"Yah. Ayo tidur, aku ngantuk."
"Bentar lagi, nanggung."
Kiran mendecak. Menatap punggung suaminya dengan sebal. Habis LDR bukannya bermanja-manjaan dengan istri, pria menyebalkan ini ternyata masih lebih memilih bercumbu dengan game-nya sepanjang hari.
"Kalau gitu aku duluan, awas aja kalau dibangunin."
"He'em." Angguknya tak peduli. Buat Kiran berdengkus dan menutup pintunya cukup keras. Sialnya, Kiran kalau sedang marah jadi tidak bisa tidur. Alhasil hingga pukul tiga pagi saat Harzi baru selesai bermain, Kiran masih terjaga. Namun berpura-pura tidur sewaktu Harzi hendak mengganggunya.
Keesokan pagi, Kazan sudah lengkap dengan seragamnya dan begitu bersemangat ingin cepat-cepat sampai ke sekolah karena sepulang nanti akan diadakan perlombaan di sana. Dan Kazan ikut salah satunya.
"Ayah bakal dateng, kan? Nggak sibuk lagi, kan?"
Kiran mengangguk sembari tersenyum. "Acan mau Bunda datang jam berapa?"
"12! Ibu guru bilang hari ini belajarnya cuma sebentar."
"Siap deh! Baik-baik ya sama Anum. Nanti Bunda sama Mamanya datang sama-sama."
"Eung!" Kazan jarang sekali tersenyum selebar itu. Buat Kiran juga ingin berusaha agar tak mengecewakannya. "Acan berangkat. I love you, Bunda!"
"I love you so much, baby."
Dua jam kemudian. Berganti si suami yang akan berangkat untuk mengurusi bisnis-bisnisnya di luaran sana. Juga selalu terlihat tampan walau hanya mengenakan jeans, baju kaos, dan jaket leather kesayangannya. Oh, rambutnya juga ditata, tumben sekali.
"Kazan nyuruh aku ke sekolah jam 12. Kamu udah deal ya, bakal dateng?"
"Nanti aku kabarin." Balas Harzi usai menghabiskan kopinya, tangannya cekatan meraih kunci mobil sebelum memajukan tubuh ke arah Kiran untuk mencium keningnya. "Aku berangkat, love you."
"Drive safe, love you too."
Namun ternyata suaminya malah menghilang dan parahnya tidak bisa dihubungi. Kabarnya lalu terdengar dari Wawan yang berkata kalau ponsel Harzi tertinggal di dalam mobil dan kini masih melakukan meeting. Kiran sudah tidak peduli, berani-beraninya pria ini melunturkan senyum di wajah putranya. Padahal di hari itu Kazan berhasil menyabet juara satu lomba lari, dan Harzi bahkan tidak menanyakan apapun ketika sampai di rumah saat hari telah berganti. Kiran juga sudah tidak berniat membicarakan apapun dengannya.
Karena tidak bisa dipungkiri, Kiran merasa sangat kecewa.
"Harzi. Bangun."
Harzi mendengarnya. Biasanya setelah itu akan dilanjut dengan panggilan mendayu yang terdengar sangat menyebalkan di telinganya, barulah ia akan benar-benar terbangun sesudahnya. Namun kali ini Kiran tidak melakukannya. Bahkan ketika Harzi membuka mata pun, yang ia dapati hanya Kiran yang terduduk di ujung kasur, menunggunya dalam diam.
"Kamu ngapain?"
Kiran menoleh ke arahnya. "Nunggu kamu bangun."
Jawaban datar itu membuat bibir Harzi seketika mengerucut. Usai meregangkan tubuhnya, ia beringsut memeluk tubuh Kiran dan mendusel seperti biasa. "Can i get a kiss?"
Harzi tak percaya istrinya menghela napas sebelum mengecupnya. Lalu tahu-tahu mengelap permukaan bibir setelah itu.
"Bun???"
"Ya?"
Lalu Harzi kembali menciumnya, dan Kiran menghapusnya. Lalu dicium lagi, dan Harzi lihat Kiran benar-benar menghapusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
until we're grey and old [✔]
Fanfiction[ read after "look how we've grown" ] I'll take the kids to school, wave them goodbye, and I'll thank my lucky stars for that night. ©tuesday-eve, 2021.