Tepat besoknya adalah hari ke-14 Dhiren menjalani isolasi mandiri di Wisma Nusantara. Gejala yang Dhiren rasakan kemarin-kemarin pun sudah tidak ada. Kondisinya sudah sangat membaik karena Dhiren rutin dan semangat untuk sembuh.
Pagi hari itu Suster Zena masuk ke kamarnya membawa alat untuk Dhiren menjalani test swab PCR. Dhiren pun sudah tidak sabar melakukan itu dan menunggu hasil baiknya.
Dhiren menengadahkan kepalanya dan Suster Zena memasukkan suatu alat ke dalam hidung Dhiren. Alat tersebut masuk sangat dalam hingga mata Dhiren berkaca-kaca.
Setelah itu Suster Zena menaruhnya dan menutup di tempat sampel dengan sangat rekat. Sampel tersebut akan diberikan ke laboratorium dan mulai di masukan ke dalam mesin PCR untuk dideteksi.
"Hasilnya ke luar nanti malam ya. Kamu sabar aja nunggu, ok?!"
Suster Zena menyemangati Dhiren dan menyuruh Dhiren agar tetap tenang menunggu hasil swab nya, ditambah lagi Dhiren yang masih khawatir dengan kondisi Kysa saat ini.
Selama Kysa masuk ke ruang ICU, Dhiren tidak lupa untuk menunggu suatu kabar dari Kysa di depan gedung ICU itu. Sebelum atau setelah senam, sebelum atau setelah jogging, maupun sebelum atau setelah dia ke gym.
Dia selalu menunggu di kursi yang disediakan di depan pintu masuk gedung ICU sambil sesekali menelepon keluarganya dan keluarga Kysa.
Saat keluarga Kysa sedang asyik mengobrol dengan Dhiren, adik Kysa mengangkat telepon dari tantenya yang menunggu Nenek Kysa di rumah sakit.
"Mah, Nenek udah siuman dan membaik."
Teriak adik Kysa dari jauh dan dengan semangat mengabari orang tuanya yang mengobrol dengan Dhiren lewat video call.
Suara teriakan itu juga masuk dan tersampaikan ke Dhiren. Orang tua Kysa dan Dhiren yang mendengar kabar baik itu pun menangis haru.
Setelah mendengar kabar baik, orang tua Kysa akan bersiap untuk menjenguk Nenek Kysa di rumah sakit. Video call dengan Dhiren pun diakhiri dengan perasaan senang setelahnya.
Dhiren memainkan hp-nya dengan sangat tenang, ditemani dengan para pasien dan berlalu lalang di sana. Tiba-tiba terjadi suatu keadaan yang tidak baik. Perawat di sana berlarian ke ruang ICU yang Kysa tempati.
Ada hal yang tidak beres yang dialami oleh Kysa. Dhiren yang melihat perawat berlari ke ruangan Kysa pun dia ikut berlari, namun ditahan oleh security di sana. Dia mengamuk dan memaksa untuk masuk, tapi tenaga tubuhnya tidak kuat karena ditahan oleh 3 orang security.
Air matanya terjatuh dari pipinya, teriakan Dhiren mengisi seluruh ruangan dan sangat terdengar jelas oleh orang-orang disekitarnya.
"Saya mau masuk! Saya mau liat keadaan dia!"
"Tolong mohon izinin saya masuk. Saya mau kasih kabar ke dia!"
"Kysa, sadar Kys! Nenek kamu udah siuman juga!"
Malam harinya Dhiren sudah ada di dalam kamarnya, menunggu hasil dari swab PCR itu. Dhiren kembali ke kamar setelah seorang dokter mengabarkan bahwa dia sudah menangani Kysa dengan baik dan Kysa sudah melewati masa kritisnya tadi.
Tak lama kemudian Suster Zena masuk dan membawa sepucuk kertas untuk diberikan ke pada Dhiren. Kertas yang telah ditunggu-tunggu oleh Dhiren di hari ini.
Dhiren yang sudah tidak sabar dan melihat Suster Zena masuk pun dia langsung menghampirinya dan mengambil kertas yang ada di tangan Suster Zena tanpa memintanya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen-19 [COMPLETED]
Teen FictionDhiren Shankara Qeis dan Kysa Mannaf remaja yang tengah menjalani isolasi di salah satu Wisma khusus untuk masyarakat yang terkena virus covid-19. Di tengah pandemi dan isolasi tersebut terjalin hubungan antara kedua pasien. Cinta mereka terhalang...