-Kasus Pentol Kuah (KPK)-

62 19 23
                                    

Ayo dukung Author dalam rangka AGT ✨2021✨

"Jangan lupa vote dan coment yah, jika ada typo ataupun penggunaan kata yang tidak sesuai menurut kalian jangan malu jangan sungkan tegur saja. Kerena kalian para pembaca lah yang dan menilai"

Happy reading.

Tok tok

"Masuk."

Qyara langsung masuk ke dalam kamar. Duduk di kursi, dan melepaskan sepatutnya satu persatu. Terlihat Sriayu sedang menyiapkan makan pagi, apalagi pagi tadi Qyara tidak sempat sarapan pagi.

"Qya, makan skuy."

"Wait. Mau ngadem dulu panas nih Sri."

"Sambil makan aja ngadem nya."

Qyara pun menyetujui saran Sriayu. Qyara mulai ikut membantu Sriayu menyiapkan piring dan sendok, sedangkan Sriayu meyiapkan lauk pauk beserta nasi. Dalam sekejap semuanya sudah tersaji, mereka pun langsung menghadap jamuan yang baru saja mereka siapkan.

"Qya, kok muka kamu kelihatan senang banget. Ayo ngaku kamu lagi kejadian apa tadi di lapangan? Apa mungkin babang kemarin datang juga?" sambil menyuap untuk pertama kalinya.

"Uhuk.. uhuk.." Qyara tersedak mendengar pertanyaan Sriayu.

"Ini, ini minum. Ih ditanya gitu aja tersedak, benarkan dugaan ku?"

"Ih mana ada."

"Eleh jangan ngeles kamu, Qya. Buktinya mukamu semakin merah saat aku bahas babang itu."

"Udah Sri, kita lanjut makan aja ya."

"Ih dasar pelit."

Mereka pun melanjutkan makan lagi dan diselingi beberapa pembicaraan ringan. Mulai dari uang tunggakan hingga musim pandemi yang melanda. Di mana mereka harus menjalani kuliah online, namun bantuan kuota tidak diberikan sebagai penunjang pembelajaran.

"Qya,"

"Umh?" mengangkat wajah yang tengah asik melahap ikan goreng.

"kemarin kamu kenapa nangis?" tanyanya lembut.

Qyarasebenarnya menolak lupa akan hal yang terjadi kemarin, namun ia ingin menyembunyikan hal ini dari teman-temannya. Tapi usaha Zahra tidak berhasil, ia masih saja tidak bisa menahan dan mengendalikan emosi. Begitu ditanya Sriayu, matanya mulai berkaca-kaca. Dalam hitungan detik bulir pertama turun, diikuti dengan bulir lainnya, suasana hening sesaat. Qyara menengadah ke atas, supaya air matanya berhenti memproduksi cairan asin itu. Sesekali mengibaskan tangan untuk menunjang proses pengeringan jalur air mata yang membentang dari kelopak mata hingga dagu. Sriayu diam, ia memberikan waktu untuk Qyara bertenang agar bisa bercerita dengan leluasa.

"Sri,"

"Iya, Qya."

"Aku kamu mau tau kan aku sedih karena apa?"

"Kalau kamu nggak keberatan, Qya."

"Umi ngasih kabar kemarin, kakak aku sudah meninggal." Dengan suara yang bergetar dan menahan tangisan

"Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un. Kamu yang tabah ya, Qya."

Qyara semakin terbawa emosi. Air matanya jatuh tanpa henti, piring bekas ia makan yang menadah. Untung saja mereka sudah selesai makan, kalau tidak nasi yang seharusnya tidak ada kuah menjadi lautan ketika Qyara menangis. Sriayu menghibur Qyara dan mengusap punggungnya.

"Kapan, di kebumikannya jenazah kakakmu, Qya?"

"Seharusnya tadi pagi, Sri. Tapi umi belum memberiku kabar."

My Archery Leader [[ TAMAT✓ ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang