Before Sleep #12 ( s h o r t )

714 71 1
                                    

Di bagian belakang gedung serbaguna ini ada begitu luas tempat yang dijadikan untuk estalase penyajian berbagai makanan ringan seperti lumpia, kue puthu, dan jajanan tradisional Indonesia lainnya. Karena para tamu masih fokus dengan acara yang ada di depan sambil duduk manis di bangkunya masing-masing, aku dapat memilih berbagai jajanan yang aku inginkan dengan leluasa.

"Suka nagasari juga?" aku cukup terkejut saat suara itu menyapa indra pendengaranku. Aku menoleh, mendapati seorang Kevin berdiri di sampingku dengan gagahnya. Ah, tidak. Dia ini laki-laki yang lucu walaupun usianya lebih dari seperempat abad.

"Iya, mamaku suka banget bikin nagasari dulu dan enak banget." jawabku seraya menatap nagasari di tangan kananku.

Kevin tertawa kecil, "dulu aku malah suka banget nyuri nagasari bikinan mama." timpalnya yang mau tak mau membuatku ikut tertawa.

"Tengil banget ya dari kecil ternyata," komentarku sambil memukul lengannya pelan.

"Kalo ga tengil bukan Kevin namanya," ia menanggapi komentarku dengan tatapannya yang terus-terusan menatap kedua mataku. "kamu suka anak tengil ga sih?"

Aku menaikkan satu alisku saat ia bertanya seperti itu. Aku tahu maksudnya. "engga," jawabku singkat dan satu gigitan nagasari sampai di dalam mulutku. Sambil mengunyah, aku dapat melihat kerutan di dahi Kevin.

"Kenapa?" tanyanya seraya memajukan bibir bawahnya dan mata bundarnya menatapku seperti mata Cihuahua yang lucu. Ah, gemasnya.

"Aku ga suka anak tengil, tapi sukanya cowo tengil." jawabku dan bahkan aku tidak berani menatap kedua matanya setelah mengucapkan hal itu. Apakah baru saja aku menggombal? Yang benar saja.

Kevin tertawa, aku dapat mendengar tawanya yang sebelumnya tidak pernah kudengarkan. Lepas dan puas, suka sekali aku mendengarnya.

"Cowo tengil kaya siapa?" Oh Tuhan, Kevin. Ia benar-benar memancingku kali ini.

Aku memicingkan mata ke arahnya, "kamu tahu jawabannya, Vin."

Kevin menggelengkan kepala, "belum, makanya nanya." ujarnya lalu mencebikkan bibirnya. Lihatlah, Kevin selalu menggemaskan dengan berbagai tingkahnya. "kaya siapaa?" ia bertanya lagi, akhiran kalimatnya ia panjangkan seperti rengekan bayi.

"Iya kaya kamu." jawabku sebelum orang lain dapat mendengar rengekan Kevin yang semakin menjadi-jadi. Sambil memakan nagasariku, ia berhenti merengek dan menampilkan senyuman secerah matahari.

"Kayanya nanti malem aku bakal tidur nyenyak deh abis dengerin jawaban kamu tadi," lalu terkekeh kecil sehabis ia mengucapkan kalimat itu. Aku? Kujamin kedua pipiku bersemu merah kembali. Oh Tuhan, kenapa Kau memberiku cobaan yang begitu sulit untuk ditolak kehadirannya?

Aku menelan gigitan nagasariku yang terakhir seraya memberikan gelengan kecil dengan tingkah laku Kevin kali ini. Sebenarnya aku dapat merasakan ada beberapa pasang mata yang melihat interaksi kami di balik estalase jajanan tradisional ini, tapi aku cukup tidak peduli. Lagipula, kami tidak melakukan skinship yang menimbulkan kesalahpahaman antara beberapa pihak.

"Tau ga sih nagasari yang kamu makan tadi jadi spesial?" tanya Kevin kepadaku.

Aku menggelengkan kepalaku. "Engga tau tuh, emang iya jadi spesial?"

"Iyalah, soalnya kamu yang makan. Kamu kan spesial," jawab Kevin dan aku benar-benar tidak bisa menahan tawaku.

"Duh, ini pasti Fajar yang ngajarin ya?" timpalku saat tawaku mereda.

"Gara-gara Fajar aku jadi lancar ngegombal." sahut Kevin dengan gelengan kepalanya. "Tapi kamu emang spesial tau buat aku,"

Pipiku kembali bersemu merah, "hah?"

"Iya, kamu perempuan spesial buat aku." jawab Kevin dengan mantap sambil menatapku. Aku bingung, aku saja bukan kekasihnya, bagaimana bisa aku menjadi perempuan spesial baginya?

"Haruskah aku percaya?" tanyaku dengan tatapanku yang meremehkan ucapannya.

Kevin kembali mengangguk, "harus dong."

"Buat aku percaya." celetukku dan aku dapat melihat senyuman Kevin mengembang. Tidak, dia tidak akan mencium bibirku di keramaian seperti ini, kan?

Kevin melangkahkan kaki mendekat ke arahku sambil meraih tanganku kiriku yang berada di bawah estalase dengan tangan kanannya. Kujamin, tidak ada yang bisa melihat bahwa Kevin sedang memegang tanganku. Ia berbicara cukup pelan tapi masih dapat aku dengar kalimat yang ia keluarkan.

Lagi-lagi, Kevin membuatku cukup tertegun dengan apa yang diucapkannya barusan. Hanya satu kalimat tapi aku dapat merasakan ribuan kupu-kupu melayang di dalam perutku.

"Hanya perempuan spesial yang dapat memakai kalung ibuku di lehernya." ujarnya seraya menatap kalung yang melingkar di leherku.

♡♡♡

Trespassing [Kevin Sanjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang