5. Gardu Tiga-Tragedi

31.5K 3K 385
                                    

"Tiada daya jika tak bergantung pada Allah,  Allah sebenar-sebenarnya Maha Penolong."

🌸🌸🌸

"Saya mau ambil motornya dulu, ya, Kak. Kak Nai tunggu di sini."

Aku berdiri dengan perasaan bingung, antara mau atau tidak diantar Haikal balik ke Gardu Tiga. Selama ini aku tidak pernah dibonceng pria lain, selain Mas Wildan dan Abah. Apalagi motor trail yang dudukannya sempit, pasti aku dan Haikal bersentuhan. Aku melumat bibir sejenak, benar-benar perang batin.

Aku melihat Haikal berjalan ke pos tentara, dia sedang meminta izin untuk meminjam motor. Sementara aku hanya diam dengan perasaan yang tidak keruan, aku tidak mau dibonceng Haikal, tetapi tidak ada cara lain untuk kembali ke Garduku kalau bukan dengan cara itu.

Dear Allah, berilah hamba jalan keluar...

Haikal berjalan kearah parkiran, mungkin dia mendapat izin untuk meminjam motornya. Aku semakin gelisah, semakin keras mengigit bibirku sendiri. Apalagi ketika dia menghidupkan motornya dan berjalan kearahku, hatiku semakin gelisah.

"Naira!"

Aku menoleh ke sumber pekikan memanggil namaku, ternyata itu Dewi memanggil dari dalam truk. Tanpa sadar, aku meloncat kecil dan berlari kearahnya, "Alhamdulillah! Dewi!!!"

Truk berhenti dan Dewi keluar, "Astaga, kenapa bisa ketinggalan sih! Ayo pulang sebentar lagi magrib!"

"Makasih, ya, Wi, udah nyusul."

"Untung aku tadi nyari kamu pas truknya datang, pak supir langsung telpon Gardu Lima, katanya kamu ikut truk Gardu Empat. Ya udah, aku ikut deh nyusul. Kamu nggak apa-apa, kan?"

"Nggak apa-apa. Alhamdulillah aku ada kenalan di sini jadi  dia yang nolongin aku," aku menoleh ke Haikal yang duduk di atas motor trail, "Oh, ya, Wi, bentar aku mau bilang terima kasih dulu sama temenku, ya."

Dewi mengangguk, aku langsung berjalan kearah Haikal. Dia menyambutku dengan senyuman tipis, "Disusul ya, Kak?"

"He'em, Alhamdulillah, jadi kamu nggak repot-repot nganter aku."

"Nggak repot,kok, Kak."

"Kalau begitu aku balik dulu, ya. Makasih bantuannya ya, Kal."

Begitu Haikal mengangguk, aku langsung berjalan kearah truk. Dewi membukakan pintu depan, setelah dia naik kemudian aku menyusulnya. Setelah itu truk perlahan melaju. Aku sempat melirik arah Haikal, dia tersenyum kearahku dan aku melambai sekilas.

"Siapa dia, Nai?" tanya Dewi sepelas truk keluar dari Gardu Empat.

"Oh, dia dulu co-ass di ruanganku."

"Ganteng ya?" Aku hanya tersenyum saja mendengar pendapat Dewi tentang Haikal.

"Oh, ya, Wi, kamu sudah menikah?"

Mata Dewi berbinar, "Belum, tapi sudah bertunangan."

"Wah, selamat, ya? Kapan rencana hari H-nya?"

"Tunanganku masih tugas di Lebanon, jadi mungkin selepas dia kembali dari sana."

"Calonmu tentara?"

"He'em," Dewi mengangguk.

"Semoga dilancarkan, ya, sampai hari H, pun setelah hari H. Semoga pernikahan kalian berkah."

"AMIIN!" Dewi memekik sampai membuat kaget pak supir, dia tertawa lepas tanpa merasa bersalah.

Melihat sosok Dewi, mengingatkanku pada Aisyah. Perempuan satu itu suka sekali berteriak tanpa tau kondisi dan tempat. Aku jadi merindukannya. Semoga dia baik-baik saja di Negara orang. Semoga suaminya bisa menjaganya. Ah, Aisyah... aku sangat merindukanmu.

[DSS 5] DEAR ALLAH 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang