Dua

10.7K 1.1K 140
                                    

"Jimin."

"Jimin, kemari, nak."

"Jimin."

Jimin melihat sekelilingnya yang gelap. Penjara bawah tanah yang gelap, dingin juga menyeramkan. Dirinya berjalan menyusuri lorong mengikuti suara yang terus memanggilnya. Sampai tiba lah Jimin di depan pintu besi karatan.

"Jimin, buka pintunya."

Jimin menurut dan membuka pintu besi tersebut. Suara decitan nyaring menggema di dalam ruangan sempit tempat dua orang di kurung. Kedua orang tersebut tersenyum lembut ke arahnya, Jimin jadi ikut tersenyum. Namun senyum mereka luntur karna ikatan rantai di leher mereka yang mengencang. Membuat Jimin panik dan hendak berlari menyelamatkan namun kakinya tidak bisa di gerakkan.

"Ka-kalian tidak apa-apa?" Jimin menangis melihat kedua orang tersebut yang terlihat kesulitan bernapas.

Tiba-tiba di sebelah tangannya terdapat pedang berwarna putih menyilaukan. Jimin menunduk memperhatikan pedang tersebut.

Di bawah kakinya ada boneka kayu serigala nya. Jimin hendak menunduk untuk mengambilnya namun sebelah tangannya yang lain di genggam oleh seseorang. Jimin mendongak untuk melihat siapa yang sudah menggenggamnya tapi buram, wajahnya tidak terlalu jelas.

"Ji-Jimin, tolong kami."

Kedua orang tahanan yang di ikat lehernya merintih meminta bantuan membuat Jimin kembali panik. Tapi genggaman di tangannya memberikan rasa hangat seakan menyuruh dirinya untuk tetap tenang. Jimin tersenyum kecil dan mengangkat pedangnya. Namun itu sangat silau, membuat Jimin tidak bisa melihat dengan jelas.

"Hmhm," Jimin membuka mata. Astaga dirinya mimpi. Jimin bangkit duduk bersandar di kepala ranjang, "Mimpi itu lagi."

Jimin menguap lebar lalu mengambil boneka kayunya yang ia letakkan di nakas samping tempat tidurnya. "Kau selalu masuk ke dalam mimpiku, Tata."--Tata nama boneka serigala kayu Jimin.

"Tapi aku bingung sampai sekarang aku tidak bisa melihat jelas siapa yang menggenggamy tanganku. Menurutmu siapa? Apakah ayah?" Jimin bertanya pada boneka nya, walaupun hanya diam yang dirinya dapat tapi Jimin terlihat seakan sedang berbicara pada boneka nya tersebut. "Kau tidak tahu juga ya? Ckck, siapa kira-kira."

"Jimin, turun, nak, sarapan sudah siap." Teriakan ibunya dari bawah membuat Jimin ikut berteriak, "Iya, ibu!"

Tapi, tunggu. Perut Jimin sakit. Sangat sakit. "Auwhh."

"Ada apa ini? Aku yakin aku tidak punya riwayat penyakit maag, lalu kenapa perutku sakit?" Jimin memegang perutnya yang terasa sakit dan perih. "Auwhh, ini sakit."

Jimin menyingkap selimutnya hendak turun dari ranjang namun di kejutkan oleh cairan merah yang menghiasi sprei miliknya. Jimin berteriak, "IBU!!"

***

Jimin terus saja cemberut setelah mendengar penjelasan dokter akan kondisinya sekarang. Ternyata cairan merah yang menghiasi sprei miliknya adalah darah bulanannya.

Tidak cukup dirinya mempunyai rahim sekarang dirinya juga harus menjalani hari-hari menyedihkan setiap bulan seperti sekarang? Jimin semakin cemberut.

Minyoung mendekati Jimin dan menyusap perutnya, "Apa masih sakit?" Sangat jelas khawatir dari nada bicaranya.

Jimin menatap ibunya cemberut lalu mengangguk. "Ini tidak adil! Kenapa harus aku yang aneh seperti ini? Kenapa tidak orang lain saja. Ini merepotkan." Jimin memeluk ibunya, dirinya menangis.

Queen [Kookmin/Jikook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang