14. Takkan Kemana

860 194 55
                                    

"Harzi, mau ke mana?"

"Titip Kazan sampai besok, Ma. Harzi mau pulang sebentar."

"Tapi ini udah lewat tengah malam."

"Sebentar aja. Harzi ada perlu."

"Papa ikut kalau gitu." Cahyo tahu pikiran semua orang sedang kacau, dan di kondisi seperti ini seharusnya tak ada yang boleh bepergian sendiri. "Ajak seseorang atau jangan pergi."

Padahal setelah ini Harzi memang berencana menjemput Ayahnya dan pergi bersama. Namun takdir ternyata juga menginginkan Ayah sang istri untuk ikut ke sana, ke makam anak mereka.

Alhasil ketiganya, disupiri Jo kini berkendara menuju pemakaman calon cucu pertamanya. Harzi dibiarkan beristirahat karena seharian ini pria itu benar-benar terjaga untuk istri dan anaknya. Jo juga bersyukur Cahyo ternyata ikut, jadi ia tak merasa sendiri saat Harzi terlelap di belakang sana.

"Kenapa Harzi tiba-tiba mau ke sana?"

"Dia cuma bilang mau minta maaf."

Mendengar itu membuat Cahyo kontan menghela napas beratnya. "Sebesar itu kah masalah yang mereka punya? Jujur saya ngerasa bodoh karena nggak ngerti apa-apa."

"Kita juga nggak bisa maksa untuk cerita, semua tergantung kesiapan mereka. Sekarang yang terpenting Kirani sembuh dulu."

"Iya... Kirani harus sembuh dulu."

"Ngomong-ngomong, Adinata udah tahu soal ini, kan?"

"Sudah. Katanya besok pagi baru berangkat."

"Waktu dia tahu... apa reaksinya?"

"Kedengarannya nahan tangis."

Jo berubah tersenyum getir. "Pasti rasanya hancur banget."

Cahyo tak lagi membalas, pikirannya seketika melayang berpuluh tahun silam saat ia bertemu sosok Kirani untuk pertama kali. Jangankan disambut, menatap wajahnya saja Kirani tak sudi. Dan Cahyo mengerti, ia tahu dalamnya luka yang ditinggalkan, seburuk apa trauma yang dirasakan, dan sebesar apa dampak hal itu merubah pandangan mereka tentang segala hal, terutama untuk Kirani.

Maka sewaktu Harzi datang dan mengaku ingin melamar Kirani, Cahyo amat terkejut karena sempat mengira kalau putrinya tidak akan pernah mau menikah apalagi berkeluarga. Namun entah bagaimana pemuda itu berhasil merebut hati sampai meyakinkan Kirani untuk hidup bersama. Rasanya Cahyo kalah telak, ia bahkan butuh waktu bertahun-tahun hanya untuk mendapat perhatian Kirani. Hingga akhirnya dengan alasan tersebut, ia ikhlas melepas Kirani di usianya yang masih sangat muda.

"Saya jadi mikir, kalau ini imbas dari keputusan mereka yang belum matang."

Johnny paham maksudnya. "Mereka memang masih muda. Dan saya yakin kalau keputusan apapun yang mereka ambil saat itu adalah yang terbaik."

"Cuma saat itu."

"Ya, cuma saat itu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
until we're grey and old [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang