Awal kenangan manis diakhiri dengan kenangan pahit. Tetap saja, aku menganggap pertemuanku dan Kevin ini sebuah keberuntungan yang luar biasa walaupun pada akhirnya kami kembali lagi menjadi orang asing. Bahkan, aku tidak membuang barang-barang pemberian dari Kevin seperti kalung dan pensil.
Ya, aku tidak sebodoh itu untuk membuang pemberian dari idola kaum hawa tersebut. Setidaknya, barang-barang itulah yang menyadarkanku bahwa semua kejadian antara aku dan Kevin bukan kehaluanku belaka.
Tiga tahun juga bukanlah waktu yang singkat untuk mengalihkan seluruh perhatian kehidupanku dari seorang Kevin. Sampai sekarang, aku terus belajar untuk menganggap Kevin sebagai orang asing. Ah, pertemuan singkat ini benar-benar memberikanku dampak yang cukup lama dan hebat.
Atensiku kembali ke ketiga teman perempuanku semasa sekolah menengah. Siapa lagi kalau bukan Kezia, Fania, dan Cia. Kami memutuskan untuk mengadakan reuni kecil-kecilan setelah sekian lama tidak bertemu. Kezia sudah bertunangan!
"Cepet-cepet deh punya momongan," celetuk Fania yang mendapat cubitan kecil dari Kezia.
"Baru juga tunangan, jangan ngaco." ujar Kezia dengan ketus. "tapi Aamiinn.."
Sedangkan sang pemilik apartemen, Cia, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan merasa cukup terhibur dengan kelakuan mereka berdua. Cia sedang tidak di dalam mode jahilnya karena mood-nya sedang berantakan. Itulah mengapa kami memutuskan untuk reuni kecil-kecilan di apartemen Cia.
"Udahlah Ci, kalo pacarmu itu sayang sama kamu, dia bakal minta maaf." Kezia mengelus-elus bahu Cia lalu menyederkan kepalanya. "kenalin lah ke kita, udah hampir dua tahun kan pacaran? Masa masih disembunyiin." lanjut Kezia lagi.
Cia berdeham kecil, "si Fania juga ga digituin?" protesnya.
"Iya nih si Fania juga! Mentang-mentang udah punya pacar masih aja disembunyiin," tambahku membela Cia.
"Kan aku baru pacaran tiga bulan yang lalu, ya wajar lah." ujar Fania tak ingin kalah saing berargumen.
"Sebenernya kalian berdua yang ga wajar. Kita udah temenan lama, masa nunjukin pacarnya aja gamau? Gaada juga yang bakal ngembat." ujarku sambil menggeleng-gelengkan kepala. "kecuali kalo kaya mas-mas Turki." lalu aku tertawa kecil.
"Ampun dah seleranya. Kalo ga yang brewokan ya yang kaya koko-koko China," komentar Kezia yang kusambut dengan cengiran.
"Jangan gitu, Zi. Tunanganmu kumisan, lebat lagi." goda Fania dan lagi-lagi ia harus mendapatnya cubitan dari Kezia.
"Udahan yuk galaunya, Ci. Katanya mau bikin dimsum? Udah aku beliin bahan-bahannya juga." komentarku lalu ajakanku disetujui oleh mereka bertiga.
Waktu-waktu kami terlewati dengan kerusuhan kami di dapur apartemen milik Cia. Seperti Fania yang salah mengambil kecap dan malah menuangkan susu kental coklat ke dalam panciㅡlebih tepatnya aku juga bingung mengapa ada pemikiran Fania yang menuangkan kecap ke rebusan dimsum. Aku paham, kami semuanya juga paham bahwa Fania sangat suka bereksperimen, tapi dimsum bukanlah salah satu jenis larutan ilmiah seperti kesukaannya.
"Kapan kamu punya pacar?" tanya Cia yang sedari tadi sibuk memotong daun bawang, menghiraukan tingkah Fania yang tidak ada bedanya dengan anak kecil.
Aku terkekeh mendengarnya, "duh, sibuk kerja dulu deh." jawabku, masih berkutat dengan pisang yang aku lumuri dengan tepung.
"Iya nih, dari kita berempat cuma kamu doang yang diem-dieman masalah pasangan. Udah hampir seperempat abad harusnya udah ada 'lirikan' lah minimal." ujar Fania dengan menoel-noel bahuku.
"Ngurusin kerjaan aja pusing apalagi ada cowo, hadeh udah kaya ngurus bayi besar ntar." tukasku lalu meletakkan pisang berlumuran tepung ke wajan penggorengan.
