100ft | 05

37 7 0
                                    

Khaidar

setiap hari, kalau gak ada kelas dan selesai kelas, gue selalu mampir ke FIB, gue masih nyariin Jennie, pasti lo semua bingung, kenapa gue gak chat aja gitu? karena, chat gue gak dibales, brother

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

setiap hari, kalau gak ada kelas dan selesai kelas, gue selalu mampir ke FIB, gue masih nyariin Jennie, pasti lo semua bingung, kenapa gue gak chat aja gitu? karena, chat gue gak dibales, brother.
 
gila ini Teather FISIB, besok! gue sudah memantapkan hati buat ngajak Jennie nonton Teather, mana tiket dikasih, bukannya gue gak modal, gue lagi memanfaatkan apa yang ada. gak baik kalau lo mengabaikannya.
 
sepertinya gue lagi beruntung, gue bertemu Jisoo di depan toilet perempuan yang ada di gedung kuliah sebelah Kansas, gak tahu deh gedung nomer berapa, nanti gue hafalin deh.
 
"eh, Jisoo? ngapain kamu disini?" kaget gue yang melihat Jisoo didepan toilet perempuan di gedung kuliah sebelah Kansas
 
"lah, yang ada lo, ngapain disini?," Jisoo yang balik tanya sama gue "jelas sih, cari Jennie kan? nih lagi dikamar mandi, lagi berdarah-darah" katanya lagi.
 
"abis jatuh?" tanya gue, jatuh dimana, gue yang masih berpikir
 
"ya menurut lo?" Jisoo yang masih balik tanya sama gue, bukannya dijawab dulu pertanyaan gue tadi
 
"tuh, saya ada betadine sama kapas dimobil" tawar gue
 
akhir-akhir ini, gue lebih sering membawa mobil, habisnya suka ketinggalan krl terakhir, mau bawa motor, kadang suka gak bisa antar teman-teman cewek gue kalau ada rapat dan ngerjain tugas, kasihan kan perempuan balik malam, tapi gak diantar pulang. ngebayanginnya sedih banget, kayak Darla gak gue jemput ketempat kerjanya kalau gak dapat dan ketinggalan naik Transjakarta.
 
"maksud gue, Jennie butuh pembalut bukan perlengkapan P3K, ngerti gak sih lo maksud gueeee?" kesal Jisoo
 
mana ngerti gue soal kayak gitu.
 
"kalo itu saya gak punya" jawab gue yang jujur, ngapain juga gue simpan barang kayak gitu
 
"tolong beliin dong, Dar, mager nih gue ke kantin" suruh Jisoo ke gue
 
"JISOOOOO LO BAWA JAKET GAK?"
 
"lagian sih lo pakai celana putih, ribet kan kalau kayak gini," gerutu Jisoo, tapi gue gak ngerti maksudnya apa "tapi, Khaidar punya jaket nih" Jisoo yang melirik jaket gue
 
"HAH, SIAPA? BELIIN PEMBALUT DULU DONGGGG" 
 
"kenapa?" tanya gue, siapa tahu bisa bantu
 
"jaket lo dong, pinjamin buat Jennie," kata Jisoo ke gue, "sekalian sama pembalutnya, beliin" katanya lagi
 
gue langsung melepas jaket yang berada dibadan gue dan memberikannya kepada Jisoo "kalian tunggu disini ya, biar saya yang beli, maaf kalau lama" kata gue yang akhirnya pergi ke Kansas untuk membeli barang tersebut, baru pertama kali gue disuruh membeli barang kayak gitu, soalnya Darla gak pernah suruh gue
 
"Jen, jaketnya nih!" Jisoo yang sambil mengetuk pintu toilet.
 
"jaket Khaidar ya?" tanya Jennie
 
"loh, kok bisa tahu?" Jisoo juga tanya balik dengan nada yang curiga
 
"dari wanginya" jawab Jennie santai
 
"wangi calon kekasih ya?" goda Jisoo
 
Jennie langsung menggeleng, "gak, ini wangi pertama kali gue ketemu sama dia! jangan curiga dulu lo!," jelas Jennie yang kesal "pembalut gue mana?" katanya
 
Jisoo hanya mengganguk sambil tertawa "oh gitu, oke," katanya "lagi dibeliin juga sama calon kekasih, sabar dong" jawab Jisoo lagi dan gak kalah kesal seperti Jennie.
 
-
 
"lama ya? banyak cerita soalnya cuman beli pembalut doang" kata gue yang memberi plastik item ke Jisoo yang berisikan pembalut
 
"lebay lo!, gak juga sih, bagus deh lo gak malu beli ginian" jawab Jisoo
 
"lebih malu, kalau disuruh beli testpack, dikira hamilin anak orang nantinya" gerutu gue, benar kan? atau memang cuman gue yang malu?
 
selagi menunggu Jennie keluar dari toilet, gue sama Jisoo sambil mengobrol random, bahas soal kuliah sampai ke fasilitas yang kita dapatkan selama berkuliah
 
"lo sakit, Jen?" tanya Jisoo, dan spontan gue melihat Jennie dengan wajah yang pucat
 
"mau pulang gak? biar saya yang antar" tawar gue.
 
"iya, Jen, pulang aja lo. nanti gue izinin lo, tenang aja" sambar Jisoo "lo gak ada kelas emang?" tanya Jisoo ke gue, beruntungnya memang gak ada kelas, gimana nantinya, kalau gue ada kelas, dan Jennie berada dalam keadaan seperti ini, ya cabut Matkul! gak ada lagi yang bisa gue lakukan, masa ninggalin begitu aja, gak bisa gue
 
"gak ada," jawab gue cepat
 
"yaudah, Dar, antar aja Jennie pulang," celetuk Jisoo, tapi gue gak bisa langsung antar Jennie pulang gitu aja, harus dari orangnya langsung, gue mau dengar
 
"gimana, mau pulang?" tawar gue sekali lagi
 
"boleh, deh" jawabnya
 
setelah perdebatan gue dan Jennie karena dia mau ikut gue ambil mobil di FT, akhirnya dia mau juga mengalah dan menunggu gue didepan Halte Bikun FIB
 
"Dar, lo jurusan Arsitek?" tanya Jennie ke gue sambil mengarah ke kursi penumpang mobil gue karena banyaknya Maket kapal yang gagal dan kertas gambar A0 untuk Gamtek.
 
"saya anak Teknik Perkapalan. maaf ya mobil saya berantakan banget" jawab gue yang akan sadarnya berantakannya mobil gue, kalau Ibu gue naik, bisa dimarahin nih
 
"dari pas awal ketemu lo juga, gue udah lihat sih, dari jaket jurusan lo, yang menandakan dari Teknik, sayangnya waktu itu belum tahu, Jurusan lo," katanya panjang "Dar, bisa gak ngomongnya gue-lo aja, gue gak nyaman nih jadinya" ucap Jennie sama gue, kalau ini gak bisa sih, gue turutin
 
"saya gak bisa, udah di ajarin sama Ibu saya gitu dari dulu, kalo ngomong sama perempuan" jawab gue jujur, tapi sampai sekarang gue gak tahu alasannya kenapa? yang jelas, Ibu gue pernah sampaikan harus selalu baik dengan perempuan, seperti gue baik dengan Ibu gue dan Darla
 
Jennie hanya mengganguk, sepertinya dia gak pingin tahu tentang itu, "by the way, dapat kontak gue dari siapa?" katanya sambil mengerutkan alis.
 
"dari Ravi, anak Sastra Inggris, kenal gak?"
 
"RAVI SINAGA? TEMAN LO?" tanya Jennie kaget, Ravi berbuat apalagi untuk terkenal se-FIB?
 
"Ravi berbuat apa sampai dia terkenal di FIB?" tanya gue
 
Jennie langsung tertawa, kenapa sih dengan orang-orang, setiap gue bertanya, lawan bicara gue malah tertawa, aneh
 
"gak, deh. tapi memang Ravi banyak yang kenal, kayaknya" jawabnya
 
gue dan Jennie terdiam, sampai lampu merah di pertigaan, lamanya pakai banget sampai gue bingung harus ngapain, canggung nih gue. Jennie juga diam aja dengan wajahnya yang masih pucat, mungkin dengan memberikannya minyak angin, bisa meredakannya.
 
"kenapa? pusing ya? itu di dashboard ada minyak angin punya Ibu saya, pakai aja" tawar gue
 
"gue ambil ya," kata Jennie dan gue hanya mengangguk lalu tersenyum "Dar, telfon tuh," kata Jennie lagi yang mendengar handphone gue berdering
 
gue hanya mengiya-kan, "kepinggir bentar ya, Ibu saya telfon nih" kata gue sambil meminggirkan ditepi jalan
 
"Assalamualaikum Bu, iya kenapa?"
 
"Waalaikumsalam Dek, hari ini Ibu gak masak, mau dibeliin apa?" 
 
naluri Ibu memang kuat ya, tahu aja nih anaknya gak pulang malam ataupun menginap di Mares
 
"terserah, Bu"
 
"lagi dimana sekarang?"
 
"dijalan"
 
"masih jauh?"
 
"lumayan,"
 
"kita pesan makan lewat ojol aja, Dek, kata Darla"
 
"oh gitu, oke, dia udah pulang, Bu?"
 
"udah, Darla nitip Roti Bakar depan Komplek"
 
"iya dibeliin"
 
"yaudah hati-hati, Assalamualaikum"
 
"iya, Bu. Waalaikumsalam"
 
gak terasa, gue sama Jennie sudah sampai di depan rumah Jennie, di daerah Cawang, gak jauh deh sama rumah gue, tapi bakalan jauh banget kalau gue gak pulang.
 
"makasih, Dar," kata Jennie yang udah siap-siap mau keluar mobil gue "jaketnya, nanti ya" katanya lagi
 
gue tertawa, "iya, pakai aja," jawab gue, "tunggu!" kata gue yang sudah melihat Jennie membuka pintu mobil gue "ini," gue yang memberi tiket Theather FISIB yang berada di dompet gue
 
"besok?" tanyanya
 
"iya,"
 
"gue nonton sendiri?" tanyanya lagi sambil mengangkat sebelah kanan alisnya heran
 
"sama saya," jawab gue sambil mengambil satu tiket yang ada di dompet gue
 
-
 
hai! jangan lupa follow twitter @/zaraavenue yaa! terimakasih temanteman yang sudah bacaa!❤

[1] 100ftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang