Dua puluh empat

7.7K 896 144
                                    

"Jimin..."

"Jimin,"

"Jimin..."

Jimin mengangkat kepala dan menatap jika dirinya sudah berada ditempat yang gelap dan lembab. Jimin menghela napas, apa ini mimpi lagi?

"Jimin..."

Jimin bangkit dan meraba dinding penjara yang dingin, ia berjalan perlahan dengan berpegangan pada dinding.

Pelan tapi pasti Jimin berjalan perlahan mengikuti jalan menuju ruangan tertutup tempat suara yang memanggilnya tadi. Meski pencahayaan kurang dan lantai yang dirinya injak sedikit licin karena lumut, Jimin terlihat biasa saja. Dirinya sudah terbiasa. Ia sudah memimpikan ini sedari ia kecil.

"Jimin..." Panggil suara itu lagi.

"Iya, aku datang." Sahut Jimin.

Krieett

Jimin mendorong pintu besi karatan yang menutup ruangan kecil itu, dan lagi-lagi seperti biasa yang ia lihat adalah dua orang pria dewasa yang tengah terikat rantai besi menatap dirinya dengan tersenyum.

"Jimin, akhirnya. Kau baik-baik saja?"

Jimin mengangguk dan tersenyum kecil, "Aku baik. Bagaimana dengan kalian?"

Dalam hati Jimin meringis. Bisa-bisanya dirinya bertanya apa keadaan dua orang yang tengah diikat rantai besi baik-baik saja. Apalagi mengingat jika dua pria ini sudah diikat sejak dirinya masih kecil. Tentu saja mereka tidak baik-baik saja.

Dua orang pria itu tersenyum teduh, "Kami baik."

Jimin diam memperhatikan kedua orang pria dewasa itu. Sebenarnya Jimin sangat ingin membantu melepaskan ikatan rantai yang ada di leher, kedua kaki dan kedua tangan dua pria dihadapannya, tapi dirinya tahu jangankan melepaskan, mendekatinya saja dirinya akan selalu terpental. Sekarang dirinya harus apa.

Melihat kebingungan Jimin membuat kedua pria itu hanya tersenyum maklum. "Sebentar lagi, tidak apa-apa."

Jimin mengernyit, "Sebentar lagi? Maksudnya?"

Salah satu pria yang Jimin akui tampan itu terkekeh ringan mencairkan suasana. "Sebentar lagi kita akan bertemu."

Kerutan di dahi Jimin semakin dalam merasa tidak mengerti. "Bertemu bagaimana? Bukankah ini juga namanya bertemu? Bertemu bagaimana yang kau maksud?"

Pria lainnya yang tampan dan gagah menggeleng ringan. "Ini bertemu dari mimpi. Yang kami maksud adalah bertemu dalam artian sesungguhnya."

Jimin ingin bertanya kembali namun dinding tak kasat mata yang melapisi antara dirinya dan kedua pria itu lama-lama mendekat ke arahnya membuat Jimin mundur panik.

"Eh,"

Hampir saja Jimin jatuh saat tidak berhati-hati akan lantai yang licin. Jimin bisa merasakan lengan kekar yang menahan tubuhnya, ia mendongak perlahan. Masih blur. Hanya saja sekarang tidak se- blur dulu.

Pria yang menahannya, pria tinggi dengan tubuh berotot sempurna dan rahang tegas dengan mata bulat tajam. Hanya itu yang bisa Jimin lihat ditengah ke-blur-an ini. Meski begitu ini masih belum jelas.

Jimin berdiri tegak membenarkan posisinya yang berada dalam pelukan pria itu. Jimin mengernyit saat melihat sesuatu mendekati dirinya. Dirinya terbelalak saat sadar yang mendekatinya adalah seekor serigala besar berbulu coklat keemasan.

"Vyan?!" Pekik Jimin tidak percaya.

Bukankah setiap dirinya bermimpi seperti sekarang selalu ada pria misterius disampingnya dan juga boneka kayunya Tata. Lalu kenapa sekarang bonekanya berubah jadi Vyan serigala besar yang membantunya?

Queen [Kookmin/Jikook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang