Dia Punya Rahasianya Sendiri

421 97 11
                                    

Don't forget to hit the star button and leave some comments. Ok?

Enjoy...



---



Jisung mengusap air matanya sekali lagi. Kenapa ia menjadi cengeng di saat yang tidak tepat coba? Padahal sepanjang perjalanan tadi ia sudah bertekad untuk tidak menangis. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan orang lain.

Jisung membuka suara lagi setelah keheningan tadi. "Kali ini Mentari nggak sendirian, Yah. Mentari bareng sama Gio, temen Mentari,".

Shit! Mata Jisung kembali berkaca-kaca. Harusnya ia tadi tidak membiarkan Hyunjin ikut agar ia bisa menangis sepuasnya.

Sedangkan Hyunjin yang berdiri di dekat Jisung menoleh kearah Jisung yang tadi menyebut namanya. Tanpa berpikir panjang, Hyunjin mengatakan, "Halo, Om. Saya Gio, temennya Arka,".

Tentu saja Jisung terkejut mendengar itu. Ia tidak mengira Hyunjin akan bergabung ke dalam percakapan tunggalnya.

"Saya permisi sebentar ya, Om? Saya nggak pergi lama, kok!".

Sebelum Jisung bertanya apa-apa, Hyunjin sudah memberikan senyum yang terlihat sangat hangat di mata Jisung, sebelum akhirnya berjalan pergi. Ia tidak pergi jauh, tapi Jisung paham, Hyunjin sengaja memberinya ruang.

Jisung kembali menatap udara kosong.


"Ayah–,".


Tidak berselang lama setelah satu kata itu, tangisan Jisung pecah. Meski tidak terdengar nyaring isakannya, namun air matanya mengucur dengan deras dan bahunya bergetar. "–Mentari kangen Ayah,".



---



Ia bisa melihat Jisung dari tempatnya berdiri sekarang. Bisa melihat betapa sedihnya laki-laki yang biasanya tampak ceria di kelasnya. Jisung menangis disana, dan Hyunjin sangat ingin untuk berjongkok di sampingnya dan membisikkan kata-kata penenang.

"Padahal udah 3 tahun, Yah,". Hyunjin bisa mendengar suara Jisung yang bergetar samar-samar. "Padahal Ayah udah lama pergi, tapi kenapa Mentari masih inget rasanya di peluk Ayah? Hiks,".

"Mentari kangen Ayah. Kangen main gitar setiap malem minggu sama Ayah. Kangen sarapan sambil nonton Spongebob sama Ayah. Kangen main tebak-tebakan sama Ayah kalau lagi macet di jalan. Kangen cake buatan Ayah juga,".

Jisung mengusap air matanya lagi. "Ayah tau? Beberapa minggu yang lalu ada orang yang ngasih Mentari cheese cake. And that cake really taste like yours,".

Hyunjin tersenyum. Ia tau sekali masalah cheese cake itu.

"Rasanya manis, sedikit asin karena keju. Lembut. Mirip kayak cheese cake buatan Ayah di bakery,". Jisung tersenyum tipis mengingat cake itu. "Yang beda cuma cake itu pakai whip cream yang plain, bukan cream cheese kayak punya Ayah,".

Hening. Jisung diam lagi. Ia menatap tempat ayahnya itu beristirahat lagi, kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Pundaknya berguncang. Hyunjin bisa melihat itu dengan jelas. Jisung pasti kembali menangis.

Sial! Hyunjin tidak kuat lagi melihat Jisung menanggung semua kesedihan itu sendirian. Ia berjalan mendekati Jisung, berjongkok di samping pemuda manis itu, lalu mengusap pundak Jisung dengan lembut.

Jisung sempat tersentak. Wajahnya yang sudah tidak ditutupi telapak tangan itu tampak terkejut. Hanya sebentar, karena mata bulatnya itu kembali meneteskan air mata. Tanda ia belum baik-baik saja.

Hyunjin tau Jisung sedang berada di titik terlemahnya sekarang. Jadi tanpa basa-basi, Hyunjin membawa Jisung masuk ke dalam pelukannya. Membiarkan Jisung menangis di pundaknya.



---



Mobil Hyunjin berhenti di depan rumah berpagar putih. Hyunjin membuka seat belt-nya, lalu turun dari mobilnya. Memutari mobilnya hanya untuk membukakan Jisung pintu.

Jisung tampak merasa tidak enak karena pintunya dibukakan, namun tidak berkomentar apa-apa.

Mereka sempat bertatap-tatapan dalam diam sesaat, sebelum akhirnya Jisung mengulas senyum yang manis. "Makasih udah nganterin gue pulang. Makasih juga udah nemenin gue tadi. Makasih banyak,".

Hyunjin membalas itu dengan senyum teduh yang langsung membuat Jisung tertegun. Senyum ini mempunyai aura yang berbeda. Biasanya senyum Hyunjin akan membuatnya tampak, ekhem, tampan. Tapi kali ini, ia tampak dewasa.

"Yang tadi itu... Buat lo aja, ya? Lo orang pertama yang tau tentang...". Jisung menarik nafas, menenangkan dirinya sendiri. "...Ayah,".

Hyunjin menepuk surai hitam Jisung dengan lembut. "Your dad will be so proud of you. Dia pasti bangga punya anak sekuat dan sebaik hati lo,".

Hyunjin mengatakan itu bukan tanpa sebab. Menanggung semua kesedihan itu selama 3 tahun tanpa ada yang tau? Itu pasti sangat berat.

Mata Jisung tampak berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyum. "Makasih,".

"Iya. Sama-sama. Udah, masuk sana. Istirahat. Cuci muka, ganti baju, terus istirahat. Nanti gue gojek-in makan malam sama snack. Rest well, Arka,".



---




Hyunjin berjongkok di dekat nisan Ayahnya Jisung. "Selamat sore, Om. Saya Gio, temennya Arka,".

Hyunjin menoleh sebentar. Memastikan Jisung sudah berdiri cukup jauh sehingga tidak akan mendengar pembicaraannya.

"Terimakasih sudah menjadi Ayah yang hebat untuk Arka. Saya bisa liat betapa sayangnya Arka ke Om. Dia anak yang baik dan kuat, Om. Baik sekali. Saya dan Ayah saya lagi nggak dalam keadaan baik. Dan Arka bahkan berusaha buat nggak nyakitin saya dengan nyeritain tentang dia dan Om. Padahal beban yang dia tanggung lebih berat dari saya,".

"Terus terang, Om, dia berhasil buat saya jatuh cinta. Dan yang ngasih kue ke dia waktu itu, itu saya. Arka nggak tau tentang itu. Jadi hari ini, saya izin buat ngedeketin Arka. Kalau semuanya berjalan lancar, saya berencana buat ngejalin hubungan lebih sama Arka. Saya bakal berusaha buat terus ngejagain dan bahagiain Arka apapun yang terjadi. Jadi saya mohon izinnya Om,".



---



Aku double update! Jangan lupa cek chapter berikutnya!


With Luv,

Felly

[03082021-14:09]

Tentang Dia [HyunSung]Where stories live. Discover now