14. Pemuja Rahasia

13.9K 2.1K 504
                                    

Maaf, aku tak sehebat Ali yang memuja Fatimah secara rahasia bahkan sampai setan pun tak tahu. Maaf, jika itu mengganggumu. Jangan salahkan cinta yang kusimpan untukmu, tapi salahkan waktu kenapa kau bertemu dengannya dulu sebelum denganku.

———

"Gimana, Kal, Naira mau makan?" tanya Dewi di dapur umum saat melihat Haikal berjalan kearahnya.

"Ners Nai masih tidur, Kak. Kata suaminya nanti aja kalo udah bangun," ucap Haikal berbohong, padahal dia belum sempat bertemu dengan Naira dan Wildan.

Langkahnya terhenti saat tak sengaja melihat Wildan hendak mencium Naira di sela-sela pintu tenda, dia mengurungkan niatnya untuk masuk dan lekas pergi.

"But she's okay, right?"

Haikal mengangguk sambil tersenyum samar. Berat rasanya menarik bibir untuk tersenyum lebar, dadanya terasa sesak, seperti tertimbun kiloan gram batu tak kasat mata. Beberapa kali dia menghela napas panjang, berusaha untuk menghilangkan perasaan tak enak di dadanya.

"Kal?" panggil Dewi sambil menata lauk di atas piring sepeninggal rekan yang lain, menyisakan Haikal dan Dewi saja di meja dapur umum.

"Ya, Kak?" Haikal yang sedang mengelap piring, menoleh.

"Are you okay?"

"Hm?" Haikal menghentikan aktivitasnya sejenak, agak terkejut Dewi tiba-tiba bertanya seperti itu, "Memangnya saya kenapa?" tanyanya balik sambil terkekeh, dia kembali melanjutkan mengelap piring.

"Jangan ngira aku nggak tau, ya."

"Tau apa?"

"You have something special for Naira, right?"

Haikal kembali terdiam sejenak, bibirnya ingin menyangkal namun hatinya tak bisa bohong. Dia hanya tersenyum tipis tanpa membalas pertanyaan Dewi, Haikal kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Kan, kan, bener."

"Saya hanya mengaguminya."

"No, no, no, kalo kagum nggak gitu kelihatannya."

"Memang kelihatannya bagaimana?"

"Mmm ..." Dewi mencoba mencari kata yang tepat untuk menggambarkan Haikal yang dia lihat, "kamu memang mencintai Naira, tetapi menurut kamu kebahagiaan Naira yang jauh lebih penting. Kayak gitu deh aku lihatnya."

"Betul sekali, Madame!" Muncul Jamal di tengah-tengah mereka. "Nih, cowok emang bucin banget sama Ners Naira sampe nggak mau pacaran lagi. Trus aku kan pernah tanya, emangnya lo mau nunggu jandanya Ners Naira ya? Aku malah di—," terpotong.

Ceples! Tangan Haikal mendarat mulus di bibir Jamal.

"Ditabok ... kayak barusan," lanjut Jamal. Dewi tertawa terbahak-bahak.

"Makanya kalo ngomong jangan sembarangan, nih, lanjutin lap piring nih, aku mau pergi nemuin Mas Angga," kata Haikal sambil menyerahkan lap kepada Jamal.

"Nanti malam beneran jadi ngadain api unggun?"

"Hm." Haikal beranjak dari dapur umum untuk menemui salah satu warga yang akan meminjamkannya alat musik untuk nanti malam. Ada usulan mengadakan hiburan untuk menghibur warga, tentu saja juga menghibur relawan, khususnya Naira.

"Heran banget, ganteng-ganteng bucin sama bini orang," gerutu Jamal sambil melanjutkan pekerjaan Haikal mengelap piring.

"Tapi, hebatnya dia bisa ya nahan diri. Kalo aku mah gak tahan, aku lebih baik pergi jauh, daripada sakit hati karena ngeliat orang yang dicintai tak bisa dimiliki," ujar Dewi.

[DSS 5] DEAR ALLAH 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang