Felinda baru saja selesai tarik tunai melalui mesin ATM setelah memastikan uang diambilnya sesuai jumlah yang diinginkan, ia pun gegas keluar karena tampak dari luar ruangan kecil itu banyak yang antre. Saat membuka pintu ia mendengar suara yang familiar menyapanya.
"Felinda!" Tubuhnya sedikit menegang sebelum akhirnya mendongak dan menemukan Salma berdiri beberapa langkah, menunggu gilirannya. Satu orang lagi setelah itu Salma. Felinda tersenyum tipis kemudian mendekat.
"Abis dari mana?" tanya Felinda basa-basi.
"Ngelamar kerjaan, nih!" jawab Salma dengan wajah yang ceria.
Felinda mengangguk. "Tungguin aku, ya. Aku pengen ngobrol sama kamu."
"Oke." Felinda akhirnya menepi dan mempersilakan Salma untuk ke ATM terlebih dahulu.
Selang beberapa menit Salma kembali keluar dan tersenyum ke arah Felinda. "Ayo!" Salma menggandeng lengan Felinda dan ia mengajak ke sebuah cafe dekat ATM tersebut. Tak lupa motornya ia tuntun.
"Pesen hazelnut latte," kata Salma memesan kemudian menoleh ke arah Felinda "kamu apa?"
"Milk tea, tahu krispi sama cheese toast."
"Nambah satu lagi french fries ya, Kak."
Tim kasir menyimak dan mengetik pesanan mereka di layar tab. "Saya ulangi untuk pemesanannya, ya, kak?" Salma mengangguk. "hazelnut latte, milk tea, tahu krispi, cheese toast sama french fries. Totalnya empat puluh sembilan ribu, mau bayar pakai tunai atau qris?"
Felinda sudah berhasil scan kode QR yang ada membuat Salma mendebatnya. "Aku aja, Fe."
"Ssst!" kemudian Felinda menunjukkan layar ponselnya yang menyala, transaksi berhasil bersamaan dengan suara notifikasi masuk dan tim kasir mengucapkan terima kasih serta memberikan nomor meja.
"Makasih, Felinda cantik."
"Sama-sama," ia membawa nomor meja tersebut serta struk pembayaran. "mau duduk dimana?" Salma menunjuk ke arah yang dekat dengan jendela. Mereka berjalan menuju tempat yang jadi pilihan Salma.
Felinda duduk lebih dulu, meletakkan nomor meja dan struk pembayaran di sisi meja. Salma menaruh tasnya di kursi sebelah lalu ikut duduk, menyandarkan tubuhnya sejenak. Kemudian menegakkan tubuhnya mencondongkan ke arah Salma yang ada di depannya—terhalang meja.
"Gimana tadi? Lancar?" tanya Felinda, membuka obrolan.
Salma mengangguk. "Alhamdulillah, sih. Tinggal nunggu panggilan selanjutnya. Doain ya, Fe."
"Aamiin. Semoga diterima," ujar Felinda tulus. Karena ia tahu rasanya mencari kerja di zaman sekarang, jika bukan karena punya relasi rasanya mustahil kalau tidak tereliminasi. Sekarang ia ingin menikmati 'kesendirian' ini, melepas semua beban yang ada dan kegiatan yang beberapa bulan ini ia tekuni.
Salma tersenyum lebar, lalu matanya mengamati Felinda sejenak sebelum bertanya, "Kamu sendiri gimana, sehat?"
Felinda menoleh cepat, sedikit kaget dengan pertanyaan itu. "Hah? Iya, sehat."
Salma mengerutkan dahi. "Serius? Kirain kamu lagi sakit, makanya enggak ikut Mas Bhayang ke acara komunitas kemarin."
Felinda terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku emang enggak ikut."
"Lagi re-charge, ya?" memang yang dikatakan tidak sepenuhnya salah, tapi jika diiyakan takut akan menimbulkan curiga.
"Nggak juga."
"Kenapa? Kan, sekalian aja nemenin," ujar Salma polos. "Emang sih, kamu bukan orang komunitas, tapi—"
"Aku ada urusan," potong Felinda cepat.
![](https://img.wattpad.com/cover/232050863-288-k303631.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kusempurnakan Separuh Agamamu
ChickLitAnya Felinda baru saja menyelesaikan kuliah di kota kelahirannya. Hidupnya berubah saat mengenal Aldwin Bhayangkara, seorang pegawai pemerintah yang tinggal satu kecamatan dengannya. Awalnya, mereka hanya berteman. Namun, tekanan dari ibu Bhayangkar...