Saat mengatakan bayi besar, pikiranku langsung melayang mengingat Kevin dengan segala tingkah lakunya yang menggemaskan. Mengerucutkan mulutnya, mencebikkan bibir bawahnya, matanya yang bulat menatapku, dan lain-lain. Nah kan! Aku belum benar-benar melupakannya. Ia masih saja membayangiku.
Aku jadi berpikir, apakah ia menyesal setelah mengatakan kata-kata menyakitkan itu kepadaku? Aku harap ia menyesal tapi itu tidak mungkin. Berkat akun kedua media sosialku yang tidak diblokir Kevin, aku masih bisa mengikuti jejak karir dan hidupnya walaupun ia jarang sekali mengunggah foto atau sekedar video di media sosialnya. Ia benar-benar tertutup. Dan sepertinya, tidak ada penyesalan sama sekali. Lagi, memangnya aku siapa? Hanya tempat persinggahannya sementara. Atau sekedar tempat bermainnya saja.
"Tapi kamu tuh jadi ada tempat cerita gitu, serius. Terus juga ada support system pribadi kalau kamu lagi penat atau bisa nenangin kamu waktu ada masalah." Kezia berujar dan Fania mengangguk membenarkan.
Aku memandang Cia yang diam saja, tidak ikut menimpali perkataan Kezia. Seakan Kezia tahu arah pandangku, ia memegang bahuku.
"Pertengkaran itu pasti ada dalam hubungan, entah itu besar atau kecil. Tapi itu kembali ke dua orang yang menjalani hubungan, mau menyelesaikan pertengkaran itu dengan cara apa dan tidak merugikan masing-masing pihak. Komunikasi itu penting," ujaran Kezia membuatku termenung.
Sebenarnya untuk saat ini, aku sedang tidak membutuhkan seorang kekasih. Tapi terkadang, aku merasa kesepian dan ingin menceritakan apapun yang aku alami seharian di penghujung hari. Aku tidak butuh kekasih, tapi aku butuh teman bicara. Itu saja.
Renunganku terbuyar saat bel apartemen Cia berbunyi cukup keras. Aku menatap ketiga temanku dan Kezia tersenyum senang.
"Tuh minumannya dateng," celetuknya senang seraya ia mencubit lenganku untuk membuka pintu apartemen. Sebenarnya aku ingin memprotes, tapi melihat Cia yang masih cemberut dan Fania yang sibuk dengan dimsum susu kental coklatnya, aku menghela napas panjang.
"Kenapa ga kamu aja sih?" gerutuku pelan sambil mencuci tanganku sampai bersih.
"Kan aku yang bayarin." timpalnya. Mendengar jawabannya, aku hanya mendengus dan berjalan menuju pintu apartemen Cia.
Tanganku meraih kenop pintu perlahan dan memutarnya, bersiap untuk menyambut minuman yang Kezia pesan. Saat ini, aku dapat melihat seorang laki-laki dengan pakaian rapi dan celana pendek selutut disertai topi putihnya terpakai di atas kepalanya menutupi rambut yang pernah kupegang serta kuelus lembut sebelumnya.
Tatapan mata kami tertahan sejenak, aku terkejut begitupun dia. Ia tetap laki-laki yang sama di kedua mataku walaupun badannya agak sedikit berisi dari terakhir kali aku bertemu dengannya. Kedua netraku turun untuk melihat kedua tangannya yang penuhㅡdi tangan kanannya ada buket bunga dan di tangan kirinya ada sekotak coklat.
Dan kembali lagi aku menatap kedua netranya yang bahkan sampai sekarang dapat membuat jantungku berdetak cepat. Ia meletakkan atensinya kepada kedua netraku, memberiku tatapan khasnya, dan ditutup dengan senyuman kecilnya terhadapku. Persis seperti apa yang ia lakukan waktu pertama kali kita bertatapan saat itu di tahun 2018.
"Sayang?" suara Cia terdengar dari belakangku, menyapa Kevin Sanjaya yang berdiri tepat di depanku.
《 Tatapan kami adalah pembuka dan juga penutup dari kisah kami 》
♡♡♡
yeyy, nyangka ga endingnya gini? :(( maaf ya kalo ga sesuai ekspetasi huhuuu 😔🙏
makassiiii banget siapapun yang udah bacaaa, vote, dan komenn!!! kalo mau follow bolee bangettt pokoknyaa, kalo mau temenan juga boleee!!
ini kalo ada qna ada yang nanya ga si hehee :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trespassing [Kevin Sanjaya]
Fanfiction"Hai," Dia sudah masuk tanpa izin di kehidupanku hanya dari kalimat sapaan itu. Tatapan kami yang tanpa sengaja saat itu membuat keadaan selalu berpihak kepada kami. Dia yang tak mengenalku dan aku yang mengenalnya sebagai kebanggaan negara. Dari or...