Bhayangkara yang mencari keberadaan Felinda nyaris berputus asa. Padahal ia belum sehari tidak bertatap muka dengan sang isteri. Namun, rasa khawatir dan ketakutan itu membuat Bhayangkara gelisah.
Saat ia memutuskan untuk berhenti di sebuah kedai kopi, ia memilih duduk di teras. Mungkin dengan melihat orang berlalu-lalang membuatnya sedikit merasa tenang. Atau ada baiknya melihat Felinda sedang melintas. Ah, terlalu halu. Pikirnya.
Ketika ia menyeduh kopi susu pesanannya, sekelebat ia melihat Felinda hendak menyeberang. Bola matanya melebar lantas segera bangkit menuju ke arah Felinda. Untung saja, pembayaran kopi dilakukan setelah pemesanan. Jadi, tidak membuatnya kerepotan untuk memikirkan transaksi terlebih dahulu.
Saat posisinya dekat dengan Felinda dan memastikannya, Bhayangkara langsung menarik wanita hamil itu. Hingga membuat Felinda menabrak tubuhnya dan nyaris terjatuh jika Bhayangkara tidak cepat memeluknya.
Felinda berontak dalam pelukan Bhayangkara hingga kemudian tak sadarkan diri.
"Felinda?"
Akhirnya Bhayangkara mencari tempat untuk bisa memberikan pertolongan. Keadaan Felinda yang pingsan membuat Bhayangkara berasumsi, belum ada seharian di luar rumah Felinda sudah jatuh pingsan begini apalagi jika nanti. Apa kabar anaknya?
Setelah mengoleskan minyak kayu putih di beberapa bagian tubuh Felinda, tak berapa lama kemudian tersadar.
"Kamu merasa pening?"
Felinda yang belum sadar sepenuhnya itu terlonjak kaget melihat Bhayangkara ada di hadapannya.
"Ke-kenapa bisa ada di sini?" tanya Felinda terbata.
"Kok kenapa? Ya, cari istri aku lah ...."
"Gimana bisa?" Felinda masih terus saja bertanya. Ia heran, niat pergi malah dipertemukan kembali.
"Kenapa bisa, gimana bisa. Ya, bisa lah ... namanya juga jodoh. Kemana pun kamu pergi aku pasti bisa menemui." Lalu Bhayangkara mengangsurkan segelas teh kepada Felinda yang justru hanya melihat saja.
"Minum dulu, gih!" titah Bhayangkara. Baru kemudian Felinda menuruti titahan dengan gelas yang dipegang oleh Bhayangkara.
"Masih pusing?" tanya Bhayangkara setelah Felinda mengembalikan teh ke meja.
Felinda mengangguk singkat kemudian menjawab, "Sedikit."
"Kamu bawa obat?" Felinda menggeleng, ia sengaja meninggalkan obat yang biasa didapat ketika periksa kandungan.
Tiba-tiba sang pemilik rumah masuk saat itulah Felinda mendongak ke atas melemparkan senyum. "Makasih, Bu."
"Iya, Mbak. Udah merasa enakan?" Felinda mengangguk seraya tersenyum tipis.
Lalu Felinda pun bangkit tapi urung lantaran Bhayangkara mencekal lengannya. "Mau kemana?"
"Pulang."
Senyum Bhayangkara melebar kemudian ia ikut bangkit tanpa melepas tangannya. Setelahnya ia berpamitan dan mengucapkan terima kasih. Ya, semoga kebaikannya terbalaskan.
Bhayangkara menggandeng tangan Felinda hingga keluar. Namun, saat di trotoar mereka berhenti lantaran Felinda yang menyentak tangannya. Membuat Bhayangkara sedikit terkejut.
"Fe?"
Felinda tidak menanggapi, ia memilih untuk melangkah meninggalkan Bhayangkara yang langsung mengikutinya. Lalu kembali mencekal lengan Felinda yang kali ini dengan erat.
"Apa, sih?"
"Katanya, kamu pulang?"
"Iya, tapi aku nggak ngomong pulang ke rumah kamu," sahut Felinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kusempurnakan Separuh Agamamu
ChickLitAnya Felinda baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku kuliah yang ada di kota kelahiran. Ia kenal dengan laki-laki yang bernama Arion Bhayangkara seorang pegawai di instansi pemerintah, tempat tinggalnya masih satu kecamatan dengan Felinda. A...