce. "udah gak pa2 abisin aja. Kami mau langsung jalan" seruku. Lalu aku dan Dava bergegas pergi setelah membayar makanan yang kami pesan.

Namun saat di parkiran ternyata mingce juga mengikuti kami. "mba mingce niat sekali yaa ngikut kami" seru Dava mulai risih. "iyaa kan kita tetangga mau pulang bareng gitu" seru mingce.

"maaf mba saya memakai motor bukan mobil" seruku. "oh yaudah deh, saya balik naik taksi aja" seru mingce. "okay hati2 yaa mingce" seruku. "iyaa mas ganteng" seru mingce.

Reflek ingin mual namun segera kutahan. "papa gak ngefly kan" seru Dava. Aku langsung berbisik. "saya jiji va. Entah kenapa saya lebih enakan di gombalin kamu dari pada mingce" seruku. "bener nih" seru Dava.

"udah yaa ga usah dibahas lagi, ayuk kita pulang" seruku. "okay pah" seru Dava sambil mengusap batangku dengan tangannya. "arrggh iseng sekali yaa kamu Dava" seruku pada Dava. "maaf pah" seru Dava.

Kami langsung pulang dengan menggunakan motor. Setelah tiba aku sudah disambut Yogi yang siap dengan pakaian olahraganya. Akupun langsung berganti baju dengan setelan baju olahraga kaos pendek dan celana panjang.

"Dava kami pergi dulu yaa. Doakan kami menang" seru Yogi. "Dava papa sama Paman Yogi duluan yaa" seruku pada Dava sambil memeluknya. "pah nanti jangan makan apapun dari tante mingce yaa, makan aja dari tetangga lain" seru Dava.

"okay Dava papa akan turuti keinginan kamu" seruku. "satu lagi jangan pulang lebih dari jam 00.00 wib" seru dava. Aku mengangguk dan pergi dari rumah. Aku dan Yogi bergegas menuju rumah mingce.

Rumah tersebut tidak kalah besar dari rumah mendiang istriku Gina. Terdapat halaman yang luas dan sebuah gedung khusus bulu tangkis. Beberapa waria ternyata sudah ada disana yang membuatku cemas.

"wuah Mas Yoga sudah datang" seru mingce. Lalu waria lain menghampiri aku dan Yogi. "ini siapa mas kok mirip" seru mingce. "hmm ini mas saya. Mas Yogi" seruku. Yogipun tanpa ragu menyalami waria tersebut.

"yah Mas Yoga gak bilang, kalo mas Yogi juga ikut. Kalo dia ikut aku bisa siapin 2 lengkap dengan sepatunya" seru mingce sambil memberikan kaos olahraga khusus. Disitu ada kaos tanpa lengan dengan bahan yang sangat tipis dan celana pendek diatas paha.

"saya gak bisa make ini mingce, saya udah nyaman baju olahraga saya" seruku menolak halus. "aduh mas pakai aja yaa" seru mingce memaksa. "udah buat gua aja yaa" seru Yogi sambil mengambil pakaian tersebut.

"tapi yog" seruku mencoba mengingatkan tetapi dia malah meninggalkanku. Disana sudah ada Pak Dandi dan Pak Bastian. Mereka salah satu jawara bulu tangkis didesa ini.

Tak lama Yogi keluar dengan setelan kaos tanpa lengan yang sangat tipis dan agak transparan dengan celana ketat diatas paha. "wuah mas yogi ganteng banget seru mingce. Ternyata Pak Dandi dan Pak Bastian juga mengenakan pakaian yang sama.

Tak lama regupun dibagi, dimana aku berpasangan dengan Pak Dandi. Yogi berpasangan dengan tetangga lain dan Pak Bastian dengan adiknya. Tak lama permainanpun dimulai. Aku menunggu giliran kedua sedangkan Yogi sudah mulai pertama.

Disana ada tiga lapangan yang akan digunakan dalam lomba bulutangkis ini. Aku dan Pak Dandi mulai membuka pembicaraan dimana beliau orangnya sangat ramah dan baik.

Ia bahkan tak ragu menawariku cemilan yang dibuatkan istrinya. Sontak akupun menerimanya dan minum sirup yang dibawakan ibu Diah selaku tetangga kami. Mingce mencoba menawari kue beruntung aku bisa ngeles kqrena memegang cemilan.

_______________________________________

Hi guy segitu dulu yaa. Mohon maaf agak absurd.

Jangan lupa vote yaa

Thanks 😊😊😊

Papa Tiri DavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang