Warning One #2

1.3K 101 0
                                    

Kejadian itu setidaknya sudah hampir tiga tahun berlalu. Tidak ada pertemuan kembali secara sengaja atau tidak disengaja antara aku dan Kevin setelahnya. Tanggapanku tentang hal tersebut, itu hanya murni kehaluanku sebagai siswi sekolah menengah atas tingkat akhir saat itu yang melebih-lebihkan suatu kejadian biasa menjadi sebuah romantika remaja. Duh, mengingat hal itu saja membuatku malu.

"Bengong mulu nih anak jawa," Aku melihat seorang Vivi yang sudah duduk di depanku seraya melepas jas almamaternya sendiri.

"—ya gue protes lah langsung, orang gue udah bayar full kan buat acara nanti malem. Lagian acaranya juga kecil-kecilan, kita cuma tujuh orang kan ya gabakal mungkin ganggu acara orang lain juga. Aneh banget tiba-tiba mau di cancel gitu aja." baru saja aku mau menjawab celetukkan Vivi, Amel sudah datang dengan ocehan kekesalannya diikuti dengan keempat perempuan lainnya di sampingnya yang tampak syahdu mendengarkan ocehan Amel di siang hari.

Vivi mengerutkan dahinya, "apa Mel? Nanti malem gajadi?" tanyanya bingung.

"Jadi lah. Tadi tuh pihak restoran tiba-tiba nelfon gue terus bilang kalau reservasi kita mau di cancel gitu aja. Ya kan gabisa dong kalau tiba-tiba dikabarin kaya gitu apalagi gue udah ngeluarin uang banyak buat reservasi di restoran itu." Amel berhenti sejenak, menetralkan emosinya yang sangat menggebu-gebu menceritakan hal ini. "Pihak restorannya bilang ada orang lain yang ngereservasi semua bangku restorannya i don't know why. Tadi pimpinannya restoran juga nelfon gue buat memperjelas keadaan kenapa tiba-tiba mau di cancel gitu aja. Untung aja pihak orang lain yang ngereservasi restorannya bilang kalau yaudah ga masalah asalkan tidak mengganggu. Lah emang kita mau atraksi ketoprak di restoran? Kurang kerjaan juga mau ganggu orang lain."

Aku mengelus-elus punggung Amel agar ia tidak terbawa emosi lagi. "Yang penting sekarang udah beres kan?"

Amel mengangguk mendengarkan pertanyaanku. "Ya agak emosi aja apalagi abis kuis dadakan tadi. Gila emang,"

Kebetulan hari ini hari Jumat dan kuliahku berakhir tepat sebelum kegiatan wajib seorang laki-laki muslim dimulai. Setidaknya aku ada waktu selama kurang lebih 6 jam lebih untuk melakukan aktivitas seorang diri sebelum nanti malam hadir di acara ulang tahun Amel ke dua puluh. Restoran yang dipilih Amel juga tidak main-main bagusnya dan terbilang sebagai restoran terpandang di Jakarta. Selain suasana restorannya yang nyaman disertai live music setiap harinya, makanan serta minuman yang tersaji di restoran ini juga sangat lezat, kata Amel. Beruntungnya, Amel ini adalah seorang anak orang kaya raya jadi sudah tidak heran jika ia mengomentari sesuatu hal yang berbau mewah dan mahal. Sifatnya memang sedikit manja dan keras kepala, tetapi untuk masalah keloyalan, dia nomor satu. Dikit-dikit traktir kesini lah kesitu lah dan karena itulah, aku bisa mencicipi makanan-makanan mahal tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.

Sesampainya di depan restoran bintang lima ini, aku segera mengambil ponselku dan menepi ke trotoar restoran, sedikit kebingungan dengan penjagaan yang cukup ketat di sekitar area restoran. Baru saja ingin menekan tombol telpon ke Amel, seorang pelayan restoran berjalan mendekat ke arahku.

"Ada yang bisa dibantu?" tanyanya ramah.

"Reservasi atas nama Amel?" tanyaku balik.

Pelayan tersebut mengangguk, "mari saya antar." kesan pertama yang aku dapatkan dari restoran ini adalah sangat mewah dan glamor dengan lampu-lampu gantung yang indah, interior restoran yang membawakan euforia rumah makan khas Inggris di abad ke-19, dan bagaimana tangga yang melingkar menghubungkan antara lantai satu serta lantai dua. Benar-benar luar biasa mewah. Alunan musik Jazz Fusion terdengar begitu apik ditambah dengan seorang penyanyi bersuara merdu menyanyikan lagu yang kuketahui milik Ella Fritzgerald.

"Hei!" Seru Amel sambil melambai-lambaikan tangannya saat melihatku. Bangku yang Amel pesan berada di balik tangga yang melingkar sehingga saat pertama masuk tadi aku tidak melihatnya. Setelah mengucapkan terima kasih kepada pelayan restoran, aku bergegas untuk duduk di hadapan Amel dengan tersenyum lebar.

Trespassing [Kevin Sanjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang