Jangan pelit komen napa dah, mood nya jadi agak gimana gitu kalau kolom komennya sepi.
Komen yak, jan lupa vote juga.
•••
Subuh hari Harzi tiba-tiba terbangun karena merasakan pergerakan dari orang di sebelahnya. Berubah kaget ketika mendapati Kirani sudah menggigil hebat dengan keringat dingin yang membasahi sekujur tubuh. Begitu Harzi menyentuh keningnya, suhu tubuh Kirani serasa membakar kulitnya.
Bergegaslah Harzi turun ke bawah untuk memberitahukan kondisi sang istri kepada Ayah dan Ibu mertua. Untung saja saat itu Iren sedang terbangun usai mengambil minum dari dapur.
"Mah, Kirani demam."
"Astaga!" Iren menapaki anak tangga dengan terburu-buru menemui Kirani dan langsung merengkuh tubuh yang masih bergetar itu, namun putrinya bahkan tak mampu membuka mata. "Kiran... ini Mama sayang...."
Tak lama Cahyo datang setelah dibangunkan Harzi. Dengan sigap ia mengangkat tubuh Kirani keluar dari sana, bermaksud memindahkannya ke mobil yang sudah Harzi siapkan.
"Harzi minta tolong buat jagain Kazan. Kalau dia nyari Bundanya langsung telepon Harzi."
Iren mengangguk dengan air mata yang menggenang. Menatap kepergian menantu dan suaminya dengan perasaan cemas menggunung. Dirinya benar-benar tak tenang karena teringat fisik Kirani yang memang tidak terlalu baik sejak kecil.
Iren mengandungnya di tengah situasi yang terdesak dan penuh tekanan, membuatnya menjalani sembilan bulan dengan begitu berat dan banyak pikiran. Waktu itu, Iren dan Adinata telah berada di ambang perceraian. Namun berkat Kirani yang tengah dikandungnya, mereka menunda hal tersebut bahkan sempat membaik hingga Kanaka juga terlahir ke dunia. Tapi tak disangka, ketenangan dalam rumah tangga mereka adalah karena kehadiran sosok lain yang membuat sang suami tak lagi memedulikan keluarganya. Sampai pada satu titik Adinata memutuskan untuk meninggalkan Iren berserta ketiga anak mereka, tanpa pamit, tanpa penjelasan apapun.
Kunara, Kirani, dan Kanaka kehilangan sosok ayah begitu saja. Tak ada kata perpisahan, tak ada kata pengharapan, yang ditinggalkan hanya luka di hati masing-masing. Membuat mereka mulai menyalahkan diri sebagai alasan mengapa perpisahan kedua orang tuanya terjadi. Iren menangis dan bertanya, apakah selama ini mereka benar telah baik-baik saja?
Di sisi lain, Kirani masih tak sadarkan diri. Meski badannya terus bergerak namun kesadaran wanita itu tidak serta bersamanya. Dokter yang menangani juga belum memberikan keterangan apa-apa, dan selama itu pula, Harzi tak menemukan ketenangan barang sedetik pun.
"Pulang ke rumah, ya? Papa nggak bisa ninggalin kalian begitu aja dengan kondisi kayak gini. Kalian bertiga lagi down, harus ada yang jaga."
Benar kata Cahyo, mereka bertiga kondisinya sedang tidak stabil, Harzi sendiri juga sangat lelah dan pikirannya makin rancu sejak kemarin. Belum lagi Kazan yang terlihat belum bisa jauh darinya.
Lalu dengan itu setuju. "Iya, Pah. Kalau Kirani udah membaik, hari ini Harzi ikut Papa sama Mama pulang."
Kabar Kirani dan Kazan yang sakit akhirnya sampai di telinga kedua saudaranya, alhasil siang ini Kanaka tiba di kediaman Harzi dan Kirani. Kakaknya itu sudah dipulangkan pukul sembilan pagi tadi. Kirani terkena demam tinggi hingga membuatnya sempat kejang, dan hal tersebut membuat Kanaka dilanda panik karena teringat masa dimana sang kakak pernah mengalami kejadian serupa.
"Acan sama Oji dulu, ya? Ayah mau ke Bunda sebentar."
"Acan mau masuk juga!"
"Jangan dulu. Bunda lagi istirahat." Kanaka sigap mengambil alih Kazan dalam gendongan. "Beli es krim sama Oji, yuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
until we're grey and old [✔]
Fanfiction[ read after "look how we've grown" ] I'll take the kids to school, wave them goodbye, and I'll thank my lucky stars for that night. ©tuesday-eve, 2021.