Prolog

20.1K 1.3K 122
                                    

Walau udah tamat jangan sider ya Chingu-ya!
( .◜‿◝ )♡

Kehidupan itu bagaikan hukuman di dunia, kejam dan kadang menyiksa, tidak sedikit orang yang menyerah untuk menjalani hukuman tersebut, namun tak sedikit pula yang berjuang untuk menjalaninya.

Salah satunya yaitu seorang pria yang kini tengah berdiri di sebuah halte bus, pria tampan berwajah imut, dengan tinggi badan yang cukup menjulang, alisnya yang tajam serta kedua matanya yang hitam, sangatlah mempesona, namun di tangannya dia memegang sebuah tongkat penunjuk jalan, ya... Dia buta.

Sebagai seorang pria muda yang tidak dapat melihat adalah salah satu ujian berat yang harus di alaminya.

Dia bernama Lee Jeno, dia duduk di kelas 10 SMA, karna tidak dapat melihat, banyak yang mengatakan bahwa dirinya cacat secara terang terangan di dekatnya, mungkin orang lain lupa kalau dia hanya lah buta, tidak tuli. Meski begitu dia hanya akan pura pura tidak mendengar dan mengabaikannya.

Brush

Suara Bus berhenti membuat Jeno segera melangkah kedepan dengan perlahan, dia menaiki bus tersebut dan hanya berdiri sambil berpegangan, dia tidak tau mana bangku yang kosong dan takut dirinya akan menduduki seseorang yang nantinya hanya akan memakinya karna tidak dapat melihat dengan benar, padahal kenyataannya memang benar dia tidak dapat melihat.

Beberapa menit kemudian, Jeno turun atas pemberitahuan supir bus yang sudah biasa membantunya untuk mengetahui apakah sudah sampai di halte dekat sekolah atau belum.

Jeno menyerahkan selembar uang dari sakunya yang sudah dia siapkan sejak dari rumah, dan menyerahkannya pada Pak Supir.

"Makasih pak" ucapnya tersenyum manis dan dengan perlahan keluar dari bus tersebut.

"Sama sama, hati hati ya nak" ucap Pak sopir menerima uang tersebut dan menatap punggung pemuda itu sambil menghela nafas panjang, betapa sulit kehidupan.

"Um Bapak juga ya" ucap Jeno mengangguk dengan senyuman di wajahnya lalu dengan segera pergi menuju gerbang sekolah dengan hati hati.

Sudah 3 tahun Jeno menderita kebutaan, bukannya dia tidak mau operasi mata, hanya saja dia tidak mau menerima mata orang lain, itu sama saja dengan dirinya merenggut cahaya milik orang lain. Biarlah dia tidak dapat melihat, yang penting dirinya masih di beri kesempatan untuk hidup.

Langkah kaki Jeno tidak cepat juga tidak lambat, dengan segera dia memasuki gerbang sekolah, karna baru beberapa bulan dia berada di sekolah tersebut, dia kadang bingung harus melangkah ke arah mana. Namun dengan ingatannya yang kuat, dia segera melangkah ke arah kiri, kelasnya berada di lantai dua, cukup sulit untuk menaiki tangga.

Dengan cepat langkah kaki Jeno telah membawanya ke koridor sekolah, banyak bisikan yang memasuki telinga Jeno di sepanjang jalan, namun Jeno hanya tersenyum menanggapinya.

"Eh, itu si cacat kan?"

"Sayang banget ya buta, padahal ganteng banget"

"Imut, tapi sayang cacat"

"Coba aja kalo gak cacat, gue udah jadi fans nya"

"Anak cacat belagu, senyum ngejek tuh dia"

"Sok sabar tuh si buta"

Jeno mengabaikan semuanya dan segera sampai di bawah anak tangga, dia menghela nafas panjang dan berpeganyan pada dinding sambil menaiki tangga perlahan. Sebenarnya dia lelah harus naik turun tangga, jujur saja, dia takut terjatuh atau tiba tiba ada seseorang yang tidak sengaja menyenggolnya lalu membuatnya tidak seimbang dan akhirnya limbung ke bawah.

Akhirnya setelah sekian lama menaiki tangga, Jeno berada di lantai datar yang membuatnya lega, dia tersenyum dan terus berjalan menuju kelasnya, dia menghitung langkahnya, dia terbiasa menghitung langkahnya untuk mengetahui letak suatu ruangan agar tidak kelebihan juga tidak kurang saat dia berjalan.

Setelah 50 langkah, akhirnya Jeno memasuki kelasnya, Jeno merasakan suasana hening saat melangkah ke dalam kelas, dia segera mencari letak bangkunya, dia dapat mendengar bisik bisik di antara teman sekelasnya.

Jeno tidak memperdulikannya, dia segera duduk di banggunya, namun saat dia duduk, dia merasakan ada yang tidak beres, dia mengernyitkan alisnya dan kembali berdiri, meraba raba bangkunya, ah ternyata bangkunya basah. Jeno tidak tau itu air apa yang di tuangkan di bangkunya, namun baunya sedikit menyengat.

"Bwahahahha"

"Dia kencing di celana!"

"Gatau malu, udah gede masih ngompol Pfftt!"

"Biasa cacat hahaha!"

Mendengar suara suara tersebut, Jeno segera melangkahkan kaki keluar kelas, dia berjalan menuju ke kamar mandi, namun di sepanjang koridor banyak yang menertawakannya dan mengejeknya akibat noda di celananya, Jeno hanya menunduk malu dan mempercepat langkahnya hingga.

Bruk!

"Ah!"

Seru jeno saat tidak siap dan langsung terduduk di lantai, dia terlalu malu sampai tidak berjalan dengan benar, dan sekarang dia menabrak orang.

"Lo gak punya mata?"

"Oh... Buta rupanya, pantes"

Pria yang di tabrak Jeno menatap Jeno dengan jijik dia menendang tongkat Jeno dan berlalu begitu saja dengan dingin.

Jeno menghela nafas panjang, dia benar benar ceroboh

Kringggg!

Jeno kembali menghela nafas saat mendengar bell telah berbunyi, tak jarang dia akan melewatkan kelas karna hal seperti ini, Jeno merangkak, meraba raba lantai, mencari keberadaan tongkatnya. Sulit kehilangan penglihatan, itulah yang di rasakan Jeno, tak jarang dia akan frustasi pada dirinya sendiri yang tidak dapat melakukan apapun.

"Ini tongkat lo..."

Jeno tertegun, dia menoleh kesana kemari, menebak di mana sumber suara itu berada.

"Gue di depan"

Jeno segera menghentikan kegiatannya dan menatap lurus ke depan, dia duduk dan mengulurkan kedua tangannya yang sedikit kotor akibat meraba raba lantai.

"Terima kasih..." Lirih Jeno saat merasakan tongkatnya menyentuh tangannya.

"Gak usah terlalu formal, mau kemana? Biar gue anterin"

Jeno membeku sejenak, namun dengan cepat dia mengangguk, dia memang sangat memerlukan bantuan, untunglah tuhan mengirimkan orang baik ini kepadanya.

"Mau ke kamar mandi" ucap Jeno bangkit berdiri dengan semburat merah samar merayapi telinganya.

"Ayo"

Pria yang membantu Jeno meraih ujung tongkat Jeno dan membawanya ke kamar mandi pria dengan cepat.

"Udah sampe, sono" ucap Pria tersebut saat telah berhenti di depan kamar mandi.

Jeno mengangguk dan berjalan ke depan dengn bantuan tongkatnya yang sudah di lepas oleh orang tersebut, namun dia segera berbalik.

"Um, nama?" Tanya Jeno ragu.

"Haechan"

"Makasih Chan, bisa tunggu sebentar di sini?" ucap Jeno tersenyum manis dan dengan ragu bertanya.

"Hm"

Jeno segera masuk ke dalam kamar mandi setelah mendengar deheman milik Haechan, ah dia lupa membawa celana ganti di tasnya.

"Hahhh hidup itu keras"

Jeno menghela nafas panjang dan hanya mencuci kedua tangannya, dia segera keluar dari kamar mandi.

"Haechan?" Ucapnya memastikan orang tersebut masih di sana. Lama tak ada jawaban, Jeno menghela nafas, mana mungkin orang yang tidak saling kenal mau menunggunya di depan kamar mandi.
















































Haloo

Selamat menikmati bacaan ini
( . ◜‿◝ )♡

Semoga suka

Imperfection Series 1 : N E T R A ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang