11. Psikopat

5 1 2
                                    

Hari sudah gelap, matahari pun sudah menghilang digantikan dengan cahaya bulan. Mereka berdua telah selesai membersihkan tubuhnya di kamar masing-masing.

Hp Kysa berdering sangat keras, muncul nama seseorang di layar hp-nya.

Rey?

Ternyata Rey, yang masih akan terus menghantuinya. Kysa yang melihat nama itu pun ragu dan bingung ketakutan harus mengangkatnya atau tidak.

Apabila Kysa tidak menjawab, Rey akan melakukan sesuatu yang nekat, yang ada di luar nalar manusia normal.

Tak lama kemudian panggilan dari Rey hilang begitu saja. Namun tak lama kemudian pesan dari Rey muncul di layar hp Kysa. Tanpa berpikir panjang Kysa pun langsung membuka pesan tersebut dan segera bacanya.

"Aku tunggu kamu di tempat kemarin lagi! Nolak ada akibat!"

Seketika Kysa ingat dengan kucing peliharaan kesayangannya yang dijadikan sebuah ancaman kemarin malam. Karena takut terjadi sesuatu yang dialami oleh kucingnya itu Kysa pun bergegas memakai maskernya dan berjalan seperti kemarin malam.

Saat sampai di belakang gedung Wisma Nusantara terlihat postur tubuhnya yang kemarin malam juga sudah dilihatnya. Berbeda dengan malam kemarin, wajahnya sangat terlihat sedang emosi. Ditambah lagi dengan kelakuan Kysa tadi yang tidak mengangkat telepon dari Rey.

Rey yang melihat Kysa sedang berjalan ke arahnya pun langsung menghampiri Kysa dengan penuh emosi dan langkah kakinya yang sangat besar.

"Siapa yang suruh kamu gak angkat telepon aku?"

Ucap Rey setelah sampai di hadapan Kysa. Tidak berpikir panjang, Rey menarik rambut Kysa dengan sangat kuat. Perlakuan kasar itu terjadi lagi, wajahnya penuh amarah.

Jika Rey sekasar ini biasanya ada hal lain yang terjadi di antara teman ataupun antara keluarganya yang membuat dirinya sangat marah dan berakhir dengan Kysa yang mendapatkan imbasnya.

"Aww sakit Rey. Lepasinnn!"

Kysa pun tidak bisa melakukan perlawanan, dia hanya bisa berteriak dan menahan tangan Rey agar tidak terlalu kuat menjambaknya.

"Jawab! Siapa yang suruh lo gak angkat telepon gue?!"

Kali ini Rey melepaskan tangannya dari rambut Kysa, namun Rey melepaskan masker yang dipakai Kysa dengan kasar dan tamparan kencang jatuh di pipi Kysa karena Kysa tidak juga menjawab pertanyaan yang Rey lontarkan.

"Gak-gak ada, Rey. Ta-tadi aku ma-mau angkat, ta-tapi kamu keburu matiin."

Jawab Kysa terbata-bata. Pipi Kysa sudah sangat merah dan akhirnya Kysa baru bisa menjawab sambil tangannya memegang pipinya yang kesakitan. Air matanya sudah mengalir deras sejak tangan besar dan kekar itu menjambak rambut Kysa.

"Maafin aku, Kys. Aku kebawa emosi karena temen-temen aku."

Mendengar jawaban Kysa, Rey pun meminta maaf. Dia menarik tangan Kysa dengan lembut dan memeluknya. Tak lupa Rey mengelus rambut Kysa yang tadi telah Rey jambak dengan emosinya.

Kysa masih terus menangis, sangat deras dan bertambah deras. Rey melepaskan pelukannya dan melihat wajah Kysa. Terlihat pipinya yang sangat merah karena tamparan itu pun disentuhnya dengan lembut. Air mata yang jatuh di pipinya pun dia hapus.

"Ayo ikut aku buat tenangin diri kamu, aku mau tanggungjawab. Maafin, aku bener-bener minta maaf."

Rey menuntun Kysa dengan halus, namun Kysa menolak lagi dan menahan tubuhnya sendiri.

"Kita makan enak, Kys. Atau apapun yang mau kamu lakuin sekarang aku turutin."

Ucap Rey masih memaksa dan mencoba menarik Kysa dengan lembut lagi.

"Gak mau! Aku mau di sini aja! Aku sakit Rey. Aku gak boleh ke mana-mana!"

Emosi Rey meluap lagi. Kini tangan yang kekar itu menarik Kysa dengan sangat kasar dan kencang. Bukannya membuat Kysa menjadi tenang malah membuat Kysa menangis sejadi-jadinya lagi.

Nineteen-19 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang