Warning Two #16 ( s h o r t )

661 60 0
                                    

Kami benar-benar menghabiskan waktu kami semalaman hingga matahari mulai menampakkan rupanya. Bermain air di tepi pantai, berlomba membuat istana pasir, berfoto bersama-sama yang kebanyakan hasilnya tidak maksimal karena Kevin tidak bisa menahan tawanya, serta kegiatan-kegiatan konyol lainnya.

"Di sini wajahmu kaya badut," Kevin berkomentar sambil menunjukkan salah satu hasil jepretannya kepadaku.

Aku mendecak pelan, "udah tau belum siap kenapa difoto sih?" protesku. Ia hanya tertawa kecil menanggapinya dan fokus lagi ke layar ponsel mahalnya. Sekarang sudah sekitar jam setengah lima pagi dan kami sedang terduduk di salah satu warung yang sudah buka serta membeli dua gelas es degan.

"Yang ini bagus ya?" kembali lagi ia menunjukkan salah satu foto kami berdua yang mana Kevin memegang ponselnya dan aku berdiri di belakangnya dengan tersenyum.

"Bagus," komentarku singkat lalu menyeruput es deganku yang tersisa di gelas.

"Kalau ini?" lagi-lagi Kevin menunjukkan salah satu fotonya yang aku jepret khusus untuknya. Terlihat, ia berdiri dengan santai dan senyumannya yang mempermanis seluruh representasi foto itu.

"Gemes," aku berucap dan beralih menatap kedua matanya dengan senyumanku yang lebar. Kevin menanggapinya dengan anggukan kepala dan fokusnya kembali lagi ke ponselnya.

Jam menunjukkan waktu lima pagi saat Kevin mengajakku kembali ke hotel. Kulihat, kedua matanya sangat kelelahan dan aku kasihan kepadanya.

"Aku aja yang nyetir ya? Kamu keliatan cape banget," tawaranku ditolak tegas olehnya dengan alasan ia tidak ingin aku menjadi sopir. Sebenarnya mendengar alasannya itu membuatku tertawa kecil.

Tak butuh waktu lama untuk sampai ke hotel dan sekarang kami berjalan bersama-sama menuju lift. Suasana hotel masih sepi, hanya ada beberapa petugas seperti resepsionis dan petugas kebersihan.

"Kamu pulang kapan?" tanya Kevin sesaat setelah kami berada di dalam lift.

"Nunggu sektor yang lain selesai dulu. Kan tunggal putri finalnya baru hari ini terus ganda campuran masih besok," jelasku kepadanya seraya kurasakan pipi Kevin berada di atas kepalaku. Dari pantulan pintu lift aku dapat melihat Kevin yang menyandarkan kepalanya sambil memejamkan mata dan ia melipat tangannya di depan dada. Dia benar-benar kecapekan.

Ting!

Pintu lift terbuka dan yang kulihat pertama kali adalah Fero dengan pakaian olahraganya. Dia sempat terdiam sejenak saat menyadari posisi Kevin sebelum Kevin mengajakku keluar dari lift.

"Kak Fero mau lari pagi ya?" sapaku basa-basi, sedikit salah tingkah karena ia memergokiku baru saja berduaan dengan Kevin.

Fero mengangguk, "iya, lo juga baru selesai lari pagi?" sambil matanya mengamati pakaianku yang kurang cocok jika digunakan untuk berolahraga. "oh engga pasti." bahkan sebelum aku menjawab, ia sudah menyimpulkan.

"Yaudah kak, aku mau balik kamar dulu. Vin, kamu juga balik ke kamar." tukasku sedangkan Kevin hanya berdiri di sampingku tanpa mengucap sepatah kata apapun sambil menatap Fero.

"Oh iya, kenapa lo kok ga manggil gue mas lagi?" pertanyaan Fero menghentikan lagi langkahku yang baru saja ingin beranjak.

"Kan kak Fero sendiri yang bilang gamau dipanggil mas, berasa dipanggil istri gitu." aku menjawabnya dengan kerutan di keningku.

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya paham, "oh iya kok gue ga inget," jawabnya lalu mempersilakan kami berdua untuk masuk ke kamar. Karena arah kamarku dan Kevin berbeda, aku meninggalkan Kevin yang sepertinya juga kembali ke kamarnya.

Belum terlalu jauh aku melangkahkan kaki, Kevin kembali memanggilku dengan suara cukup keras dan membuatku berbalik badan. Kevin masih berdiri di tempat yang sama seperti tadi begitupula Fero. Aneh, kenapa Fero masih diam di tempat?

"Apa, Vin?" tanyaku kepadanya.

"Kalung ibuku yang aku kasih ke kamu dijaga baik-baik ya," ujarnya dengan senyumannya yang lebar ia tunjukkan kepadaku sebelum ia menepuk-nepuk bahu Fero dengan pelan.

♡♡♡

kira-kira konfliknya apa ya?

Trespassing [Kevin Sanjaya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang