Kevin menghampiriku yang masih ada di pelataran Pelatnas pukul tujuh malam. Ia heran kenapa aku masih saja duduk di luar tanpa ada keinginan masuk untuk melihat mereka latihan.
"Kan aku gatau ternyata latihannya udah mulai dari setengah jam yang lalu." ujarku dengan memajukan bibirku di akhir. "kamu juga gabilang ke aku jam berapanya,"
"Salah gue?" Kevin menghentikan langkahnya lalu menatapku jengkel. "kan lo yang pengen liat latian, ya gimana kek caranya tau kapan ya latiannya."
"Kok kamu jadi marah sih ke aku? Aku kan udah bilang gatau," jawabku semakin jengah dengan Kevin.
"Terus lo gaada inisiatif buat cari tau gitu kalo lo emang gatau?" tanyanya dan sialnya aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Benar juga, malahan aku sedang asyik terduduk diam di depan pelataran pelatnas. "untung aja tadi ada si jom yang sadar kok ada cewe duduk sendirian di pelataran pelatnas malem-malem,"
Aku menundukkan kepala merasa bersalah dengan apa yang aku lakukan sambil terus mengikuti Kevin yang berjalan dan mengomel tanpa henti karena kelakuan bodohku.
"Aduh," rintihku spontan saat aku menabrak punggung Kevin.
"Kebiasaan kalo jalan ga liat-liat," Kevin membalikkan badannya dan ia menyuruhku untuk duduk di tempat duduk yang telah tersedia di pinggir lapangan. Sambil melihat-lihat para atlet yang sedang latihan, aku mengetuk-ngetukkan kedua kakiku ke lantai, menikmati pemandangan Kevin yang serius latihan dengan berbulir-bulir keringat memandikan seluruh tubuhnya, dan teriakan-teriakan Kevin yang keras saat memukul shuttlecock dengan raket kesayangannya.
"Temennya Kevin, ya?" suara lembut itu datang dari sisi belakangku dan aku menengok untuk melihat perempuan yang berbadan bugar. Gregoria.
"Oh hai," sapaku ramah dan berjabat dengan tangannya yang cukup basah karena keringat.
Gregoria tersenyum setelah meletakkan botol minumannya di kursi. "jarang-jarang Kevin bawa cewe buat nemenin dia latihan ke Pelatnas. Tapi rasanya kok dia gapernah nyeritain tentang kamu ya?"
Aku hanya tersenyum menanggapinya, tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang Gregoria lontarkan kepadaku.
"Emang dianya sih yang tertutup banget soal cewe. Hope you guys good deh ya kalo gitu," setelah berkata seperti itu, Gregoria langsung berlari ke tengah lapangan dan memulai latihannya kembali.
Tapi apakah benar Kevin jarang membawa seorang perempuan kesini? Kalau memang benar—dan aku jamin benar karena Gregoria yang bilang—itu adanya, boleh ga sih pingsan disini?
"Bosen?" aku yang menyenderkan punggungku di dinding belakang dengan kedua mata yang sayup-sayup tertutup langsung segar kembali saat mendengar suara Kevin yang lembut.
Aku terkekeh kecil, "engga kok, cuma capek aja." jawabku, menonton Kevin yang sedang mengusap beberapa bagian tubuh berkeringatnya dengan handuk putih.
"Kalo cape—"
"Siapa nih, Vin?" seorang laki-laki yang kuketahui bernama Fajar tiba-tiba muncul dan merangkul Kevin dengan cengiran lebarnya. "jarang-jarang bawa cewe kesini, sekalinya bawa—" Fajar menghentikan ocehannya seraya menatap Kevin tak percaya dengan kedua tangannya menutup mulutnya.
"—ini cewe yang lo bilang cakep pas di toilet restoran waktu itu kan?"
Ujaran Fajar membuatku teringat waktu di restoran kalau aku sempat berpapasan dengan segerombolan laki-laki dan salah satunya Kevin. Oh, aku pasti tidak memerhatikan Fajar sebagai salah satu gerombolan laki-laki waktu itu.
Kevin meringis sambil terkekeh mendengar hal itu keluar dari mulut Fajar. "dia juga yang gue maksud tiga tahun lalu di bus kalo lo inget, Jar."
Fajar menganggukkan kepalanya dan kedua matanya menerawang ke atas, kuasumsikan mencoba mengingat apa yang diungkapkan Kevin kepadanya sampai ia tersenyum lebar saat mengingatnya.
"Oalah cewe ini yang bikin lo sampe trending dulu ya?" ucap Fajar lalu tertawa menggoda Kevin.
Sedangkan aku hanya diam memerhatikan seorang Fajar yang ternyata orangnya tidak bisa diam ini. Terlalu banyak bicara dan menurutku itu menyenangkan.
"Kok bisa tiba-tiba deket gini gimana ceritanya, Vin?" Kekepoan Fajar semakin meningkat rupanya. Ia bahkan mengedip-ngedipkan matanya berulang kali agar Kevin bersedia cerita tentang hal ini.
"Takdir," jawab Kevin singkat, padat, dan jelas. Sebenarnya aku juga setuju dengan jawaban Kevin itu karena kalau diceritakan bagaimana caraku menjadi dekat dengan Kevin, jawabannya juga sesingkat jawaban 'takdir' milik Kevin tadi.
Fajar mendecak kesal, "yeh lo mah. Utang cerita ya lo sama gue," ujarnya lalu beralih ke lapangan lagi untuk latihan.
"Apanih?" tanyaku saat tiba-tiba Kevin melemparkan kunci mobilnya kepadaku.
"Lo istirahat di mobil gue aja, daripada di sini nanti diliatin banyak orang, ya?" walaupun dia menggunakan bahasa gaul Jakarta, kelembutan intonasi berbicaranya membuat hatiku hangat.
Dengan anggukan kepalaku, Kevin tersenyum kecil dan berlari lagi ke tengah lapangan untuk memulai kembali latihannya. Sedangkan aku bertolak ke parkiran Pelatnas untuk mengistirahatkan tubuhku yang cukup lelah. Setelah melepaskan topiku yang seharian kupakai, aku menyenderkan tubuhku ke kursi penumpang mobil dan mencoba memejamkan mataku. Sebenarnya ada satu hal lagi yang mengganggu pikiranku saat ini, tentang jadwal latihan tadi.
Satu hal saja. Kalau tadi seseorang yang Kevin panggil dengan sebutan 'Jom' ini tidak sadar akan keberadaanku di pelataran Pelatnas, apakah Kevin juga akan melupakan kehadiranku di Pelatnas malam ini?
♡♡♡
fyi, aku bikin cerita ini soalnya lagi tergila-gila sama para bujang PBSI :)))
KAMU SEDANG MEMBACA
Trespassing [Kevin Sanjaya]
Fanfiction"Hai," Dia sudah masuk tanpa izin di kehidupanku hanya dari kalimat sapaan itu. Tatapan kami yang tanpa sengaja saat itu membuat keadaan selalu berpihak kepada kami. Dia yang tak mengenalku dan aku yang mengenalnya sebagai kebanggaan negara. Dari or...