lima bulan berlalu dan kondisi Kirani makin membaik, berat badannya juga sudah berangsur naik dan yang paling buat Kazan senang karena wajah bundanya sudah tidak pucat lagi.
"rambut bunda lucu, hihi~" Kazan cekikikan sambil mengusap-usap rambut kiran yang sudah tumbuh kurang lebih sepanjang jari kelingking. Kirani jadi ikut tersenyum dan memeluk gemas putra semata wayangnya.
"bunda cantik nggak, A'?"
"selalu!" Kazan menyeru dan turut melingkarkan lengan di leher Kirani. "apalagi bunda udah bisa senyum, makin cantik, deh!"
"masa sih?"
"iya sihhhh."
Kirani cekikikan lagi. sekarang pun keduanya sedang duduk di taman mini belakang rumah, bersantai sambil nunggu si Ayah selesai mandi karena baru bangun tidur di jam 3 sore.
"bunda, Acan boleh tanya?"
"boleh...." sahut Kirani. "mau tanya apa?"
"uhm..." Kazan terlihat ragu untuk sesaat, namun akhirnya memberanikan diri untuk menatap bundanya. "bunda tahu nggak, bunda sakit karena apa?"
setelah pertanyaan itu terlontar, Kirani terdiam sebentar. memikirkan kalimat yang tepat untuk menjelaskan.
"jadi, dari kecil bunda itu memang gampang sakit. mungkin karena nini nggak rajin bawa bunda ke puskesmas?" ujar Kiran dengan nada bercanda, Kazan tertawa. "bunda yang betulllll~!"
"hahaha iya iya, maaf." Kirani lalu melanjut. "pokoknya dari kecil bunda badannya memang begini-begini aja, dan gampang sakit juga. kamu tahu kan, kalau bunda pernah kecelakaan dan koma?"
Kazan mengangguk. "tahu, ayah pernah cerita."
"tuhan baik banget sama bunda, karena meski koma selama itu bunda masih bisa hidup sampai sekarang, di saat kemungkinan lain bunda seharusnya udah nggak bertahan. jadi, Kazan jangan lupa selalu bersyukur, ya. Acan sehat-sehat begini karena tuhan sayang sama Acan." pungkasnya dan mengusap pipi Kazan. "lalu bunda menikah dengan ayah, dan akhirnya hamil abang. tapi, karena kecerobohan ayah dan bunda, abang nggak bisa lahir ke dunia. dari situ sakit bunda yang sekarang muncul. hanya aja, bunda terlalu keras kepala dan berusaha nggak peduli dan bahkan nekat nggak bilang ayah karena bunda merasa bunda kuat kok, dan lagi bunda nggak mau menyusahkan ayah."
Kazan menghela napas, menatap bundanya dengan sendu. "bunda salah..."
"memang, makanya bunda udah nggak mau ngeluh apa-apa lagi. ini memang karena kesalahan bunda sendiri. Acan selalu ingat apa kata ayah sama bunda kan? soal kalau ada apa-apa selalu cerita?"
melihat tanggapan putranya, Kirani turut menghela napas dan merangkul Kazan lebih erat. "sudah... Aa' nggak perlu mikirin apa-apa... bunda udah sehat sekarang. dan bunda janji nggak akan sembunyiin apapun itu dari ayah dan Aa'. sekali lagi bunda minta maaf, ya?"
akhirnya Kazan mengangguk. "Acan nggak marah, kok. Acan cuma sedih karena bunda sampai sakit begini."
"nggak apa-apa, bunda juga udah ikhlas, kok."
"kalian tuh emang seneng banget ngobrol berdua aja, nggak ajak-ajak Ayah."
Harzi datang dari arah pintu, sudah wangi dan ganteng. orangnya langsung peluk dan cium istrinya dulu, baru setelah itu menyelip ruang di sebelah Kazan dan bersandar di pundak Kirani.
"A', si Anum ngechat, nyariin kamu."
"sibuk." pungkas Kazan bikin Harzi ketawa dan menggelitik putranya. "jangan cuek-cuek nanti jadi bucin."
"bundaaa! ayah ngeledek Acan terussss!"
dan Kirani hanya cuma geleng-geleng kepala. "ayahmu kayaknya emang mendukung pernikahan dini."
KAMU SEDANG MEMBACA
until we're grey and old [✔]
Fanfiction[ read after "look how we've grown" ] I'll take the kids to school, wave them goodbye, and I'll thank my lucky stars for that night. ©tuesday-eve, 2021.