Spend Air #5

878 70 9
                                    

Mobilnya pasti mahal, berwarna biru. Di dalam mobil, aku hanya diam sambil mengontrol perasaanku yang lompat kesana kemari. Aku benar-benar berada di dalam mobil, berdua. Hanya berdua dengan Kevin. Momen ini akan menjadi suatu kenangan yang sangat indah di masa depan. Satu mobil dengan Kevin adalah idaman sebagian besar wanita dan aku sedang ada di posisi yang sangat diidam-idamkan mereka sekarang. Oh Tuhan, yang benar saja.

"Di depan itu perempatan belok kiri," ucapku saat sampai di lampu merah. Dari ekor mataku, aku dapat melihat Kevin menoleh menatapku.

"Iya," jawabnya singkat. Belokan demi belokan untuk sampai ke kos-anku terlewati begitu saja tanpa ada obrolan apapun di antara kami berdua. Aku yang memang pada dasarnya pendiam juga tidak tahu apa yang harus aku bicarakan kepadanya. Atau bertanya singkat seperti—

"Ga latihan hari ini?" cicitku penuh keraguan saat melontarkan pertanyaan itu.

Kevin diam sebentar, "nanti malem, makanya gue mau ke Cipayung."

"Pelatnas gedungnya gimana sih?" tanyaku, berusaha untuk memanjangkan percakapan kami.

"Ya biasa, kaya gedung biasa. Ada asramanya juga, lapangan buat latihan. Bisa juga buat latihan gabungan kaya ganda putra atau putri, tunggal, sama campuran." jawabnya santai.

"Seru ya kayanya, mau lihat langsung."

"Boleh," jawaban spontan dari Kevin membuatku otomatis langsung menoleh ke arahnya. "boleh-boleh aja. Mau kesana emang?"

Aku terkekeh kecil, "ya mau sih Vin. Cuma jauh juga, besok aku ada kelas."

"Kelas jam berapa?" tanyanya.

"Siang sih, sekitar jam satu—"

"Yaudah, santai aja."

"Hah?" sejujurnya aku agak bingung dengan tanggapan yang baru saja diberikan Kevin.

"Maksudnya tuh ya yaudah kalo siang mah, bisa kan balik besok pagi." penuturan Kevin sepertinya harus aku tolak.

"Ga gitu juga, Vin. Aku mau tidur dimana coba?" dan keheningan mulai melanda lagi setelah pertanyaan itu muncul. Di asrama? Tidak mungkin karena aku bukan seorang atlet. Sekalipun dibolehkan, aku juga tidak enak karena hanya seorang tamu belaka. "Udahlah Vin, gausah ga—"

"Nanti malem gue anter pulang." itu membuatku terdiam. Kata-katanya seolah seperti perintah yang tidak bisa disanggah dan dipertimbangkan kembali.

"Jangan bercanda ah Vin. Kamu sehabis latihan juga pasti capek," aku mengelak kembali.

Kevin tertawa mendengar ucapanku. "gue atlet profesional, nyetir doang bolak-balik gini ga secapek lari keliling lapangan 15 putaran."

Dengan kalimat itulah, akhirnya aku tidak punya alasan lagi untuk menolak ajakannya. Kevin ini tipe orang yang sedikit keras kepala menurutku, tapi jatuhnya ia sangat menggemaskan kalau ia berargumen dan bersikeras untuk memenangkannya. Aku juga berpikir, tidak ada salahnya untuk melihat Kevin dan atlet-atlet lainnya latihan mengingat waktu hari Jumat kemarin aku dan teman-temanku tidak diperbolehkan mengambil foto bersama dengan para atlet. Siapa tahu disana aku dapat bertemu dan berfoto bersama dengan mereka?

"Lo gaada pacar?" tanya Kevin setelah ia memakirkan mobilnya di area Pelatnas.

Aku mengernyit heran mendengar pertanyaannya yang cukup random itu. "engga, sibuk kuliah. Kenapa?"

"Bagus deh kalo gaada," ujar Kevin dengan acuh tak acuh. "males saingan soalnya."

Aku terkejut dengan jawaban yang ia utarakan. Apakah dia ada rencana untuk menjadikanku pacar? Oh, jangan terlalu berkhayal. Tapi aku tidak bodoh untuk melihat maksud tersirat dari apa yang diucapkan Kevin. Sudah banyak drama atau film-film yang kurang lebih tokoh laki-lakinya bertanya seperti itu ke tokoh perempuannya. Ini tanda-tanda mereka akan ke jenjang lebih serius.

Permasalahannya adalah kita baru bertemu tiga kali saja, mengobrol saja baru-baru ini, lalu atas dasar apa perasaan Kevin kepadaku dapat tumbuh begitu saja? Bahkan aku tidak pernah membelai rambut halusnya. Melakukan hal romantis kepadanya saja tidak pernah, mana mungkin Kevin bisa secepat itu suka?

"Saingan buat?" tanyaku, pura-pura bodoh.

"Dapetin lo lah, buat apalagi coba." jawabnya sambil menatapku heran.

Aku mendapati satu celah terbuka lebar dari perkataan yang Kevin barusan ucap. Hanya saja, untaian senyum manisku saja yang bisa aku tunjukkan kepadanya. Setelah keluar, aku hanya duduk di pelataran gedung pelatnas sambil menunggu Kevin yang sedang masuk ke asrama untuk berganti pakaian latihan malam ini.

Lagi-lagi, Kevin membuat kecerobohan yang harus aku sadari secepat ini. Yang perlu aku tanyakan kepada diri sendiri hanyalah satu, apa yang akan Kevin lakukan kalau dia punya saingan? Jawabannya hanya satu, tidak ada.

♡♡♡

Udah tau belum alurnya mau dibawa kemana? hihihi peace ✌

By the way, i should congratulate u guys karena nemu cerita ini dan aku sebagai pemilik serta penulis akun kecil ini sangat berterima kasih buat kalian yang udah baca. Bahkan seneng banget ada satu orang yang nge vote cerita ini. Big thanks for phiiyw and all the readers!! xx

Also, i love u guys, sekalian yuk follow-followan!! 😄

Double update hihii...

Trespassing [Kevin Sanjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang