12. Batu Cadas Kehidupan

12.2K 2K 408
                                    

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda: 'Jika Allah mencintai seorang hamba, maka dia akan mencobanya dengan cobaan yang tidak ada obatnya. Jika dia sabar, maka Allah memilihnya dan jika dia ridho, maka Allah menjadikannya pilihan.'
📖📖📖

Bruak! Tubuhku terlempar ke tumpukan kardus setelah Fatir menyeretku paksa masuk ke dalam gudang. Aku buru-buru bangkit, sebisa mungkin aku harus bisa melarikan diri dari sini.

Fatir berdiri di depan pintu gudang, dia menutup pintu itu rapat-rapat.

"Fatir, apa yang mau kamu lakukan? Istigfar!" kataku berusaha untuk menyadarkannya.

"Kamu  jangan khawatir, saya tidak akan menyakitimu," ujarnya, jeda beberapa detik dia melangkah mendekatiku. "Saya mau bicara baik-baik."

"Jangan mendekat!"

"Saya minta maaf tadi saya kasar, saya cuma mau bicara baik-baik sama kamu."

"Bicara tentang apa? Bisa, kan, baik-baik saja. Nggak perlu kayak gini. Kamu tahu, aku takut!" kataku jujur, "kalo kamu berani macam-macam, aku bakal teriak!" ancamku.

Mas Wildan, tolong aku, Mas Wildan aku harap kamu di sini ... lindungi aku...

"Oke, oke, saya nggak bakal macam-macam. Tapi, dengerin saya dulu, oke?"

"Kalau gitu buka pintunya dulu, kita bicara baik-baik di tempat lain, jangan di sini!"

Fatir bergeming, dia tidak juga membuka pintu. Demi Allah aku takut, ruangan ini begitu gelap hanya biasan cahaya dari luar satu-satunya sumber penerangan. Jantungku berdegup keras, keringat dingin terasa di tengkuk. Mataku terasa panas, menahan tangis ketakutan.

"Fatir, kamu orang baik. Please jangan kayak gini. Aku takut bisa menimbulkan fitnah. Ingat keluargamu, ingat ayahmu seorang kepala desa. Jangan sampai kejadian ini bisa mencoreng nama baik ayahmu," kataku dengan gemetar.

Dia menundukkan kepala, aku harap dia sadar dan membukakan pintu segera. Fitnah itu kejam, hal baik bisa menjadi buruk karena fitnah. Aku takut kejadian ini bisa menimbulkan kesalahpahaman yang berujung bencana besar.

"Fatir, bukakan pintunya. Ayo kita bicara baik-baik, tapi kita harus keluar—,"

"Aku mencintaimu, Ners Naira," ujarnya memotong kalimatku.

"Hm?"

Dia mendongakkan kepala menatapku,"Selama ini aku menyukaimu. Dari pertama kali kamu tiba di desa ini. Kamu ... wanita idamanku, kamu cantik, kamu baik, kamu soleha, kamu sempurna. Aku sangat menyukaimu, Ners Naira."

Rasa takutku memuncak, tatapan Fatir kembali berubah menyeramkan. Mataku melirik ke kanan kiri mencari sesuatu untuk perlindungan.

"Fatir, bukakan pintunya sekarang juga atau aku akan teriak!"

"Teriak aja, nggak bakal ada orang denger. Semua orang sudah kusuruh pulang, temen-temenmu tidak akan akan mendengarmu."

"Tolong! Dewi! Dewi tolong! Haikal! Tolong!" teriakku sambil terisak, "Mas Wildan..."

Fatir tersenyum, "Kamu ngapain teriak-teriak?"

"Apa maumu?"

"Tentu saja kamu, Ners Naira."

"Aku sudah menikah, aku sudah bersuami."

Fatir berjalan mendekat, "Aku tahu dan aku nggak peduli. Aku juga sudah bertunangan, tapi itu tidak penting, kan, kalau kita saling mencintai?"

Kaki perlahan mundur ketika Fatir semakin mendekat, "Aku mencintai suamiku. Istigfar, Fatir! Istigfar!"

"Kalau begitu ... " Senyum Fatir menyeringai, "untuk malam ini saja kamu jadilah milikku."

[DSS 5] DEAR ALLAH 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang