1. Aamiin yang sama

110K 8.3K 1.1K
                                    

𝓓𝓮𝓪𝓻 𝓐𝓵𝓵𝓪𝓱, 𝓽𝓮𝓶𝓹𝓪𝓽𝓴𝓪𝓷 𝓴𝓪𝓶𝓲 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓪𝓪𝓶𝓲𝓲𝓷 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓼𝓪𝓶𝓪. 𝓢𝓮𝓹𝓮𝓻𝓽𝓲 𝓐𝓭𝓪𝓶 𝓭𝓪𝓷 𝓗𝓪𝔀𝓪, 𝓶𝓮𝓼𝓴𝓲 𝓽𝓮𝓻𝓹𝓲𝓼𝓪𝓱 𝓻𝓲𝓫𝓾𝓪𝓷 𝓴𝓲𝓵𝓸𝓶𝓮𝓽𝓮𝓻 𝓶𝓮𝓻𝓮𝓴𝓪 𝓴𝓮𝓶𝓫𝓪𝓵𝓲 𝓳𝓾𝓪 𝓹𝓪𝓭𝓪 𝓽𝓮𝓶𝓹𝓪𝓽 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓼𝓪𝓶𝓪, 𝔂𝓪𝓴𝓷𝓲 𝓢𝓾𝓻𝓰𝓪.
—Diana Febi—
🌸🌸🌸

Pesantren Kilat, lima belas tahun yang lalu.

Aku turun dari bis dengan perasaan yang bahagia. Untuk kesekian kalinya, Allah masih kasih kesempatan untukku mengikuti pesantren kilat. Aku dan beberapa teman dari sekolahku begitu antusias mengikuti pembukaan malam Ramadhan sekaligus pembukaan resmi pesantren kilat.

"Naira! Ayo!" Aisyah, sahabatku menarik mukhenahku agar sedikit mempercepat langkah karena pada saat itu kami terburu-buru ke Masjid karena acara akan segera di mulai.

"Astaghfirullah, Aisyah, sajadahku ketinggalan." Aku menarik diri, karena melupakan sajadahku.

"Ya udah sana cepat ambil, aku booking saf dulu ya!" Aku mengancungkan satu jempolku untuknya kemudian aku kembali lagi ke asrama untuk mengambil sajadah yang aku tinggalkan.

Setelah mengambil sajadah aku kembali berlari ke arah Masjd. Tiba-tiba, saking terburu-burunya tali sandalku putus. Aku benar-benar mengumpat dalam hati karena sandal yang tak tahu situasi.

Karena tidak ingin terlambat, aku tetap berjalan meski satu kakiku menyeret. Benar- benar memalukan, apalagi pada waktu melewati pondok belajar, di sana banyak santri laki-laki yang sedang duduk-duduk menunggu adzan. Meskipun aku nggak menoleh ke mereka, aku tahu mereka tengah menertawaiku.

Aku segera mempercepat langkah, mencoba tidak memperdulikan mereka.

"Ukhty!" mula-mula aku tidak sadar jika saat itu ada suara ikhwan memanggilku. Aku tetap berjalan menuju Masjid.

"Ukhty yang sandalnya putus, tunggu!" Setelah mendengar itu, barulah aku sadar, jika suara ikhwan tadi memang memanggilku.

Meski sedikit ragu, aku menoleh, "Akhi, manggil ana?"

"Iya, Ukhty." katanya sembari berjalan ke arahku. Dia seorang ikhwan berpostur tinggi, memakai sarung kotak-kotak berwarna coklat, berpakaian koko putih dan berpeci.

"Ada apa? Afwan, ana lagi buru-buru."

"Tunggu sebentar!" dia mempercepat langkahnya, setibanya lima langkah dari tempatku berdiri tiba-tiba dia melepas sandalnya kemudian mengulurkan sandal itu ke arahku. "Pakailah."

Otomatis aku melongo karena terkejut, dia tidak sedang mengerjaiku, kan?

"Pakailah, ukhty."

Dengan rasa ragu, aku meraih sandal itu. "Lalu bagaimana dengan akhi?"

"Udah, tenang aja, ada kok," jawabnya sambil tersenyum.

Aku benar-benar tidak percaya, ternyata ada ya laki-laki sepertinya. "Syukron."

"Afwan."

Setelah berterima kasih, aku segera memakai sandal itu dan kembali berlari ke arah masjid. Dalam hati aku berkata, semoga suatu saat nanti aku mendapat jodoh sepertinya, yang mengerti kesusahan orang lain dan senang membantu.

Sesampainya di Masjid, aku segera menyusul Aisyah.

Tidak lama kemudian, adzan berkumandang. "Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Setelah pujian, tak lama, iqomah terdengar. Aku bersiap melaksanakan sholat magrib dan merapatkan saf.

Surah Al-Humazah berdengung indah di Masjid besar ini. MasyaAllah... setiap ayatnya seperti menyayat hatiku, kekusyukan, keheningan dan ditambahkan lagi dengan suara merdu imam itu membuat menangis dalam sholatku.

[DSS 5] DEAR ALLAH 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang