Step 16

4.4K 343 160
                                    

Coach Beby menghampiri Zee dan beberapa murid tim basket putri lainnya. Dia menarik para murid untuk tetap berada di lapangan.

"Saya gak bilang latihan sudah selesai."

"Tapi coach! Kan bis-" Terdengar suara Flora membalas coach basket itu.

"Kalian harus fokus." Balas coach Beby mereka memotong ucapan Flora.

Zee sebenarnya sudah hilang fokus dari tadi. Tapi badannya ditahan oleh coachnya.

"Lagian dengan kalian berada di lapangan cheers malah bikin ramai. Kalian gak lihat itu? Rame banget! Udah latihan lagi. Go!"

Mau tidak mau para murid tim basket putri akhirnya satu-persatu kembali latihan. Namun kaki Zee terasa sungguh berat. Melihat ke lapangan dimana Ashel berada, dia melihat Ashel sedang dibawa tim ambulans keluar. Sungguh, mata Zee tidak bisa terlepas dari Ashel.

Tapi suara coachnya sudah memanggil dia entah untuk yang keberapa kali, dengan berat hati Zee melangkahkan kakinya ke tengah lapangan dan mencoba menyelesaikan latihan. Dengan langkah yang berat juga Zee menyelesaikan latihannya. Tapi mungkin yang paling berat adalah kepalanya sekarang. Karena banyak sekali pikiran yang muncul di sana.

Tapi mungkin ada baiknya juga dia lanjut latihan dan berkeringat sekarang. Bisa menutupi air mata. Dia harap Ashel tidak apa-apa. Juga meminta maaf kepada Tuhan karena dia tidak taat orangnya, tapi saat ini sungguh dia sangat meminta untuk princess nya agar diberikan lindungan.

Tanpa mandi dan ganti baju terlebih dahulu, Zee langsung pulang bersama Pak Min dengan buru-buru dan minta diantarkan ke rumah sakit dimana Ashel dibawa. Tadi dia tanyakan pada salah satu anggota cheers kemana Ashel dibawa. Jadi dia langsung ke rumah sakit. Tidak tahu ruangan apa dan dimana Ashel nya berada, Zee menelpon Jastin untuk memberitahukan kedatangannya. Beberapa kali Zee mengelap air mata di pipinya.

Mendekati tujuan, Zee mengenakan sweaternya dan turun dari mobil untuk masuk ke rumah sakit. Tanpa basi-basi dia langsung menuju ke lantai ruangan Ashel.

Sungguh, semuanya ini terasa sangat lambat berjalannya.

Semuanya.

Pertanyaan dari satpam tadi ke dia nanyain ingin ke lantai berapa.

Menunggu lift sampai ke lantai dasar.

Bahkan gerakan lift yang membawanya ke lantai 3 dimana ruangan Ashel berada.

Semua terasa lambat bagi Zee.

Oke mungkin ada baiknya. Karena Zee jadi bisa berdoa lebih lama.

Sesampainya di depan ruangan pasien, Zee mengambil nafasnya terlebih dahulu. Ingin membuat dirinya menjadi lebih tenang. Setelah merasa dirinya lebih kalem, Zee mengetuk pintu dan masuk ke ruangan.

Ramai ternyata.

Ada coach cheers, ada teman satu geng Ashel, ada orang tua, Jastin dan juga Hapsah. Coach Ashel dan orang tuanya sedang mengobrol. Entah tentang apa, tidak kedengaran oleh Zee. Teman satu geng Ashel melihat ke arahnya ketika Zee baru masuk. Mereka terlihat seperti habis menangis.

Oh God, Zee harap Ashel tidak seburuk itu. Takut banget.

Teman satu tim Ashel menarik tangan Zee. Kathrina mempersilahkan Zee untuk duduk di sebelah kasur.

"Eh Azizi, iya duduk aja ya nak." Beritahu mama Ashel mengetahui teman anaknya itu baru datang. Zee mengangguk.

Ashel sedang tertidur. Zee melihat kaki Ashel sudah terpasang gips. Lalu Zee memperhatikan ke sekujur badan Ashel. Mencari apa lagi yang terluka.

Be My GF?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang