Soft Day #8

798 73 1
                                    

"Nanti pulang kuliah gue jemput mau ga?" tanya Kevin setelah ia memberhentikan mobilnya di depan gerbang kos-anku.

Aku terkejut dengan pertanyaannya yang termasuk cukup berani. "gausah deh, Vin. Aku udah ngrepotin kamu dari kemarin mulai dari nurutin aku buat liat latian, terus nyetir dari sini ke Cipayung, balik la—"

"Udah yaa..." sela Kevin dengan suara manisnya yang medhok. "gue ga keberatan asal itu semua sama lo."

Aku tersenyum, sabar menghadapi keras kepalanya seorang Kevin. "Vin, kesehatan kamu itu penting. Ya bener kalo hari ini kamu sehat, besok-besoknya kalau tiba-tiba badan kamu drop cuma gara-gara bolak-balik sini ke Cipayung, gimana? Aku juga ngerasa bersalah, Vin." jawabku lembut, menggenggam tangan Kevin dengan mengelus-elusnya pelan.

"Jadi gue ga bakal ketemu lo lagi?" tanyanya memastikan yang langsung aku sambut dengan gelengan kepala menepis pertanyaannya.

"Kamu boleh ketemu aku, asal jangan keseringan dan tiap hari. Kamu atlet utama, aset negara, kebanggaan Indonesia. Nomor satu yang kamu pikirin bukan soal cewe, tapi soal kesehatan kamu dan karir kamu." Setidaknya dengan berkata seperti ini, Kevin bisa sadar aku bukanlah beban yang tepat untuk ia tanggung. Dia masih punya tanggung jawab yang lebih besar daripada harus menemuiku setiap hari.

Kevin menunduk sebentar saat mendengar penuturanku sebelum ia kembali menatapku. "bisa ga kita dinner akhir pekan ini? Sebelum gue ke Jepang minggu depan," pintanya dengan wajah yang memelas.

Tanpa basa-basi, aku mengiyakan permintaan Kevin. Hitung-hitung sebagai penyemangat dia sebelum bertanding ke Jepang.

"Yaudah gue tunggu sini. Lo siap-siap dulu aja nanti gue anterin ke kampusnya," hendak saja aku menolaknya, ia menggelengkan kepalanya tanda bahwa tak ada penolakan dari ucapan yang baru saja ia utarakan. Benar-benar anak ini ya. Semoga tidak ada yang terlalu menyadari aku sedang berada satu mobil dengan Kevin Sanjaya.

Sehari tidak pulang kos saja rasanya aku sudah menjadi tersangka pencurian. Lihat, baru saja aku ingin memasuki kamar kosku, Vivi yang juga kebetulan kamar kosnya ada di sebelahku langsung keluar dengan berkacak pinggang, ditemani Anggun di sampingnya yang bersedekap.

"Wahai nona Jawa Timur yang terhormat, gue liat-liat lo barusan menginjakkan kaki di sini, abis darimana?" tanya Vivi penuh selidik. Badannya ia senderkan dengan jendela kamar kosku.

Aku menggelengkan kepala tak acuh dan langsung saja memasuki kamarku, tetap mengabaikan mereka berdua. Bahkan aku masih bisa mendengar suara mereka berdua yang cukup heboh dari dalam kamar mandi. Memang, berteman dengan mereka hanya membuat kepala pusing saja. Aku akan cerita kepada kalian, tapi tidak sekarang. Hubunganku dengan Kevin masih abu, buram, dan kabur. Aku juga terlebih lagi tidak mengharapkan apapun di dalam hubungan tidak jelas ini. Huh, melelahkan.

"Serius lo ga bareng kita?" tanya Vivi dan Anggun memandangiku dengan heran. "Biasanya juga lo teriak-teriak waktu kita mau berangkat duluan,"

Aku menggelengkan kepala, "serius, Vi. Udah deh kalian kalo mau berangkat ya berangkat aja." ujarku seraya memakai parfum vanilla di sekujur pakaian yang melekat di tubuhku.

"Gue curiga lo punya om-om tajir," celetuk Anggun yang membuatku langsung melebarkan mata.

"Mulai ngaco nih kalo ngomong," komentarku pahit lalu membawa tas kuliahku yang berisi buku catatan dan beberapa laporan. "gaada aku mah mikir-mikir kaya gitu. Bulan depan udah sidang, fokus aja semoga sarjana."

Vivi mendecak kesal sembari memutar bola matanya. "mentang-mentang jadwal sidang udah keluar lo ya bilang be—" ocehan Vivi terhenti saat kami bertiga sampai di depan gerbang kos. Aku tidak melihat lagi mobil berwarna biru, tapi yang kulihat mobil berjenis SUV berwarna hitam mengkilap yang sudah dipastikan harganya mahal. Mulanya aku kurang mengenali siapa pemilik mobil ini karena kaca jendela mobil berjenis film yang cukup tebal menghalangiku untuk melihat pengemudinya. Tapi hatiku semakin mantap bahwa itu Kevin setelah melihat plat nomor mobilnya.

"Vin? Alvin? Davin? Siapa?" Anggun menerka-nerka setelah melihat plat nomor yang membentuk sebuah inisial nama tertera di mobil tersebut.

Aku hanya tersenyum sebelum melambaikan tanganku kepada mereka berdua dan memasuki mobil mewah itu.

"LAH KOK LO MASUK?" teriak Vivi yang sialnya terdengar sampai dalam mobil.

Aku menyengir, "maaf ya temen-temenku emang gitu orangnya." ujarku setelah aku duduk manis di kursi penumpang mobilnya.

"Lo ga ngasih tau ke mereka?" tanya Kevin kepadaku dan kubalas dengan gelengan. "Kenapa?"

Aku mengernyit heran dengan pertanyaan Kevin. Sambil mengemudikan mobilnya, sesaat Kevin menatap ke arahku dengan heran dan ia bertanya lagi.

"Ya buat apa, Vin?" tanyaku balik sembari tertawa ringan. "gimana ngasih taunya? 'Eh aku deket sama Kevin Sanjaya nih' sedangkan sebelumnya aku emang gaada omongan apa-apa tentang kita berdua ke temen-temenku. Bisa dicap gila aku sama temen-temenku,"

Kevin hanya diam mendengarkan tanggapanku dan tidak ada lanjutan lagi dari obrolan kami berdua. Jadi, perjalanan ke kampusku kali ini tidak ada interaksi apapun, hanya lagu-lagu lama dari radio mobil yang menghiasi perjalanan syahdu kami ke kampusku.

Butuh beberapa waktu untuk sampai ke pelataran fakultasku, mobil Kevin sudah terparkir tak jauh dari pintu utama gedung fakultas. Sejenak saat aku baru saja ingin melangkahkan kakiku keluar dari mobil Kevin, ia memanggil namaku lirih dan aku menoleh untuk melihat ke arahnya.

Kevin tersenyum simpul, "nanti ngasih taunya sambil genggam tangan aku ya, biar temen-temen kamu tau kamu ga gila."

♡♡♡

makan siomay di rumah ayu
nawaitu someday with you
JIAKHH YAMETE KUDANIL 😍

Trespassing [Kevin Sanjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang