Seringaian itu terukir jelas di bibir Azra. Bagaimana tidak, orang yang paling ia benci saat ini tengah berada di depan pintu rumahnya dengan tidak tahu malu. Ia mengulum lidahnya, memperhatikan dari atas sampai kaki orang itu dengan mata sinis. Haram hukumnya untuk dirinya mempersilahkan tamu tak di undang itu untuk masuk kedalam rumahnya.
“Mau apa anda datang kemari? Maaf, kami sedang tidak menerima tamu” ujarnya dingin.
“Kalianya ada?”
“Ha?” Azra tersenyum layaknya seorang sikopat, ia kemudian menatap tajam dengan dua iris yang tertuju para orang itu, “Bukannya anak itu sudah lama mati?” kemudian Azra melanjutkan senyumannya.
Pria paruh baya itu nampak terlihat kelelahan, tapi Azra sama sekali tidak memiliki empati untuknya. perasaan marah di lubuk hatinya mengalahkan seluruh perasaan lemahnya. Ia benci, ia marah, ia bahkan bersumpah tidak ingin lagi melihat wajah orang ini. tapi, kenapa dia kembali muncul setelah bertahun-tahun menghilang begitu saja?
“Kak, ada apa..?”
“Mas Galuh..?”
“Viona,”
Dengan izin bunda orang itu mendapatkan akses untuk masuk kedalam rumah. Namun Azra sama sekali tidak mengizinkannya. Sungguh ia ingin menyeret orang itu sekarang juga keluar dari dalam rumah ibunya itu.
“Langsung aja keintinya, mau apa anda datang kemari?” tanya Azra sekali lagi
“Kak, jangan gitu sama om Galuh!” tegur sang Bunda
“ck, ngapain sih Bunda masih baik sama orang ini? Bunda tau sendiri apa yang udah dia perbuat sama Kalia. masih ada muka buat nyari anaknya? Mau ngapain? Meras dia? Halah, basi tau gak!” Azra mengepalkan kedua telapak tangannya kuat-kuat, jika tidak memikirkan sang ibu berada disana mungkin kekerasan adalah cara satu-satunya untuk melampiaskan kemarahannya.
“Om c…cuma mau ketemu sama anak om” bela pria paruh baya bernama Galuh itu.
“Apa? Anak? Pfffttt hahahahaha, gila kali anda. Anak yang delapan tahun lalu anda katai gila dan pembawa sial itu. hyyaaa, anda berhasil buat bulu kuduk saya berdiri.”
“Kaak,”
“Bun, aku gak mau orang ini ketemu sama Kalia. Jangan biarin dia ketemu sama Kalia. aku gak akan izinin orang ini ketemu sama adek. Dia cuma bakalan bikin mental adek balik drop seperti delapan tahun lalu” ujar Azra
“Kamu gak bisa gitu. Kalia itu anak om, om punya hak atas dirinya!” pria itu bersikeras
“TUTUP MULUT BUSUK LO ITU BANGST!!!” emosi Azra meluap-luap, ia berdiri dari duduknya, menatap sosok itu penuh amarah seakan ada api yang terpancar dari matanya.
“Anak?” Azra menyeringai, matanya perlahan berkaca-kaca, tangannya menunjuk pria paruh baya itu dengan tidak sopannya, “Lo tau kenapa gue mau jadi seorang psikolog? Itu semua untuk Kalia, gue berusaha mendapat gelar terbaik supaya bisa ngobatin dia. Ngobatin traumanya dia!!"
'Lo kira gue suka sama jurusan ini? ENGGAK!! Tapi demi Kalia gue berjuang mati-matian. Gue pengen dia dirawat sama gue, gue mau dia sembuh. Sembuh dari traumanya karena laki-laki bangsat kek elo!” ucapan itu penuh penekanan.
perlahan butiran bening turun dari sudut matanya. Sorot itu benar-benar menggambarkan kemarahan, sungguh ia tidak akan rela jika pria paruh baya itu menyentuh sang adik, bahkan seujung rambutpun.
“Kak” Bunda menarik lengan Azra, mencoba menenangkan wanita itu agar tidak tersulut dengan api emosinya.
“Kalau Bunda masih terus belain dia. Kakak bakal bawa Kalia buat tinggal sama kakak. Kakak gak akan rela dia ketemu sama sumber penyakitnya!” Azra menarik tangannya cukup kasar, pergi meninggalkan tempat itu dengan emosi yang meletup-letup.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey J! || J°S 📌
FanficSikap berontak itu berubah saat ia bertemu seseorang yang bisa mewarnai harinya ... *** Joshua seorang putra orang nomor 1 di Indonesia, namun identitasnya di sembunyikan. Entah untuk apa. Joshua hidup dengan caranya, namun ia di panggil kembali da...