27 - Defense Ahn Woomi

1.2K 250 355
                                    

"Ibu....ayah....aku takut."

"Oppa aku takut. Disini gelap. Aku takut....tanganku berdarah....sakit."

"Bibi dan paman itu menyeramkan. Aku takut..."

"Hey anak-anak yang manis. Jangan takut..."

"Bibi tidak akan menyakiti kalian jika kalian berhenti menangis. Diam dan jadilah anak yang baik eoh?"

"Aku bilang diam! Jangan menangis lagi! Atau kami akan membunuh kalian!"

Woomi merintih ketakutan dalam tidurnya. Kepalanya bergerak gelisah, keringat sudah megucur deras melewati pelipisnya. Tetapi matanya masih terpejam rapat seolah enggan terbangun dari tidurnya, mimpi buruknya.

"Yewon Aku takut. Bibi dan paman itu mau membunuhku dan...dia mau membunuh kita! Kita akan mati!"

"Tidak, Saena, tidak!"

Seketika kelopak mata Woomi langsung terbuka. Dia bangun tersentak. Napasnya tersenggal-senggal seolah dia baru saja melakukan lari maraton.

Mimpi yang sama kembali datang, seolah menerornya. Tempat yang gelap, begitu banyak pecahan kaca. Tangan anak kecil berdarah dan kedua anak kecil menangis ketakutan. Sayangnya lagi-lagi dia tidak bisa melihat dengan jelas kedua anak kecil itu.

Tapi yang pasti, salah satunya adalah dirinya.

Woomi masih berusaha menormalkan napasnya ketika matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang aneh di dekat pigura foto keluarganya.

Dia mengambil kursi dari meja belajarnya, lalu memposisikan kursi itu di bawah pigura yang terpajang di dinding kamar.

Sontak Woomi segera menaiki kursi itu dan matanya membulat sempurna menemukan kamera kecil menempel di pinggiran pigura.

Kamera pengintai.

Belum selesai dengan rasa terkejutnya, ponselnya berbunyi. Woomi turun perlahan lalu mengambil ponselnya di atas nakas.

Menekan tombol hijau dengan segala prasangka yang kini menaunginya.

"Kau ternyata pintar Ahn Woomi. Kau menemukannya."

Terdengar tawa pria itu yang sukses membuat sekujur tubuhnya merinding, gemetar ketakutan.

"Kau terkejut? Bukankah kau selalu kebingungan bagaimana aku bisa tahu baju apa yang kau pakai dan bagaimana eskpresi wajahmu saat aku meneleponmu saat itu?"

"Ya, Woomi. Aku yang menyimpan kamera itu. Agar aku bisa mengawasimu kapanpun."

Dengan masih sangat gemetar, Woomi berkata, "Ba...Bagaimana kau bisa masuk ke da...lam rumahku?"

"Aku tahu kakak perempuanmu itu selalu menyimpan kuncinya di bawah pot. Sangat mudah untuk orang sepertiku masuk disaat rumah sedang kosong bukan?"

"Kau....psikopat gila," lirih Woomi.

"Psikopat? Ahn Woomi kau menyebut kekasihmu psikopat?"

A DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang